WARTAMANDAILING.COM, Padangsidimpuan – Pembangunan GOR di Simarsayang, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan bersumber dana dari BKKPP senilai Rp 3,4 miliar lebih yang merupakan lahan atas bangunan tersebut adalah bagian dari wilayah tanah adat/tanah ulayat Kekuriaan/Kedewanan Negeri Losung Batu disinyalir sarat penyimpangan yang mengarah pada dugaan penyerobotan.
Belum diketahui apa dasar atau alas hak serta kapan adanya penerbitan surat maupun pelepasan tanah adat milik masyarakat Kekuriaan/Kedewanan Negeri Losung Batu ke pemerintah sehingga ditampung dan dikucurkannya anggaran untuk pembangunan GOR tersebut.
Demikian diungkapkan Asalsah Harahap, ST gelar Sutan Radja Asal III Bagas Godang Losung Batu (Raja Luat/Panusunan Bulung Kekuriaan/Kedewanan Negeri Losung Batu ) Generasi ke -12 Ompu Toga Langit Losung Batu kepada media ini, Minggu (22/10/2023) yang menyebut, proyek pembangunan GOR di lokasi Simarsayang merupakan bukti kejahatan berjamaah oleh sejumlah oknum yang sengaja diduga melakukan praktik maladministrasi.
Asalsah menegaskan bukti kalau wilayah bukit Simarsayang termasuk tanah adat kekurian/kedewanan Losung Batu adalah adanya pembayaran blasting atau pajak bumi bangunan (PBB) istilah sekarang, yaitu pembayaran pajaknya kepada Dewan Negeri Losung Batu yang kantornya berada di Balerong Batu (Pajak Batu saat ini) dengan bukti otentik surat tertanggal 14 Juni 1910 yang ada pada dirinya dan tidak bisa dibantahkan lagi alas haknya.
“Apakah sebelumnya pihak pemerintah tidak mengetahui maupun tidak melakukan peninjauan lokasi atau kajian-kajian dari berbagai aspek pada perencanaan pembangunan GOR tersebut sehingga terkesan sengaja mengabaikan dan tidak melibatkan pemilik tanah ulayat,” tegas Asalsah saat ditemui di salah satu lobi hotel ternama di Padangsidimpuan.
Asalsah mengatakan, penguasaan lahan pada pembangunan GOR yang sedang berlangsung tepatnya di lembah bukit Simarsayang dinilai semena-mena dilakukan pemerintah kota Padangsidimpuan adalah juga bukti kesengajaan menghilangkan fakta sejarah adanya Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Padahal, kata dia, di dalam Undang-undang dijelaskan bahwa pemerintah mengakui, menghormati dan memberdayakan hak-hak masyarakat hukum adat dengan berpedoman kepada Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen pada pasal 18b ayat 2 yaitu negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan MHA beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup.
“Kemudian pada pasal 28i ayat 3 Undang-Undang 1945 juga disebutkan, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Hak masyarakat hukum adat yang disebut hak ulayat diakui hukum tanah nasional, apakah ketentuan ini juga diabaikan mereka (pihak pemerintah kota Padangsidimpuan),” paparnya lagi.
Menurut pria alumni jurusan teknik sipil Universitas Sumatera Utara (USU) angkatan 1992 ini, sebelum proyek pembangunan GOR dilaksanakan, seyogyanya pihak pemerintah melakukan koordinasi dengan pihak Panusunan Bulung/Raja Luat Kekuriaan Negeri Losung Batu atau setidaknya merunut sejarah mula berdirinya gedung UGN yang dibangun di atas lahan bukit Simarsayang.
“Kami sangat mendukung program pemerintah dalam hal pembangunan di kota ini, termasuk pembangunan GOR tersebut. Namun, sebelumnya lakukan dulu peninjauan, evaluasi dan ingat sejarah. Jangan terkesan terburu-buru sehingga merugikan pihak lain untuk sarat kepentingan saja,” terang Asalsah.
Apalagi, lanjut Asalsah, saat ini masih ada bangunan gedung GOR di komplek perkantoran Pijorkoling yang menurutnya layak digunakan masyarakat sehingga juga terkesan mubazir atau menghamburkan keuangan daerah.
Oleh sebab itu, dirinya telah menyurati beberapa instansi untuk meminta audiensi maupun klarifikasi seputar pembangunan GOR di lembah bukit Simarsayang guna mendapatkan penjelasan resmi yang hingga saat ini belum mendapatkan respon serta tanggapan dari pihak dimaksud.
Dijelaskan, selama bertahun-tahun belakangan ini ia mengabdikan dirinya memperjuangkan tanah adat/tanah ulayat Kekuriaan /Kedewanan Negeri Losung Batu yang meliputi Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Kecamatan Padangsidimpuan Selatan serta Kecamatan Angkola Selatan, sebagian Angkola Sangkunur, Danau Siais kabupaten Tapsel hingga Batu Mundom kabupaten Madina yang berbatasan langsung dengan Lautan Hindia didasari sebagai tugas mulia dalam memperjuangkan hak tanah adat tentunya sebagai tanggung jawab dirinya sebagai Raja Luat Kekuriaan/Kedewanan Negeri Losung Batu untuk diwariskan kepada generasi berikutnya.
“Intinya, kita sangat mendukung program pembangunan yang dicanangkan pemerintah, namun diharapkan juga jangan sampai mengabaikan kajian dan aspek sosial, ekonomi apalagi kearifan lokal palsafah Adat Dalihan Natolu dan terlebih sejarah yang melibatkan MHA sesuai luat masing-masing terkhusus MHA Kekuriaan/Kedewanan Negeri Losung Batu,” pungkas Raja Luat Asalsah Harahap. (Tim)