WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Pasca kebakaran mini bus Hijet 1000 di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 14-229325 Natal pada Selasa (23/04/24) lalu, Kepolisian Resor (Polres) Mandailing Natal (Madina) terus lakukan penyelidikan atas kejadian yang sempat viral di berbagai media online tersebut.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Madina AKBP Arie Sofandi Paloh SH, SIK melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Iptu Taufik Siregar yang dikonfirmasi via pesan WhatsApps (WA) Senin (06/05/24) melalui Plh Kasi Humas Polres Madina sekaligus Kepala Bagian Operasional (KBO) Reskrim Ipda Bagus Seto SH menyampaikan penanganan perkara kebakaran di SPBU Natal masih dalam proses penyelidikan”
“Kebakaran mini bus di SPBU Natal masih dalam proses penyelidikan, akan di undang saksi – saksi di TKP, serta pemilik mini bus yang terbakar untuk memberikan keterangan” Ungkap Ipda Bagus Seto SH, Senin (06/05/24).
Terkait dengan insiden kebakaran ini, warga Natal berharap pihak kepolisian Polres Mandailing Natal juga harus memanggil pihak management SPBU Natal.
“Usut tuntas kasus ini, sebab, perihal seperti ini sudah berulang kali terjadi, selain itu, kelangkaan minyak sering didapatkan di SPBU ini akibat disedot pemburu minyak jeriken, ini sangat merugikan masyarakat, “ujar warga.
Sebelumnya diberitakan kejadian kebakaran yang menimpa satu unit mini bus di SPBU 14-229325 Natal, yang diduga akibat korsleting pada bagian aki mini bus pada saat sedang mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite kedalam jerigen yang berada didalam mobil mini bus tersebut.
Sehingga menimbulkan dugaan bahwa mini bus yang terbakar di SPBU Natal merupakan pengangkut minyak bersubsidi jenis pertalite yang disalah gunakan dan bertentangan dengan pasal 23 Ayat (2) serta dapat dijerat dengan Pasal 53 huruf b dan d, dan juga Pasal Undang- Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 55 UU No 21/2001
“Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga
Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi
Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)” (*)