6 Korban Jiwa Akibat PETI Jadi Potret Buram di Madina

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Hari Bhayangkara ke-79 seharusnya menjadi momentum suka cita, refleksi, dan semangat pelayanan terbaik bagi masyarakat. Namun di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, perayaan ini justru dibayang-bayangi oleh catatan kelam, enam nyawa melayang dalam satu bulan terakhir akibat aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI), Selasa, (24/6/2025).

Tragedi demi tragedi di Bumi Gordang Sembilan yang menimpa para penambang dan bahkan anak-anak tak berdosa, menjadi kado pahit yang mengguncang nurani.

Di tengah semangat institusi kepolisian sebagai yang menegakkan hukum dan menjaga keselamatan publik, fakta bahwa PETI masih menjamur dan menelan korban jiwa menjadi alarm keras bahwa tindakan tegas tak bisa lagi ditunda.

6 Tragedi Tambang Ilegal dalam 30 Hari: Potret Buram Keamanan di Mandailing Natal

  1. Tertimbun Material Tambang di Aekorsik (15 Mei 2025)

Ahmad Mudo Harahap (48), warga Desa Suka Makmur, meninggal dunia setelah tertimpa material tanah saat menambang secara ilegal di Aekorsik, Desa Tagilang Julu. Insiden ini menjadi lonceng peringatan pertama atas buruknya sistem keselamatan di tambang liar.

  1. Longsor di Bulu Cino Renggut Warga Lingga Bayu (22 Mei 2025)

Maradongan (55), warga Kampung Baru, tertimbun tanah saat menambang emas di Bulu Cino. Area ini dikenal sebagai lokasi rawan longsor, tapi masih terus dieksploitasi tanpa perhitungan geoteknik.

  1. Pemuda 25 Tahun Tewas Tertimbun (25 Mei 2025)

Abi Kholifah (25) dari Desa Ampung Siala tewas tertimbun tanah saat menambang. Kejadian ini menggambarkan minimnya standar keselamatan dan lemahnya pengawasan di lapangan.

Bacaan Lainnya
  1. Tragedi Tambang di Simpang Durian (13 Juni 2025)

Rokman meninggal setelah tertimbun batu besar di tambang milik seseorang berinisial “P” di Desa Simpang Durian. Tragedi ini memperlihatkan masih banyaknya oknum yang bermain dalam praktik tambang ilegal.

  1. Dua Bocah Tewas di Kolam Tambang (29 Mei 2025)

Regina (10) dan Sopiah (9) tenggelam di lubang bekas tambang emas di Desa Rantobi. Kolam maut ini tidak diberi tanda bahaya, apalagi dipagar, menunjukkan kelalaian yang fatal.

Di tengah peringatan Hari Bhayangkara ke-79, tragedi ini harus menjadi cambuk bagi semua pihak termasuk aparat kepolisian, pemerintah daerah, dan instansi terkait untuk tidak hanya merayakan seremonial, tetapi juga menegakkan keadilan dan keselamatan rakyat secara nyata.

“Tambang ilegal bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga merenggut nyawa. Harus ada upaya bersama untuk menyelamatkan masyarakat dari bencana yang terus mengintai ini,” ucap Pemerhati lingkungan Tabagsel, Bang Regar.

Kondisi ini seharusnya menjadi prioritas kerja Polres Mandailing Natal dan aparat penegak hukum lainnya. Pengawasan ketat terhadap aktivitas tambang ilegal, penindakan terhadap pemilik modal, serta rehabilitasi lingkungan bekas tambang harus segera dilaksanakan. (Tim)

Pos terkait