WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Konflik masyarakat dengan PT Rendi Permata Raya perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) seperti di Kecamatan Muara Batang Gadis terus bergulir, penyebabnya karena realisasi fasilitasi pembangunan kebun atau plasma bagi masyarakat belum terealisasi, Kamis (16/10/2025).
Ketua Koperasi perkebunan hasil sawit bersama (HSB) Tapriadi Nasution menceritakan PT. RPR mendapatkan izin IUP 2005, ILOK 2007 dan SK HGU 2009 dengan luas lahan kurang lebih 3.741 Ha.
“Namun, kehadiran PT. RPR di Desa Pasar Singkuang I Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal sampai saat ini belum memberikan manfaat terhadap Masyarakat Desa Pasar Singkuang I terkhusus Masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KP HSB) “ujar Tapriadi Nasution.
“Padahal Pembangunan Kebun Plasma bagi Masyarakat sesuai dengan Peraturan Undang-Undang dan berlaku terhadap KP HSB sebagai mitra kerjasama yang langsung dipilih oleh Masyarakat, “ungkapnya.
Menurut Tapriadi PT. RPR termasuk salah satu Perusahaan ‘Bandel’ di kabupaten Mandailing Natal karena tidak taat dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Kami menilai PT. RPR mendapat perlakuan khusus dari Bupati-Bupati sebelumnya, mungkin karena itu perusahaan ini berani mengabaikan kewajibannya untuk membangun Kebun Plasma Masyarakat dalam waktu yang tepat sesuai Peraturan Undang-Undang”
Lebih lanjut, Tapriadi menuturkan PT.RPR berbeda jauh dengan PT. Anugerah Langkat Makmur (PT. ALAM) dan PT. Madina Agro Lestari (PT. MAL) yang sudah mengeluarkan kewajibannya untuk membangun plasma masyarakat 20% dari izin yang mereka miliki dan pengajuan HGU inti dan plasma masyarakat yang mereka ajukan secara bersamaan ke BPN RI.
“Kini peserta plasma PT. ALAM dan PT. MAL sudah menikmati hasil dari kemitraan tersebut sebesar kurang lebih Rp.2.000.000 sampai Rp.3.500.000 setiap bulannya, sementara masyarakat Desa Pasar Singkuang I yang tergabung dalam KP HSB sama sekali belum mendapatkan haknya akibat keengganan PT. RPR menunaikan kewajiban, “tuturnya.
Koperasi HSB sudah berjuang kurang lebih 18 tahun menuntut Hak Plasma Masyarakat mulai dari Tingkat Kabupaten, Provinsi, sampai ke Pusat bahkan menembus Meja Kepala Staf Presiden (KSP) dan terakhir RPDU di BAM DPR RI.
“Perjuangan KP HSB cukup melelahkan dan tahun 2023 KP HSB disingkirkan, haknya dirampok pemerintah dengan licik melahirkan Koperasi Produsen Siriom Permata Indah (KP SPI). Langkah cepat pembentukan dan proses penandatanganan kerja sama kemitraan dengan PT.RPR yang Istimewanya diinisiasi pemerintah pada 02 Agustus 2025. Hal ini telah mengubur mimpi masyarakat yang sudah puluhan tahun berjuang bersama KP HSB, “ujarnya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Koperasi HSB, Maymoon menuturkan Kebijakan PT. RPR yang melaksanakan Penandatanganan Kerja Sama Kemitraan tersebut sebelumnya menuai banyak Reaksi Komentar dari Publik mulai dari Masyarakat, Akademi, Politisi, hingga Staf Ahli Bupati Waktu itu Bapak Irwan Daulay dan menilai PT.RPR sudah membuat kebijakan Kontroversi yang menimbulkan Konflik Horizontal ditengah-tengah Masyarakat Desa Pasar Singkuang I terkhusus Masyarakat yang tergabung dalam KP HSB.
Setelah menyingkirkan KP HSB, lalu PT. RPR telah berhasil membodohi KP SPI seperti dalam Perjanjian Kerjasama Kemitraan yang terbukti dalam isi perjanjian kerjasama pada Pasal 7 terkait Biaya-Biaya, Point 1 (Pertama) Pihak Pertama (KP SPI) wajib menanggung biaya-biaya.1. Biaya Investasi. 2. Nilai Jual 200 (dua ratus) Ha lahan dalam HGU pihak kedua (PT. RPR) sebesar Rp.150.000.000 x 200 Ha = Rp. 30.000.000.000 (tiga puluh milyar rupiah).
“30 Milyar ini masuk jadi hutang KP SPI ke PT. RPR, “tulis Maymoon.
Diketahui izin HGU PT.RPR sekitar 3.741 Ha x 20% Plasma = 748 Ha Lahan Plasma wajib dikeluarkan dari dalam HGU. Jika total luas lahan plasma 748 Ha x Rp.150.000.000 = Rp.112.200.000.000 (seratus dua belas milyar dua ratus juta rupiah).
Dalam hal ini dapat dilihat “PT. RPR bukan merealisasikan kewajiban membangun Kebun Plasma, tetapi menjual lahan HGU ke KP SPI dengan kerja sama kemitraan. Banyangkan betapa cerdik dan jahatnya PT. RPR terhadap masyarakat Desa Pasar Singkuang I, “ujar Maymoon.
Menurutnya, alasan PT. RPR menyingkirkan KP HSB sebagai mitra kerjasama kemitraan karena tidak mau menuruti kemauan dari pihak perusahan seperti isi MoU KP SPI dengan PT. RPR yang siap menerima hutang besar dan ditanggung oleh anggota koperasi dan masyakarat.
“Hal ini yang jadi alasan dasar masyarakat yang tergabung dalam KP HSB sampai saat ini tidak mau atau menolak bergabung ke KP SPI karena menanggung hutang terlalu besar, “tuturnya.
Kami Masyarakat yakin Bapak Bupati H.Saipullah Nasution pro masyarakat dan akan bertindak tegas memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai Peraturan Undang-undang yang dapat merugikan masyarakat dan pemecah belah masyarakat.
Kemudian, berdasarkan Peraturan
Permentan No 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan Undang-undang No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Bupati mengeluarkan Surat Peringatan I (pertama) Nomor 521/0526/DISTAN/2022 Tanggal 16 Februari 2022 terkait PT. RPR agar segera dan secepatnya merealisasikan pembangunan kebun plasma bagi masyarakat dan Bupati mengeluarkan Surat Peringatan II (kedua) Nomor 521/3613/DISTAN/2022 Tanggal 21 Desember 2022.
“Sudah sepatutnya Bapak Bupati mengeluarkan Surat Peringatan III (tiga) sampai pencabutan IUP atau sanksi denda kepada perusahaan PT. RPR, “ungkapnya.
“Kami Masyarakat yakin dan percaya ke Bapak Bupati saat ini bisa memperjuangkan hak plasma masyarakat ke Perusahaan PT. RPR sesuai dengan Peraturan Undang-Undang berlaku, “tutupnya. (Has)