WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal — Polemik mencuat di SDN 180 Tambangan setelah dua siswa tiba-tiba dilarang mengikuti ujian oleh pihak sekolah. Keputusan sepihak tanpa pemberitahuan resmi ini memantik sorotan tajam terkait keadilan, profesionalitas, dan transparansi pengelolaan pendidikan.
Peristiwa bermula dari insiden di ruang kelas ketika sejumlah siswa saling mengejek dan mengganggu teman lainnya. Dari puluhan siswa yang terlibat, dua siswa justru menerima hukuman paling berat: dicoret dari daftar peserta ujian. Pembinaan berubah menjadi penindasan hak belajar, keputusan yang dinilai tidak logis dan tidak sebanding dengan kesalahan.
Orang tua dan famili kedua siswa pun terkejut. Mereka mengaku baru mengetahui keputusan tersebut saat anak-anak bersiap memasuki ruang ujian. Tanpa surat pemberitahuan atau pemanggilan sebelumnya, seorang guru langsung meminta kedua siswa keluar dari kelas.
“Kalau memang anak kami salah, kami terima pembinaan. Tapi bukan dengan cara menghalangi ujian. Ini masa depan mereka, bukan tempat coba-coba,” tegas salah satu famili siswa kepada Wartamandailing, Selasa (9/12/2025).
Hingga berita ini diterbitkan, pihak sekolah tidak memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi kepada kepala sekolah tak membuahkan hasil. Lebih janggal lagi, pada Rabu (10/12/2025) komite sekolah justru menghubungi wartawan dan mengaku mendapat pesan dari kepala sekolah untuk mempertanyakan kembali tujuan konfirmasi tersebut. Respons yang berputar-putar ini dinilai sebagai bentuk penghindaran sekaligus sinyal bahwa pihak sekolah tidak siap mempertanggungjawabkan keputusan yang mereka ambil.
Pemerhati pendidikan menilai, melarang siswa ikut ujian bukanlah bentuk disiplin, melainkan bentuk pemutusan hak belajar yang bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. Ujian adalah bagian dari hak pendidikan yang tidak boleh dicabut dengan alasan apa pun, terlebih hanya karena persoalan sepele yang bisa diselesaikan melalui pembinaan.
Masyarakat mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal turun tangan, menyelidiki kasus ini, serta mengevaluasi kebijakan yang merugikan masa depan anak. Mereka menuntut kepastian bahwa praktik serupa tidak kembali terjadi di sekolah mana pun.
Kisruh di SDN 180 Tambangan menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan: aturan dan disiplin memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan hak paling mendasar seorang anak — yaitu hak untuk belajar dan menatap masa depan. (Has)

