WARTAMANDAILING.COM, Padangsidimpuan – Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI), yang digadang-gadang sebagai solusi bagi petani, kini justru menjadi lahan basah bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab.
Di berbagai daerah, khususnya di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Mandailing Natal (Madina), muncul dugaan kuat bahwa proyek irigasi yang seharusnya menjadi berkah, malah menjadi petaka.
Gabungan Pergerakan Tapanuli (GAPERTA) bersama sejumlah lembaga lainnya menemukan indikasi bahwa proyek P3-TGAI senilai Rp195 juta per titik, yang seharusnya dikelola secara swakelola oleh kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), justru dikendalikan oleh pihak ketiga.
“Kami tidak akan tinggal diam! Jika terbukti, para mafia proyek ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum,” tegas Ketua Umum GAPERTA, Stevenson Ompu Sunggu, dengan nada geram, Sabtu (8/11/2025).
Di Desa Pintu Padang, Kecamatan Angkola Selatan, Tapsel, misalnya, P3A diduga hanya dijadikan “alat tumpang dana”. Nama-nama petani dicatut demi memenuhi persyaratan administrasi, sementara proyek dikerjakan oleh pihak ketiga.
Akibatnya, kualitas pekerjaan amburadul dan diduga terjadi mark-up anggaran serta pengalihan dana untuk kepentingan pribadi.
“Ini sudah keterlaluan, petani yang seharusnya menikmati hasil pembangunan, malah menjadi korban keserakahan para koruptor,” imbuh Stevenson.
Tak hanya itu, lembaga pemerhati setempat juga menuding adanya intervensi dari Satker OP dan PPK OP dalam pelaksanaan proyek. Bahkan, beredar kabar adanya pemotongan anggaran hingga 20 persen di setiap titik!
Melihat kondisi ini, GAPERTA dan sejumlah lembaga lainnya mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk bertindak cepat dan mengusut tuntas seluruh kegiatan P3TGAI 2025.
Mereka juga meminta Menteri PUPR RI untuk mencopot pejabat di BBWS Sumatera II yang dianggap tidak becus, serta mendesak KPK RI untuk turun tangan menelusuri dugaan adanya setoran komitmen fee.
Di Kabupaten Madina, nama seorang perempuan berinisial “F” asal Panyabungan Utara mencuat sebagai dalang di balik puluhan proyek P3-TGAI. Sosok yang disebut-sebut sebagai “toke” ini diduga mengendalikan pembangunan irigasi di banyak desa.
Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, pihak BBWS II Medan maupun TPM belum memberikan klarifikasi resmi. Oknum berinisial “F” yang namanya masuk dalam catatan LIPPSU juga memilih bungkam.
Masyarakat, khususnya para petani yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama dari program ini, menuntut keadilan. Mereka berharap agar para pelaku korupsi segera diseret ke pengadilan dan dihukum seberat-beratnya.
Aparat penegak hukum kini berada di bawah tekanan publik. Mampukah mereka membongkar skandal P3-TGAI ini dan menyeret para koruptor ke balik jeruji besi? Waktu akan menjawab. (Tim)






