WARTAMANDAILING.COM, Serdang Bedagai – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bertuah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) menyampaikan secara langsung laporan kasus dugaan pencemaran lingkungan hidup yang disinyalir dilakukan oleh PT. Bakapindo berlokasi di Jalan Jorong Durian Nagari Kamang Mudiek Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Laporan dilayangkan ke Kapolri, Itwasum Mabes Polri, Kabareskrim Mabes Polri, pada Senin, tertanggal 10 Februari 2020 dengan surat laporan tertulis tanggal 7 Februari 2020 Nomor : 20/A/LBH-B/II/2020 dengan perihal mohon perlindungan hukum. Laporan ini telah diterima oleh Kataud AKBP. N.Huda.
Demikian disampaikan Pendiri LBH Bertuah Yunasril SH MKn, Rabu (12/2/2020) di Sergai setelah pulang dari Mabes Polri dan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LH), mengingat surat laporan keberatan dari masyarakat yang dikuasakan ke LBH Bertuah Sergai sudah dilayangkan ke Polda Sumbar pada tanggal 5 Agustus 2018, tapi sangat disayangkan sudah lebih satu tahun penanganannya masih jalan ditempat.
Sementara semua saksi dan yang melaporkan sudah dilakukan pengambilan keterangan, toh peningkatan penanganan kasus tersebut tidak ada. Berdasarkan ini maka kita menyampaikan laporan tersebut ke Kapolri dan Kemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tegas Yunasril.
Ditambahkan Pengacara LBH Bertuah Sergai Rustam Efendi SH didampingi humas Zuhari, memang laporan yang disampaikan itu tidak hanya ke Kapolri, kita juga sudah menyampaikannya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia pada Selasa, 12 Februari 2020, dengan Nomor : 20/A/LBH-B/II/2020 dengan perihal mohon atensi terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat pertambangan yang diduga tidak memiliki izin.
“Surat yang disampaikan sudah diterima langsung oleh pegawai bagian sekretariat penanganan pengaduan kasus lingkungan hidup dan kehutanan Fitri pada tanggal 12 Februari 2020,” jelasnya.
Lanjut Rustam Efendi, dalam surat laporan yang disampaikan tersebut kita jelaskan bahwa pengelolaan dan eksploitasi (Pertambangan) Bukit Batu Putiah yang dilakukan oleh PT. Bakapindo dan perusahaan lainnya di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, berdampak langsung atas kegiatan pertambangan tersebut terhadap masyarakat dan masyarakat merasa keberatan atas diperpanjangnya izin pertambangan yang sudah berakhir pada tanggal 23 Mei 2018 . Meski sudah berakhir izin, tapi PT. Bakapindo masih saja melakukan kegiatan pertambangan tanpa mengantongi izin resmi.
Keberatan masyarakat tersebut sudah kita layangkan surat langsung ke Gubernur Sumbar dengan Nomor : 010/A/LBH.B/VII/2018, tertanggal 12 Juli 2018, Kapolda Sumbar, Bupati Agam dan Kapolres dengan surat Nomor : 011/A/LBH.H/VII/2018, tertanggal 27 Juli 2018 dan ke Direktur PT. Bakapindo dengan Nomor surat : 015/LBH.H/VII/2018.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Pada pasal 98 ditegaskan “Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampuinya baku mutu udara ambient, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan kurungan badan paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun dengan denda paling sedikit Rp. 3 Miliyar dan paling banyak 10 Miliyar“.
Sedangkan di pasal 102 dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud pasal 59 ayat 4, pidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun dan denda paling sedikit Rp.1 Miliyar dan paling banyak Rp. 3 Miliyar.
Selanjutnya kata Rustam, bahwa menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan Batubara, pasal yang memuat sanksi pidana diatur dalam Bab XXIII tentang ketentuan pidana, yang didalamnya terdapat 8 pasal mulai dari pasal 158 sampai dengan pasal 165, paparnya.
Ditambahkannya, pada pasal 158 tersebut ditegaskan bahwa “Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP,IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37,pasal 40 ayat (3), pasal 48,pasal 67 ayat (1), pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.10 Miliyar“.
Berikutnya dipasal 159 sebut Rustam, dijelaskan bahwa Pemegang IUP,IPR atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (1), pasal 70 huruf e, pasal 81 ayat (1), pasal 105 ayat (4), pasal 110 atau pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.10 Miliyar.
Nah, dipasal 160 ayat 1 dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan eksploitasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 atau pasal 74 ayat (1) dipidana dengan pida kurungan badan paling lama 1 tahun atau dengan denda paling banyak Rp. 200 Juta.
“Kita berharap masalah ini dapat ditindaklanjuti oleh Kapolri dan Kemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Repbulik Indonesia dengan profesional dan tidak menempatkan dalam penegakan hukum tajam kebawah tumpul keatas,”harap Rustam mengakhiri.(wm/Adi)