Mantan ketua umum PP Pemuda Muhammadiyah ini mengingatkan, putusan pemerintah sebelumnya dibatalkan MA atas dasar keberatan dan judicial review yang dilakukan masyarakat.
Daulay khawatir jika Perpres 64/2020 kembali digugat ke MA dan lembaga hukum tersebut konsisten terhadap putusan sebelumnya yang menolak kenaikan iuran, akan menjadi preseden tidak baik. Tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah akan turun.
“Kami juga menilai, kenaikan iuran yang diamanatkan dalam Perpres 64/2020 belum tentu menyelesaikan persoalan defisit BPJS kesehatan,” katanya.
Apalagi, kenaikan iuran disebut belum disertai kalkulasi dan proyeksi kekuatan keuangan BPJS pasca kenaikan. Karena itu, Daulay menyebut, patut diduga kenaikan iuran hanya menyelesaikan persoalan keuangan BPS Kesehatan sesaat saja.
“Kalau iuran naik, bisa saja orang-orang akan ramai-ramai pindah kelas. Kelas I dan II bisa saja mutasi kolektif ke kelas III,” tuturnya.
Masyarakat kata Daulay, juga bisa menjadi enggan membayar iuran. Kemudian, terbuka kemungkinan orang tidak mau mendaftar menjadi peserta mandiri. Serta banyak lagi kemungkinan lain yang bisa terjadi sebagai konsekuensi dari kenaikan iuran BPJS.
Daulay khawatir, kalau semua kemungkinan kekhawatiran terjadi, berdampak pada kolektabilitas iuran dan penghasilan BPJS Kesehatan.
“Saya berpendapat, sebelum iuran dinaikkan, sebaiknya pemerintah mendesak agar BPJS Kesehatan berbenah. Ada banyak persoalan yang sangat kompleks yang perlu diperbaiki,” ucapnya.
Termasuk masalah pendataan kepesertaan, fraud, pelayanan di fasilitas kesehatan, ketersediaan kamar untuk rawat inap, stok obat dan persoalan birokrasi yang kadang berbelit akibat banyaknya aturan yang dikeluarkan.
Sumber: jpnn.com