Tradisi Sedekah Bumi, Sebuah Cara Syukur Warga Desa Kepada Sang Pencipta

Beragam macam makanan yang sudah diolah dihidangkan di lokasi perayaan, tradisi hajatan seperti ini sejak turun temurun tetap dijaga oleh warga desa hingga sampai saat ini. fhoto : Istimewa.
Beragam macam makanan yang sudah diolah dihidangkan di lokasi perayaan, tradisi hajatan seperti ini sejak turun temurun tetap dijaga oleh warga desa hingga sampai saat ini. fhoto : Istimewa.

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Sedekah bumi sebagai ritual adat yang begitu kuat diresapi oleh masyarakat desa. Ada perbedaan perayaan ini dari perayaan-perayaan lainnya. Terlihat ratusan warga dari dua desa beriringan menuju Marajoran yang menjadi pusat pelaksanaannya. Seperti halnya dari desa induk Desa Banjar Malayu dan anak desanya Desa Lubuk Bondar Panjang, Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal.

Masyarakat berbondong bondong sambil membawa makanan yang sudah diolah berangkat menuju lapangan tempat perayaan digelar. Para warga berebut sajian setelah dihajatkan oleh tetua adat dan tokoh agama lalu dibagikan kepada seluruh warga kampung.

Pelaksanaan hajatan dilaksanakan setelah semua sajian makanan dari semua warga terkumpul dan diawali dengan pengarahan dan bimbingan dari sesepuh ‘situak kampung’ wilayah tersebut.

Membayar nazar atau hajatan seperti ini setiap tahun dilaksanakan, pelaksanaannya setelah musim panen, sedekah bumi atau syukuran ini digelar biasanya pada bulan Zulkaedah, “ujar Irwansyah Kades Lubuk Bondar Panjang kepada Wartamandailing. Jumat (5/7/2024)

Dijelaskan, sejarah singkat sedekah bumi merupakan sebuah upacara atau tradisi sebagai bentuk rasa syukur masyarakat atas hasil bumi yang telah mereka dapatkan.

Tradisi ini dilakukan dengan cara makan bersama sebagai bentuk rasa syukur dan bentuk kebersamaan antar warga desa, “ujar Irwansyah.

Sedekah bumi merupakan ritual atau upacara sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada sang pencipta dan hajatan seperti ini telah berlangsung selama ratusan tahun.

Read More

Hajatan sedekah hasil bumi juga dipercaya oleh kebanyakan warga desa sebagai ‘Tolak Bala’ artinya untuk membebaskan diri dari pengaruh jahat, bencana atau bahaya, penyakit dan sebagainya. tradisi seperti ini sejak turun temurun tetap dijaga oleh warga desa hingga sampai saat ini.

Syukuran sedekah bumi dilakukan oleh masyarakat yang pada umumnya sumber kehidupannya dari ladang, sawah dan nelayan.

Raja dan anak raja dan sesepuh kampung, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat ‘Manor tor’ bersama, fhoto : Istimewa.

Ritual ini dilakukan atas rasa syukur terhadap hasil bumi yang mereka tuai. Dalam prosesnya, sedekah bumi diawali dengan doa, pengarahan dari sesepuh desa lalu dilanjutkan dengan manor tor oleh tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Doa dilakukan terlebih dahulu untuk pemuliaan leluhur dan alam lalu dilanjutkan dengan manor tor yang diiringi musik tradisional gondang dua, manor tor ini juga diiringi dengan lantunan syair yang berbunyi memuja sang pencipta dan nasehat kepada seluruh warga kampung.

Setelah itu, prosesi sedekah bumi dilanjutkan dengan pelaksanaan berbagi makanan, kenduri atau makan bersama.

Biasanya, warga desa memberikan makanannya untuk dibagikan tokoh adat dan tokoh agama kepada masyarakat lalu dihidangkan dan disajikan seterusnya dimakan bersama.

Makanan yang dibagikan itu, biasanya nasi pulut dilengkapi kelapa parut yang sudah dimasak dengan campuran gula merah ‘Inti’ Mandailing-red, nasi putih, gulai ayam kampung dan gulai ikan jurung (Mera).

Nasi pulut yang sudah masak dibawa dari rumah masing-masing peserta itu memiliki arti dan simbol perekat dan pemanis dalam hubungan antar masyarakat desa. Saling berbagi dan peduli, merawat dan mengayomi generasi anak cucu adalah suatu sumber keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat desa.

Tampak antusias warga menyaksikan ragam macam kegiatan yang di gelar di lapangan marajoran, fhoto : Istimewa.

Rasa syukur dan terima kasih kepada sang pencipta atas kemurahan alam, kemakmuran dan kesejahteraan yang telah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat kampung itu sendiri.

Syukuran atau sedekah bumi dilanjutkan dengan prosesi manor tor raja-raja dan tetua kampung, serta naposo nauli bulung (pemuda pemudi) yang diiringi musik tradisional gondang dua. Masyarakat manor tor (Menari) dengan berpasang pasangan sebagai simbol kerukunan dan kebersamaan masyarakat desa. (Has)