WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Lebih dari 500 an massa yang tergabung dalam Aliansi Bersatu bersama masyarakat petani dari berbagai dusun dan desa di wilayah kecamatan Angkola Timur, kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) melakukan aksi demo di kantor Bupati dan DPRD kabupaten Tapsel, Senin (18/3/2024).
Masyarakat bersama gabungan dari sejumlah elemen ini menuntut tindakan pengrusakan dan penyerobotan lahan kebun milik warga yang diduga dimotori oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan semena-mena.
“Meminta kepada Bupati Tapsel agar bertanggung jawab dalam hal pengrusakan kebun masyarakat yang dilakukan PT TPL. Kami menduga Bupati ada kong kalikong dengan PT TPL,” tulisan dalam spanduk yang dibentangkan pendemo.
Massa yang ingin bertemu langsung dengan Bupati Tapsel dalam orasinya meminta kepada Bupati agar menolak keberadaan areal HPH HTI PT TPL di Tapanuli Selatan karena telah melanggar kewajiban-kewajibannya selaku pemilik izin dan memerintahkan PT TPL menghentikan pengrusakan tanaman milik warga.
“Kami meminta Bupati agar memerintahkan PT TPL untuk melakukan Tata Batas Areal PT TPL dengan melepaskan areal (enclave) areal yang telah diusahai oleh masyarakat,” teriak Didi Santoso di hadapan pengamanan yang berbaris di pintu masuk kantor Bupati.
Aktivis dari Aliansi Mahasiswa Maju Terintegrasi (ALMAMATER) ini juga meneriakkan, agar Bupati segera mencopot Hamdan Zen selaku Asisten I Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Tapsel karena telah menerbitkan surat yang dianggap mencederai rasa keadilan bagi masyarakat.
“Kepada bapak Kapolres Tapsel dan Instansi penegak hukum serta penanggung jawab keamanan di wilayah kabupaten Tapsel, kami meminta agar menindak dengan tegas praktek pengrusakan tanaman milik warga, serta menarik personel anggota Polri dan TNI yang terkesan mengawal dan melindungi praktek pengrusakan tanaman yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatas namakan PT TPL,” ungkapnya lagi.
“POLRI dan TNI adalah untuk melindungi rakyat bukan melindungi pengusaha terlebih lebih pengusaha yang menghancurkan kehidupan masyarakat,” tambah Didi.
Senada juga disampaikan oleh Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Tapsel, Abdul Rahman Purba menegaskan kepada Penegak Hukum di wilayah Tapanuli Selatan agar memberikan perlindungan hukum atas hak-hak tanah dan tanaman milik masyarakat apalagi bagi yang telah memiliki legalitas kepemilikan.
“Tolong, jangan pancing masyarakat untuk anarkis dikarenakan mempertahankan hak kelangsungan hidup dan hak untuk mendapatkan kesejahteraan hidup sebagaimana diatur dalam UUD 1945,” tutur pria yang disapa akrab Purba ini.
Lantaran tak mendapatkan respon dan kepastian dari Bupati yang tidak bisa hadir di hadapan pendemo, lalu massa melanjutkan orasinya ke kantor DPRD kabupaten Tapsel. Beberapa menit orasi, Ketua didampingi sejumlah anggota DPRD lainnya menemui massa dan meminta kepada perwakilan massa untuk berdialog di ruang rapat pimpinan DPRD Tapsel.
Permintaan dewan ini pun disambut baik oleh massa dan menunjuk sejumlah orang perwakilan mereka untuk melakukan rapat atau dialog langsung. Beberapa poin yang disampaikan perwakilan massa diantaranya, meminta kepada DPRD Tapsel agar menggelar Pansus atas pelanggaran yang dilakukan PT TPL karena telah melalaikan kewajibannya selaku pemegang iziin.
“Kami juga meminta DPRD menggelar rapat dengar pendapat dengan memangil pihak Pemerintah daerah kabupaten Tapsek dan PT TPL serta pemangku kepentingan lainnya atas aktivitas yang dilakukan sekelompok oknum yang mengaku dari PT TPL lalu melakukan pengrusakan tanaman milik warga,” harap Ketua LMPI Tapsel, Purba.
Poin selanjutnya, meminta kepada Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan, Bupati dan DPRD Tapanuli Selatan agar menganggarkan dana APBD untuk pelepasan areal yang diusahai masyarakat dari kawasan hutan Negara.
“Kami minta poin-poin yang menjadi tuntutan kami dapat direalisasikan cepat, dan menjadikan Tapsel sebagai contoh yang baik dalam penyelesaian konflik agraria yang berkeadilan untuk kesejahteraan rakyat,” kata salah seorang perwakilan massa, Syamsul Harahap.
Dalam dialognya ia mengatakan, kehadiran PT TPL di bumi Tapsel ini menjadi duka bagi masyarakat khususnya warga di kecamatan Angkola Timur akibat praktek kebiadaban oleh sekelompok orang yang mengaku dari PT TPL.
“Sebab itu, kami meminta kepada DPRD, selain fokus terhadap beberapa poin-poin dalam tuntutan masyarakat ini, kami juga meminta dewan mengusut notulen rapat berisikan delapan poin yang dinilai melukai hati masyarakat akibat adanya indikasi keberpihakan kepada perusahaan,” pungkas Syamsul.
Hasil rapat dan dialog yang dipimpin ketua DPRD Tapsel, Abdul Basith Dalimunthe didampingi sejumlah anggota DPRD lainnya membuahkan lima poin yang menjadi notulen penting diantaranya, Ketua DPRD kabupaten Tapsel akan bertemu langsung atau melalui sambungan telepon Kapolres Tapsel dan Damdin 0212/TS guna menghentikan sementara aktivitas alat berat di area lahan masyarakat yang diakui HGU oleh PT TPL.
Kemudian, ketua DPRD akan menyurati pihak yang terkait dalam upaya penghentian eksploitasi lahan masyarakat. Dan DPRD akan melaksanakan RDP/rapat lainnya untuk membahas permasalahan dimaksud sesuai kewenangan yang ada pada DPRD.
Selanjutnya, merekomendasikan perubahan status Stanvas sebelum ada keputusan tetap terhadap lahan yang dipermasalahkan, serta meminta kepada masyarakat agar tetap menjaga kekondusifan dalam menyikapi permasalahan ini.
Saat ini, masyarakat pendemo yang tergabung dalam berbagi elemen yakni, OMCI, LMPI Tapsel, ALMAMATER, AMATIR, LSM PENJARA PN, NNB Tapsel, KOMPAS dan LIRA Tabagsel masih menunggu apakah masih ada keadilan dan kepastian hukum di Negeri ini.
Masyarakat pendemo menunggu, masih adakah yang peduli terhadap rakyatnya?, Masih adakah perwakilan rakyat yang mampu bersuara untuk membela masyarakatnya?. (Nas)