Penanganan PETI, PMII Madina Nilai Kapolres Madina Alihkan Tanggung Jawab

Ketua PC PMII Madina, Abdul Rahman Hasibuan, fhoto : Istimewa.
Ketua PC PMII Madina, Abdul Rahman Hasibuan, fhoto : Istimewa.

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) menyampaikan respons kritis terhadap pernyataan Kapolres Madina, AKBP Arie Sofandi Paloh, SH, SIK dalam Rapat Koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) beberapa waktu lalu di aula kantor Bupati Madina.

Alih-alih menunjukkan komitmen penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI), Kapolres dinilai justru mengalihkan tanggung jawab kepada masyarakat, serta mengabaikan indikasi keterlibatan aparat penegak hukum dalam aktivitas tersebut.

Ketua PC PMII Madina, Abdul Rahman Hasibuan menilai, pernyataan Kapolres yang menyebut masyarakat tidak kooperatif dalam upaya penertiban merupakan bentuk pengalihan isu dan kegagalan dalam menjalankan fungsi pengawasan serta penegakan hukum secara profesional.

“Pernyataan tersebut tidak mencerminkan keberpihakan terhadap keadilan. Kami menolak anggapan bahwa rakyat adalah aktor utama dalam pertambangan ilegal ini,”ungkap Ketua PC PMII Madina, Abdul Rahman Hasibuan dalam pers relisnya kepada wartawan, Sabtu (21/06/2025) malam.

Faktanya dilapangan imbuh Rahman, terdapat indikasi kuat adanya keterlibatan pemodal besar dan oknum aparat yang turut membekingi aktivitas tersebut.

PC PMII Madina menduga terdapat aktor-aktor kuat yang terorganisir di balik maraknya pertambangan ilegal, termasuk pihak-pihak dari unsur aparat keamanan dan elite lokal yang seharusnya berperan sebagai penjaga hukum dan perusakan lingkungan.

Senada dengan Sekretaris PC PMII Madina, Ismail Marzuki yang menyatakan bahwa ketidaktegasan Kapolres dalam menindak pelaku dan dugaan keterlibatan anggotanya menjadi indikator lemahnya komitmen pemberantasan tambang ilegal.

Bacaan Lainnya

“Jika memang serius dalam penegakan hukum, maka langkah pertama adalah melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap anggota internal kepolisian yang terindikasi terlibat,” pungkas Ismail Marzuki.

Lalu Ismail Marzuki pun berpendapat adanya pembiaran hanya akan memperkuat dugaan adanya kompromi institusional terhadap kejahatan lingkungan di Kabupaten Madina ini.

Dan ketidakhadiran Kapolres Madina dalam aksi unjuk rasa mahasiswa pada Jum’at 20 Juni 2025 kemaren, juga dinilai sebagai bentuk ketidaksiapan berdialog secara terbuka dan akuntabel dengan publik.

“Hukum tidak boleh tunduk pada kekuatan uang. Aparat penegak hukum harus menjadi pelindung rakyat dan lingkungan, bukan pelindung kejahatan. Kami akan terus mengawal isu ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan,”tandas kedua petinggi PC PMII Madina tersebut mengakhiri.

PC PMII Mandailing Natal pun menyampaikan tuntutannya sebagai berikut:

a. Tangkap dan adili seluruh pelaku serta oknum aparat yang terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal.

b. Evaluasi dan, bila perlu, copot Kapolres Mandailing Natal apabila terbukti melakukan pembiaran terhadap aktivitas ilegal.

c. Tegakkan hukum secara adil dan menyeluruh tanpa memihak kepada pemilik modal atau kekuasaan. (*)