WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Forum Masyarakat Pegiat Konservasi Tabagsel (FMPKT) mengajak pemerintah agar menolak kehadiran World Wide Fund For Nature (WWF) Indonesia untuk tidak melakukan aktivitas di Kawasan Ekosisem Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Seruan penolakan itu disampaikan FMPKT lewat pernyataan sikap bersama secara tegas menjaga Keberlangsungan dan keberlanjutan kawasan ekosistem Batangtoru yang ditandatangani bersama pada tanggal 18 Juni 2024 kemarin.
Ketua Naposo Nauli Bulung (NNB) Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Riski Abadi Rambe menuturkan, landscape batang toru merupakan salah satu daerah yang menjadi kawasan Key Biodiversity Area yang berada di provinsi Sumatera Utara. Kawasan tersebut merupakan habitat dari spesies kharismatik yang dilindungi dan terancam punah, seperti Harimau Sumatera dan Orangutan Tapanuli.
Selain itu, tingginya tingkat interaksi masyarakat lokal terhadap kawasan tersebut menjadi daya tarik tersendiri terhadap upaya perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan terhadap keberadaan dan eksistensi Kawasan Ekosistem Batangtoru.
Massif dan beragamnya dinamika yang terjadi dikawasan Ekosistem Batangtoru, menjadi pintu masuk untuk melahirkan berbagai inisiatif dan program dari berbagai pihak.
“Hingga saat ini, kita dapat melihat banyaknya inisiatif program dan proyek yang dilahirkan oleh kelompok masyarakat sipil / Lembaga Swadaya Masyarakat, yang katanya sebagai bentuk kepedulian terhadap eksistensi Kawasan Ekosistem Batang Toru. Pertanyaannya, seberapa besar manfaat yang ditimbulkan dari kehadiran kelompok-kelompok tersebut?” ungkap Riski.
Diungkapkannya, informasi terbaru yang diperoleh FMPKT bahwa WWF Indonesia juga akan bekerja pada Kawasan Ekosistem Batang Toru, tanpa ada melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan lembaga – lembaga lokal Tabagsel sebagai pemangku wilayah, sehingga akan mengulang kejadian sama seperti yang sebelumnya dilakukan oleh lembaga – lembaga yang berasal dari luar Tabagsel.
“Apakah kita sebagai putra daerah akan berdiam diri dan akan menjadi penonton di rumah sendiri?” tambahnya lagi.
Sebab itu, FMPKT tentunya akan merasa lebih resah dan beranggapan buruk atas kedatangan dari WWF Indonesia di kawasan Ekosistem Batangtoru yang juga akan berlaku sama di daerah lain konsesinya kerjanya hanya sebagai kedok dan pencitraan belaka sesuai dengan SK yang dikeluarkan oleh Menteri LHK SK Nomor 32 / Menlhk / Setjen / KUM.1 /1/2020.
“Sekali lagi kami tegaskan, bahwa massifmya program / proyek yang di implementasikan oleh lembaga – lembaga yang berasal dari luar Tabagsel dengan menjadikan Kawasan Ekosistem Batang toru sebagai Lokus, tanpa pernah membuka ruang dialogis dengan lembaga-lembaga yang dibangun oleh Putra Daerah Tabagsel utamanya Kelompok jaringan NGO yang tergabung di dalam merupakan sebuah tantangan dan ancaman yang dapat memicu konflik horizontal antar NGO ( Lokal Tabagsel dan Luar Tabagsel ),” ungkap Riski.
Dipaparkannya lagi, dari hasil pemetaan dan identifikasi aktor NGO yang dilakukan kawan – kawan Jaringan, telah teridentifikasi lebih dari 5 lembaga yang berasal dari luar tabagsel ( Lembaga Regional, Nasional, Internasional ) dengan berbagai isu dan thematic proyek sebagai focus kegiatan di kawasan EBT.
Pelaksanan Proyek tanpa berkoordinasi dengan kawan – kawan lembaga local Tabagsel, merupakan bentuk pengabaian yang menafikkan eksistensi lembaga local sebagai pemilik Kawasan, sehingga akan mengulang kejadian sama seperti yang sebelumnya dilakukan oleh lembaga – lembaga yang berasal dari luar Tabagsel.
