WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Setelah dilaporkan tentang dugaan perambahan hutan lindung, oknum anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) berinisial ASH juga diterpa isu panas, yaitu dugaan intimidasi terhadap aparat TNI yang sedang bertugas melakukan pengamanan di salah satu konsesi perusahaan perkebunan tanaman industri.
Dugaan itu menjadi topik hangat di kalangan publik setelah beredar luasnya cuplikan video di sejumlah grup whatsapp dan postingan di media sosial yang mempertontonkan sejumlah aparat TNI terkesan mendapat tekanan dari oknum ASH.
Oknum DPRD yang diketahui kader partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu diduga mengintimidasi aparat TNI dengan melibatkan dua nama lembaga penegakan hukum, sehingga terkesan pemanfaatan nama besar institusi negara.
“Seorang wakil rakyat terlihat bodoh bila mengatakan tidak ada fungsi TNI di dalam kawasan hutan, seolah tidak memahami Perpres Nomor 5 Tahun 2025 yang baru dibentuk Presiden Prabowo,” kata salah satu aktivis Gabungan Aliansi Pergerakan Tapanuli (GAPERTA) usai menyimak cuplikan video yang diterimanya, Jumat (18/7/2025).
Menurutnya, oknum yang terkesan menjual atau membawa bawa nama institusi penegakan hukum untuk tugas pengawasan lapangan adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang tidak bisa ditoleransi.
Ia menilai, situasi yang dapat menimbulkan spekulasi bahwa dugaan intimidasi seperti ini berpotensi masuk dalam zona abu-abu antara pelanggaran hukum dan perlindungan politik.
“Jika kasus ini tidak ditindak tegas, maka kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di daerah akan merosot drastis. Apalagi, jika penyalahgunaan kekuasaan ini dilakukan oleh aktor-aktor politik yang justru seharusnya menjadi contoh bagi rakyat,” ungkap Steven dengan nada tegas.
Kata dia, hal ini adalah bentuk tekanan bagi masyarakat sipil yang tidak ingin hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Apalagi oknum ASH saat ini didugakan sebagai pelaku kejahatan hutan yang sudah dilaporkan ke Polres Tapsel.
Steven juga menanggapi beredarnya cuplikan video ASH saat berada di tengah-tengah masyarakat sedang menyuarakan ketidakadilan perusahaan yang memiliki izin konsesi terhadap areal yang diklaim warga.
Dalam video itu, ASH menyampaikan berbagai narasi yang mencatut jabatan Bupati dan Presiden. Namun menurut Steven, hal yang dilakukan ASH merupakan minimnya pemahaman seorang wakil rakyat dalam birokrasi maupun mekanisme hukum.
“Meminta kehadiran Satgas PKH melakukan penindakan di dalam konsesi perusahaan kan adalah suatu ketidakpahaman seorang publik figur yang notabenenya seorang anggota DPRD,” terang Steven sembari memperlihatkan cuplikan video yang sengaja diupload ke media sosial.
Bagi dia, sikap ASH yang selalu tampil dalam memperjuangkan konflik lahan di areal konsesi salah satu perusahaan di Kecamatan Angkola Timur, ternyata berbanding terbalik. Dia beranggapan, sikap maupun narasi yang disuarakan ASH tergolong unsur provokasi.
Nah, kembali kepada persoalan laporan GAPERTA terkait dugaan perambahan hutan lindung, Steven menegaskan kalau hukum tidak boleh kalah dari kekuasaan. Meski terduga pelaku merupakan salah seorang anggota DPRD.
“Sudah saatnya semua elemen penegak hukum bergerak tanpa pandang bulu. Tak peduli ia dari partai apa, dekat dengan siapa, atau mengaku membawa/menjual nama siapa, hukum tetap harus ditegakkan,” tegasnya lagi.
Dikatakannya lagi, perambahan hutan bukan hanya merusak alam, tetapi juga masa depan generasi. Jangan biarkan wakil rakyat bermental penggarong alam, lalu berlindung di balik jabatan dan simbol partai.
“Kalau kita diam, kita ikut bersalah. Suara rakyat dan hukum harus berdiri lebih tinggi dari kekuasaan,” pungkas Stevenson menanggapi cuplikan video dan laporan yang mereka layangkan. (Tim)