WARTAMANDAILING.COM, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah membatalkan Perpres Nomor 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres 64/2020 diatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru, setelah kenaikan sebelumnya dibatalkan Mahkamah Agung.
Menurut Daulay, ada beberapa alasan fundamental mengapa perpres itu perlu dibatalkan. Antara lain, perpres dinilai tidak mengindahkan pendapat dan anjuran yang disampaikan oleh DPR.
Padahal, DPR telah menyampaikan keberatan terhadap rencana kenaikan melalui rapat-rapat di komisi IX dan rapat-rapat gabungan komisi IX bersama pimpinan DPR.
“Waktu itu, kami merasa belum tepat waktunya untuk menaikkan iuran. Kemampuan ekonomi masyarakat dinilai rendah,” ujar Daulay dalam pesan tertulis, Jumat (15/5/2020).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebut, kebijakan menaikkan iuran BPJS Kesehatan saat pandemi COVID 19, sangat aneh. Sebab, semua orang tahu masyarakat saat ini sedang dalam kesusahan.
“Pemerintah dapat dinilai tidak patuh pada putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019,” ucapnya.
Padahal, kata wakil ketua Fraksi PAN di DPR ini, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.
Dalam Pasal 31 UU tentang MA disebutkan, peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menurut Daulay, pasal tersebut mengamanatkan dua hal. Pertama, sesuatu yang dibatalkan berarti tidak dapat digunakan lagi. Kedua, kalau sudah dibatalkan tidak boleh dibuat lagi. Apalagi, substansinya sama, yaitu kenaikan iuran.
“Bagi saya, dengan keluarnya perpres ini sekaligus mengukuhkan kekuasaan eksekutif yang jauh melampaui legislatif dan yudikatif,” ucapnya.
Padahal, dalam negara demokrasi, eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kedudukan yang sama tinggi. Karena itu, keputusan ketiga lembaga harus saling menguatkan, bukan saling mengabaikan.
“Saya kira dikeluarkannya perpres ini akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Pasalnya, masyarakat banyak sekali yang berharap agar pemerintah mengikuti putusan MA. Kenyataannya, pemerintah malah kembali menaikkan,” tuturnya.