WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Alih-alih niat membantu dan peduli pada nasib korban pengrusakan kebun, justru konflik antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dengan masyarakat pemilik lahan kebun di kecamatan Angkola Timur, kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) terkesan melahirkan calo bermoduskan pengamanan lahan warga agar tak tersentuh oleh perusahaan.
Amatan itu dinilai dari adanya beberapa area lahan kebun warga yang tidak tersentuh sama sekali di antara kebun milik warga yang luluh lantak datar dengan tanah, ditambah adanya baru-baru ini ungkapan dari kalangan pemilik kebun yang menyebut beberapa oknum menawarkan pengamanan lahan kebun dengan meminta biaya sejumlah uang agar terhindar dari pengrusakan alat berat yang dioperasikan perusahaan perkebunan eucalyptus terbesar di Indonesia itu.
Tidak tanggung-tanggung, biaya yang ditawarkan mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah hanya agar terhindar dari pengrusakan kebun saja. Sehingga duka yang dirasakan warga diibaratkan pepatah, ada orang mencari kesempatan dalam kesempitan.
“Bagi saya bagaikan kiamat kecil rasanya perbuatan TPL ini, tidak manusiawi. Sudah begitu, eh masih ada saja orang yang berniat meraih keuntungan dalam peristiwa ini. Masih tega meminta uang kepada kami yang korban ini dengan modus agar lahan kami aman dari pengrusakan sebagai biaya untuk diserahkan kepada oknum pihak perusahaan,” ungkap warga pemilik kebun yang dirusak di area Desa Sanggapati.
“Tidak tanggung-tanggung pula, biaya yang diminta itu mencapai puluhan juta. Bahkan ada dari kita yang mengaku dimintai ratusan juta agar lahannya aman dan terhindar dari operasi alat berat milik perusahaan. Macam-macamlah tawarannya,” akuinya lagi.
Padahal sebagian besar lahan kebun yang dianggap dirusak alat berat dengan pengawalan banyak orang perusahaan itu sudah memperoleh dan memiliki legalitas resmi dari pemerintah.
Steven Aritonang, salah seorang aktivis Aliansi Tabagsel Bersatu yang tergabung dari berbagai elemen masyarakat ini juga mengatakan, pihak PT TPL justru terkesan bertindak tidak fair dengan penguasaan lahan tebang pilih. Sebab, beberapa lokasi yang diklaim masuk lahan konsesi PT TPL tidak dijamah.
“Saya menduga ada pihak TPL yang memiliki hubungan keluarga dengan pemilik kebun yang tidak tersentuh memanfaatkan momen ini, bermain mata sehingga lahan dan kebunnya tak dilirik oleh perusahaan,” beber Ketua LSM PENJARA PN Tapsel, Steven kepada media, Jumat (29/3/2024).
Anehnya lagi, kata Steven, ada sebagian kebun sawit dan karet milik warga yang di tumbang PT TPL, menurut pantauannya, tidak termasuk di dalam progres report land claim konsesi. Ditambah juga beredarnya isu adanya oknum (calo) yang menawarkan jasa modus memanfaatkan kedekatan hubungan dengan oknum Humas TPL untuk memperoleh keuntungan pribadi.
“Bahkan ada seorang oknum kepala desa yang tega dan berani menawarkan jasa dengan meminta sejumlah uang kepada pemilik kebun untuk diserahkan ke Humas TPL agar lahannya tidak dimasuki alat berat, apakah itu yang dimaksudkan pendekatan persuasif dalam catatan pihak TPL?” ujarnya.
Ia pun menegaskan, pihak TPL jangan terkesan tebang pilih hingga membuka peluang adanya calo bermoduskan pengamanan lahan dalam konflik ini. Baginya, tidak ada istilah pendekatan persuasif atau kesepakatan dengan masyarakat asli bila memang PT TPL memiliki izin konsesi sesuai luasan dimaksud.
“Jangan tebang pilih, jangan ada yang diuntungkan pribadi dalam penguasaan lahan ini. Ratakan semua sesuai izin konsesi, jangan ada istilah pendekatan persuasif atau sepakat dengan masyarakat asli sebagaimana dimaksud dalam notulen rapat yang dibuat di kantor desa Sanggapati kemarin,” kata Steven.
Menurut Steven, jikalau ada oknum pemilik kebun yang merasa kalau tindakan TPL ini benar, maka wajarlah sebagian pemilik kebun berdiam diri tanpa ada perlawanan. Namun sebaliknya, bila tindakan yang tidak benar maka mari bersama berjuang mempertahankan haknya masing-masing.
Kata dia, jangan menjadi musuh dalam selimut dan menjadi gunting dalam lipatan. Sebab, terpantau di lapangan masih banyak areal yang masuk dalam Progres Report Land Claim Konsesi IUUHHK PT TPL yang belum tersentuh seperti di Dusun Sitorbis dan Simandalu.
“Tidak fair bagi korban pengrusakan lainnya karena dianggap lemah, lalu melakukan pendekatan persuasif bagi orang sekalipun dia kepala desa atau mantan seorang DPRD jikalau tindakan yang dilakukan TPL ini sudah sesuai izin konsesi atau aturan berlaku. Sekalipun itu berbentuk koperasi kelompok tani, ratakan semua,” pungkasnya.
Diketahui, dalam beberapa minggu ini marak pemberitaan tentang dugaan penyerobotan dan pengrusakan lahan kebun milik warga yang dilakukan PT TPL di berbagai daerah wilayah Sumatera Utara (Sumut). salah satunya terjadi di sejumlah desa di kecamatan Angkola Timur, kabupaten Tapsel.
Akibat tindakan pengrusakan lahan kebun yang didugakan itu, ribuan pohon sawit, karet dan tanaman lain milik warga pun rusak. Segala macam perlawanan dan upaya yang dilakukan masyarakat, alat berat PT TPL masih saja melangsungkan aktivitasnya di lokasi lahan warga.
Pemerintah daerah bersama wakil rakyat dan penegak hukum sepertinya kewalahan menangani konflik pro kontra PT TPL ini, apakah kepentingan korporasi yang didahulukan atau kepentingan masyarakat? sangat menarik untuk diulas pada sajian berita berikutnya…(Nas)