WARTAMANDAILING.COM, Padangsidimpuan – Eksekusi Kedai Kopi lampu merah depan Pos Kota di jalan Jend. Sudirman, Kecamatan Padangsidimpuan Utara diwarnai aksi penghadangan. Ada puluhan massa yang berusaha menggagalkan eksekusi juru sita Pengadilan Agama Padangsidimpuan. Sambil berjejer di depan Ruko, massa mendesak Pengadilan Agama agar membatalkan eksekusi.
Upaya penolakan tersebut, karena pelaksanaan eksekusi dinilai cacat hukum. Di antaranya, karena eksekusi yang dilaksanakan, Kamis (13/06/2024) pihak tergugat Alwin Fanany Ritonga bersama kuasa hukumnya Amin M. Ghamal, SH Alwi Akbar Ginting, S.H. dan Awaluddin Harahap, SH menilai penetapan putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim dengan nomor perkara 58/Pdt.G/2021/PA.Psp. dan risalah lelang cacat hukum dan tidak mencerminkan norma keadilan.
Cacat hukum diartikan karena pihak Penggugat tidak berwenang melakukan gugatan disebabkan perkawinan ibu kandung penggugat dengan ayah penggugat pada tahun 1991 sudah dibatalkan secara hukum dan telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan dengan Register Perkara Nomor 351/PTS//1989/1990 tertanggal 31 Desember 1990.
“Mana mungkin pihak penggugat mau mengambil hak warisnya klien kami atas nama Alwin Fanany Ritonga sementara ibu kandung penggugat dengan ayah penggugat pada tahun 1991 sudah dibatalkan secara hukum dan telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan dengan Register Perkara Nomor 351/PTS//1989/1990 tertanggal 31 Desember 1990. Sehingga dengan putusan dimaksud secara otomatis anak yang ibu dan ayahnya yang dibatalkan perkawinannya oleh Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan dianggap sebagai anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah di mata hukum dan dengan serta merta tidak berwenang mewarisi harta dari ayah si penggugat ,” terang kuasa hukum.
Kemudian, alasan kedua dikatakan kuasa hukum tergugat menolak eksekusi tersebut, ditemukan Kesepakatan Perdamaian (Akta Vandading) yang sudah dikuatkan dalam putusan Register Perkara Nomor 17/Pdt.G/2014/PN.Psp yang isinya Terhadap Harta Warisan dari HBP Ritonga/Ritonga Coy harus sudah dibagi secara hukum faraid Islam yang wajib dilaksanakan paling lama akhir tahun 2014.
Namun kenyataannya isi putusan Nomor 17/Pdt.G/2014/PN.Psp tidak pernah dilaksanakan oleh seluruh ahli waris dari HBP Ritonga.
Dari amatan awak media setelah hampir satu jam proses pelaksanaan eksekusi yang “dipaksakan” oleh panitera Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan, Nelson Dongoran, dengan ending Penolakan dikarenakan pihak Alwin Fannany Ritonga Cs yang berpegang teguh pada prinsip bahwa perolehan hak waris kepada mereka harus jelas, dan tidak ingin muncul masalah yang baru lagi tentang kemelut sengketa warisan tersebut.
Akhirnya Kabag OPS Polres Padangsidimpuan , AKP. Pandapotan Butar-butar, S.H. yang turut mendampingi juru sita dari Pengadilan Agama Padangsidimpuan menyarankan kedua belah pihak (Pengadilan Agama dan pihak tergugat) untuk melakukan mediasi di Mapolres kota Padangsidimpuan guna menghindari terjadinya potensi ketidak kondusifan.
Atas tindakan Kabag Ops. tersebut baik dari Pengadilan Agama dan pihak Tergugat sepakat untuk melakukan mediasi di Mapolres Padangsidimpuan.
Mendengarkan hal tersebut pihak tergugat baik prinsipal dan kuasa hukumnya meminta agar eksekusi jangan dulu dilakukan sebelum perkara gugatan mereka yang kini berada di Mahkamah Agung dan pengaduan Laporan Polisi dugaan Pemalsuan Tandatangan ke Polda Sumut mendapatkan titik terang.
Akhirnya pihak kepolisian sepakat agar menunggu titik terang proses hukum yang berlangsung. (MN)