Menyikapi keresahan dan situasi tersebut, FMPKT sebagai salah satu yang menjadi bagian dari kemitraan kolaborasi ekosistem Batangtoru merasa perlu dan berinisiatif agar dilakukan refleksi dan konsolidasi bersama.
Sebagai tahapan awal konsolidasi, dengan harapan mampu menghasilkan data, Informasi, Ide, Gagasan yang akan dijadikan bahan dan acuan yang akan menghasilkan Rencana Strategis, Agenda Taktis / strategis sebagai panduan gerakan bersama yang akan memberikan tekanan terhadap keberadaan program lembaga luar tersebut.
Berikut poin-poin pernyataan sikap FMPKT yang dituangkan lalu ditujukan kepada sejumlah pejabat tinggi daerah, di antaranya:
- Meminta kepada Bupati Tapanuli Selatan secara bersama – sama memberikan sikap secara tertulis dan dengan tegas menolak kehadiran WWF Indonesia agar tidak beraktivitas di Kawasan Ekosisem Batangtoru mengingat bahwa WWF Indonesia adalah lembaga yang sudah mendapatkan blacklist dari KLHK yang sudah menghianati Etika Ekologi yang hanya sebagai Kedok dan Pencitraan saja;
- Meminta kepada Bupati Tapanuli Selatan agar memanggil seluruh Pemangku Kebijakan beserta seluruh NGO’s yang beraktivitas di Kawasan Ekosistem Batangtoru khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memberikan laporan dan pertanggungjawaban sudah sejauh mana pelestarian lingkungan yang mereka lakukan dan dampak apa yang diberikan terhadap masyarakat Tapanuli Selatan, mengingat mereka mengatakan dengan berbagai macam pernyataan bahwa bukan sekedar bersinggungan dengan manusianya tapi dengan Isinya serta kawasannya, akan tetapi itu tentang wilayah yang terkena dampak disekitarnya adalah masyarakatnya, namun yang pastinya mereka menjual program proposal kepada Donor mengatasnamakan Kawasan Ekosistem Batangtoru hanya untuk kepentingan memperkaya individual atau kelompok tanpa memikirkan kesejahteraan masyarakat lokal, tentu sebagai Bupati yang menjadi harapan masyarakat harus terjadi keseimbangan yang saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain;
- Meminta kepada Private Sektor khususnya PT. Agincourt Resources dan PT. NSHE serta yang ada di Sekitaran Kawasan Ekosistem Batangtoru untuk tidak memberikan ruang kepada WWF Indonesia terkait akses pendanaan dalam hal berkegiatan di Kawasan Ekosistem Batangtoru;
- Meminta kepada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini KPH yang ada wilayah kerjanya di Kawasan Ekosistem Batangtoru begitu juga dengan Bidang KSDA Wilayah III Padangsidimpuan agar bersama-sama menyatakan sikap untuk menolak kehadiran WWF Indonesia untuk beraktivitas Kawasan Ekosistem Batangtoru sebagai landasan surat yang sudah dikelurkan oleh Menteri LHK Nomor SK.32 / Menlhk / Setjen / KUM.1 / 1 / 2020;
- Meminta kepada Bupati Tapanuli Selatan agar memanggil seluruh Yayasan atau Lembaga Konservasi Lingkungan yang beraktivitas di Kawasan Ekosistem Batangtoru yang bekerjasama dengan KLHK khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memberikan keterangan dan pertanggungjawaban sebagai Publish Keberlangsungan Kawasan Ekosistem Batangtoru dalam wujud pelestarian Kawasan Ekosistem.
- Meminta kepada seluruh Private Sektor khususnya PT Agincourt Resources, PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) agar lebih memperhatikan dan mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga lokal guna meningkatkan kapasitas dan menjadi Support System Peran NGO lokal dalam program pengembangan masyarakat di wilayah Ekosistem Batangtoru. (Nas)