WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Tiga warga Dusun Silinggom Linggom, Desa Sanggapati, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) melakukan aksi protes dengan mengubur diri di areal lahan kebun milik warga yang sudah diratakan PT Toba Pulp Lestari (TPL) pada Kamis (18/4/2024).
Mereka yang mengubur diri ialah Irwansyah Siregar, Marzuki Pulungan dan Hidir Harahap. Ketiganya merupakan warga setempat, mereka seperti terancam dan tak kuasa melawan PT TPL yang merampas lahan sumber mata pencahariannya.
Aksi mengubur diri ini mereka lakukan sebagai akumulasi protes terhadap pemerintah daerah yang dinilai tidak peka terhadap nasib rakyat Kabupaten Tapanuli Selatan. Mereka menganggap sikap pemerintah terkesan diam dan melakukan pembiaran.
Ekspresi mengubur diri yang dilakukan secara spontan itu juga bentuk aksi protes terhadap Polres Tapsel lantaran beberapa laporan polisi atau aduan masyarakat yang dinilai lamban penanganan perkaranya. Mereka kecewa proses hukum atas dugaan penyerobotan dan pengrusakan TPL yang terkesan pembiaran tanpa melakukan tindakan tegas.
Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Tapsel, Abdul Rahman Purba yang menyaksikan langsung menjelaskan, aksi mengubur diri ketiga pria tersebut adalah sebagai bentuk perjuangan dan penolakan dari warga terkait sengketa lahan dengan PT TPL.
“Aksi mereka ini adalah bentuk protes terhadap pemerintah, warga menolak keberadaan serta aktivitas yang dilakukan TPL di area lahan budidaya yang merupakan mata pencaharian mereka,” ungkap Purba ketika ditanyai makna dari aksi warga mengubur diri ini.
Menurut Purba panggilan akrab ketua LMPI Tapsel ini, aksi kubur diri juga sebagai ungkapan kekecewaan warga terhadap pemerintah daerah. Mereka mengibaratkan dirinya lebih baik terkubur daripada merelakan lahannya dikuasai perusahaan.
“Mereka juga mengibaratkan terkuburnya hukum serta perhatian pemerintah terhadap rakyat setelah apa yang dilakukan pihak TPL,” tutup Purba.
Berbeda dengan warga lainnya, mereka justru melawan jika TPL bersikeras merusak dan menyerobot lahan kebun milik warga. Mereka pun menyatakan sikap rela mati demi mempertahankan haknya.
“Jika harus pertumpahan darah terjadi, mati sekalipun kami rela melawan TPL ini,” kata warga yang belum berkenan namanya ditulis.
Sementara itu, pihak PT TPL selalu mengatakan bahwa lokasi kegiatan perkebunan yang dimaksud berada di dalam Areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) Perseroan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1992, sebagaimana terakhir diubah dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No: SK. 1487/Menlhk/Setjen/HPL.0/12/2021.
Keseluruhannya merupakan kawasan Hutan Negara sebagaimana Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 579/Menhut-II/2014 tentang Tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara jo. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No: SK.6609/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021, tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara Sampai dengan Tahun 2020.
Kemudian juga telah dilakukan penataan batas berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: SK. 704/Menhut-II/2013 tanggal 21 Oktober 2013 tentang Penetapan Batas Areal Kerja PBPH Perseroan.
Sebagai landasan, lahan-lahan yang menjadi konflik saat ini adalah merupakan bagian dari 28.340 hektare areal di kawasan Tapanuli bagian Selatan (Tabagsel) berdasarkan peta areal konsesi yang dimiliki PT TPL. (Tim)