Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) tengah melakukan penyelidikan dugaan korupsi terkait kontribusi Pendapatan Asal Daerah (PAD) ke Provinsi Sumut oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi.
WARTAMANDAILING.COM, Medan – Terkait dugaan korupsi itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana yang dikonfirmasi awak media, membenarkan pihaknya tengah mendalami pengusutan tersebut.
“Iya benar, saat ini sedang penyelidikan,” ujarnya.
Lebih jelas dikatakan Rony bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi terkait dugaan korupsi tersebut.
Namun dalam hal ini, pihaknya belum menjelaskan secara spesifik siapa dan sudah berapa orang yang diperiksa oleh penyidik di Ditreskrimsus Polda Sumut ini, sebagaimana dilansir dari Tribun-medan.com, Rabu (4/3/2020).
“Pemeriksaan ada, dan sekarang masih dalam tahap penyelidikan,” jelasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun pada Senin, 2 Maret 2020 malam, dalam kasus ini Polda Sumut diketahui baru melakukan pemanggilan terhadap mantan Kepala Direksi Keuangan PDAM Arif Haryadian.
Arif sendiri tak menampik adanya panggilan yang dilayangkan oleh Polda Sumut. Ia mengatakan bahwa dirinya dipanggil sebagai saksi atas adanya dugaan korupsi tersebut.
Lebih rinci dijelaskan, bahwa penyelidikan tersebut berkaitan dengan kontribusi PAD PDAM.
Di mana, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2018 dalam pasal 50 disebutkan, bahwa apabila PDAM Tirtanadi cakupan wilayahnya sudah mencapai 80 persen lebih atau sama, maka diwajibkan menyetor kontribusi PAD ke Pemprovsu sebesar 55 persen dari keuntungan.
“Namun saat saya masih menjabat dulu, hingga pertengahan tahun 2019, saya ada menyetorkan cicilan pertama sebesar Rp 20 miliar,” katanya.
Nominal setoran itu, lanjut Arif, karena saat itu hasil audit belum keluar, sehingga jumlah itu ditetapkan berdasarkan estimasi keuntungan.
“Tetapi ternyata, berdasarkan hasil audit kinerja 2018, yang telah diumumkan pada tahun 2019 beberapa waktu lalu, ternyata keuntungan perusahaan mencapai Rp 74 miliar. Hal ini cakupan wilayah pelayanan sudah 82 persen,” ungkapnya.
“Namun berdasarkan pernyataan penyidik, diduga direksi keuangan yang saat ini menjabat tidak pernah memberikan PAD ke Pemprovsu. Berarti masih ada sisa yang harus dibayar sekitar lebih dari Rp 10 miliar. Saya dipanggil untuk diminta keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi PAD ke Pemprov Sumut,” imbuhnya.
Dalam hal ini, Arif menuturkan bahwa dirinya sudah tidak menjabat sejak bulan Mei 2019 lalu.
“Karenanya, saya sudah tidak mengetahui kenapa kekurangan setoran kontribusi PAD tersebut belum dibayarkan. Pada 2018, karena Pemprovsu membutuhkan dana, jadi pernah menyetorkan sebesar Rp 10,6 M. Padahal, cakupan saat itu belum 80 persen. Namun pada bulan Mei tahun 2019, masa jabatan saya berakhir, sehingga tidak tahu kelanjutannya sampai saya di panggil ke Polda Sumut untuk mempertanyakan itu,” pungkasnya.(wm/tribun-medan.com)