WARTAMANDAILING.COM, Medan – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) tidak ingin tergesa-gesa dalam penerapan New Normal. Gubernur Sumut Edy Rahmayadi terlebih dahulu menyerap aspirasi dan saran dari para pakar agar penerapan New Normal efektif menekan penyebaran Covid-19.
Hal itu disampaikan Gubernur Edy Rahmayadi pada Seminar Online Sumut Menghadapi New Normal yang diikuti ratusan peserta di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Selasa (2/6/2020).
“Hari ini saya bertemu dengan para pakar, setelah ini baru kita diskusikan dengan walikota dan bupati se-Sumut, lalu nanti kita pilah dan pilih mana yang bisa kita terapkan, sebab di Sumut ini ada 33 kabupaten/kota yang berbeda-beda kondisinya,” ujar Edy.
Namun, kata Gubernur, langkah-langkah yang akan diambil harus sesuai dengan Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional.
“Tak boleh kita menunggu Covid-19 selesai baru kita menggeliat. Masalahnya kita tidak tahu kapan ini berakhir. Untuk itu harus kita evaluasi langkah-langkah yang harus kita lakukan sesuai Keppres Nomor 12 Tahun 2020,” tambah Edy Rahmayadi
Edy menerapkan prinsip kehati-hatian dalam bertindak. Selama masa transisi menurutnya adalah waktu untuk mengkaji, menyusun kebijakan, melakukan sosialisasi dan edukasi untuk menyiapkan masyarakat menyambut New Normal.
Di bidang pendidikan misalnya, pelaksanaan New Normal dilakukan dengan berbagai syarat, di antaranya dilaksanakan rapid test untuk seluruh guru dan pegawai sekolah, sterilisasi dengan disinfektan secara periodik terhadap ruang kelas, ruang guru, ruang fungsional termasuk kantin, pengadaan masker seluruh sekolah, penyediaan temperatur check, sarana cuci tangan, hand sanitizer, pengaturan tempat duduk, pengaturan jam belajar mengajar dan pembatasan jumlah murid/siswa.
Edy Rahmayadi mengatakan bila tidak memenuhi syarat-syarat dimaksud, maka pihaknya akan menunda aktivitas new normal di bidang pendidikan.
“Jika belum bisa, jangan kita masukkan dulu anak-anak kita. Saya yang tanggung jawab,” ujarnya.
Sebelumnya, webinar atau seminar online dibuka oleh Kepala Badan Litbang Sumut yang juga Plt Kadis Kominfo Irman Oemar. Kemudian webinar dilanjutkan dengan paparan narasumber yaitu Prof Dr Tamsil Syaifuddin, Sp.P(K) mewakili aspek kesehatan, Prof Wan Syaifuddin, M.A,Ph.D. dari sisi aspek budaya dan Kepala BI Perwakilan Sumut Wiwiek Sisto Widayat dari aspek ekonomi serta moderator Wakil Rektor III Umsu DR Rudianto, M.Si.
Gubernur pun mengharapkan kepada para peserta yang terdiri dari pelaku akademisi di Sumut untuk dapat memberikan masukan.
“Mari sama-sama kita pikirkan ini, kita bahas dan semoga seminar ini menghasilkan hal-hal yang bermanfaat. Kesehatan, ekonomi dan sosial dan budaya adalah yang perlu diperhatikan untuk menerapkan New Normal,” ujarnya.
Tamsil Syaifuddin menjelaskan bahwa jika dipandang dari aspek kesehatan Covid-19 ini dikategorikan menjadi dua sisi.
“Covid-19 dipandang sebagai penyakit berarti langkah kita sudah tepat untuk menyiapkan rumah sakit, ruang isolasi dan tenaga medis. Kemudian bila dipandang sebagai wabah, maka yang harus difokuskan adalah Orang Tanpa Gejala dan Orang Dalam Pemantauan untuk memutus mata rantai penyebaranya,” terangnya.
Tamsil juga mengatakan saat ini ada dua masalah yang dihadapi tingginya penyebaran di Sumut.
“Saat ini masalah yang kita hadapi adalah masyarakat yang very low social culture. Di Jepang orang menggunakan masker agar tidak terkena orang lain, itu high sosial culture, tapi kita malah tidak peduli,” tambahnya.
Tamsil pun menuturkan bahwa telah melakukan penelitian di kerumunan pasar tradisional yang sampelnya diambil di Pasar Halat dan Pasar Petisah.
“Saya telah melakukan penelitian sederhana tentang Covid-19, hasilnya 81 % masyarakat menjawab tidak tahu tentang apa itu protokol kesehatan,” tambahnya.
Sementara itu, Wan Syaifuddin mengatakan, bahwa perlu adanya peran dari tokoh masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran.
“Adat berguna mengatur prilaku, sedangkan agama mengatur hati. Peran pendekatan budaya tidak terlepas dari proses pencegahan penyebaran Covid-19, baik itu tokoh masyarakat hingga imbauan yang menggunakan bahasa daerah,” ujarnya.
Dia pun mengatakan bahwa New Normal akan lebih efektif bila digunakan di Zona Hijau. Pengawasanya lebih mudah dan peran pemangku adat juga bisa dilakukan di sana.
“Dan herannya seluruh daerah yang berada di Zona Hijau malah mono culture, dan daerah di luar Zona Hijau terkenal dengan multiculturenya, Wilayah Pantai Timur kena Zona Merah, hanya daerah Labusel yang tidak,” tambahnya.(wm/r)