Penghapusan Premium dan Pertalite, Ini Penjelasan Dirut Pertamina

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati (foto: Postad.id)

WARTAMANDAILING.COM, Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati akhirnya buka suara terkait rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin Premium (RON 88) pada 2022 mendatang dan juga bensin Pertalite (RON 90).

Melansir CNBC Indonesia, Rabu (29/12/2021), Nicke mengatakan, rencana tersebut akan dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pertimbangan.

Nicke mengungkapkan rencana itu sesuai dengan ketentuan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang.

Ketentuan dari Ibu Menteri KLHK 2017, ini untuk mengurangi karbon emisi maka direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91,” ungkap Nicke di Istana Wakil Presiden.

Menurutnya, kini kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan semakin tinggi. Terlihat dari penyerapan bensin Premium oleh masyarakat yang semakin menurun dan emisi karbon yang bisa semakin ditekan.

“Kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan ini meningkat. Selama Juni 2020 sampai dengan hari ini karbon emisi yang berhasil kita turunkan adalah 12 juta ton CO2 ekuivalen,” tuturnya.

Tahapan berikutnya, sambung Nicke, perseroan tidak akan serta merta menghapus Pertalite. Namun, perseroan akan melanjutkan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang ramah lingkungan dan lebih baik untuk mesin.

Read More

“Pertalite masih ada di pasar tapi kami mendorong untuk menggunakan yang lebih baik atau Pertamax agar kita bisa berkontribusi terhadap penurunan karbon emisi,” ujarnya.

Sebelumnya, berdasarkan informasi yang diterima awak media, rencana kebijakan penghapusan bensin Premium pada 2022 ini masih menunggu disahkannya Peraturan Presiden (Perpres).

“Premium tahun depan sudah tidak ada. Tunggu Perpres keluar,” ungkap nara sumber.

Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penyerapan bensin Premium selama Januari hingga November 2021 sebesar 3,41 juta kilo liter (kl) atau hanya sekitar 34,15% dari kuota Premium pada tahun ini sebesar 10 juta kl.

Adapun proyeksi sampai akhir tahun diperkirakan hanya bertambah sekitar 248 kl. Dengan demikian proyeksi konsumsi bensin Premium oleh masyarakat sepanjang tahun ini juga diproyeksi hanya sekitar 34,15% dari kuota 10 juta kl tahun ini.

Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menyampaikan saat ini sudah ada beberapa daerah yang sudah tidak menggunakan bensin Premium. Daerah tersebut hanya menggunakan bensin Pertalite dan Pertamax Series.

“Pada umumnya Jawa dan Bali,” terang Saleh.

Saleh menjabarkan, daerah-daerah yang tidak menggunakan bensin jensi Premium ini karena alasan Ron 90 ke atas lebih hemat dan lebih irit untuk konsumen.

Begitu pun dengan dunia, kini hanya tinggal tujuh negara yang masih menjual bensin Premium (RON 88).

Ketujuh negara itu adalah Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia. Dari sisi PDB per kapital, Bangladesh memiliki GDP US$ 1.698, Kolombia US$ 6,687, Mesir US$ 2.549, Mongolia US$ 4.121, Ukraina US$ 3.095, Uzbekistan US$ 1.532, dan Indonesia US$ 3.893.

Di Singapura, minimal yang dijual adalah BBM RON 92. Sementara di Malaysia, minimal yang dijual, yaitu BBM RON 95 dan BBM RON 97. Kemudian di Thailand (BBM RON 91 & BBM RON 95), Filipina (BBM RON 91, BBM RON 95, dan BBM RON 100), Vietnam (BBM RON 92, BBM RON 95, dan BBM RON 98).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hanya Indonesia yang masih menjual bensin dengan RON terendah 88 atau bensin Premium, sementara negara-negara tetangga lainnya di Asia Tenggara menjual bensin dengan nilai oktan terendah 90/91 seperti di Thailand, Filipina, dan Laos.

Dengan harga jual bensin Premium saat ini Rp 6.450 per liter memang membuat Indonesia tercatat menjual harga bensin paling murah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya.

Sumber: CNBC Indonesia