WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Aliansi Masyarakat dan Pemuda Tabagsel Peduli Hukum melakukan aksi demo solidaritas di Halaman Polres Tapanuli Selatan (Tapsel), Sipirok, Senin (26/8/2024) terkait penahanan salah seorang Jaksa Fungsional bernama Jovi Andrea Bachtiar yang bertugas di Kejari Tapsel.
Massa pendemo meminta kepada Kapolres Tapsel agar Jovi Andrea dibebaskan atau di tangguhkan penahanannya selama proses hukum berjalan dan memberi pertimbangan hukum terhadap Jovi yang dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.
“Kami kecewa dengan apa yang telah menimpa saudara Jovi selaku Jaksa aktif di Kejari Tapsel yang kami duga sengaja dikorbankan untuk masuk bui oleh pimpinannya sendiri,” teriak Didi Santoso yang merupakan Ketua Aliansi Mahasiswa Maju Terintegrasi (ALMAMATER).
Dalam orasinya, Didi mengatakan, sangat menyayangkan sikap yang diperlihatkan oleh Kepala Kejari Tapsel selaku pimpinan dinilai tidak memiliki hati nurani atau belas kasih seperti seorang ibu terhadap anak kandung sendiri.
“Aneh bagi kami, seorang Jaksa pun bisa masuk bui yang diduga tanpa adanya izin dari Kejagung Republik Indonesia sehingga langsung dilakukan penahanan,” ungkap Didi.
Massa merasa kecewa terhadap Kapolres dan Kajari Tapsel yang dinilai tanpa mempertimbangkan status terlapor seorang insan Adhyaksa kebanggaan Kejaksaan Republik Indonesia yang berhasil memenangkan gugatan uji materi mengenai syarat pengangkatan Jaksa Agung di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.
“Penetapan tersangka akibat dianggap mangkir dari panggilan penyidik, bertentangan dengan keterangan dari Jovi yang mengaku tidak pernah menerima surat panggilan dari kepolisian,” Didi menambahkan.
Di tengah guyuran hujan, selain meminta penahanan Jovi ditangguhkan, massa pendemo juga mempertanyakan kinerja Kapolres dan Kepala Kejari Tapsel yang dinilai gagal memimpin masing-masing institusi.
Berbagai pernyataan disampaikan dalam orasi itu, salah satunya keyakinan mereka kalau Jovi bukanlah seorang teroris atau penjahat kelas kakap yang tidak sepantasnya dilakukan penahanan di Mako Batalyon C Brimob Polda Sumatera Utara.
Kemudian, pernyataan yang meminta pertanggung jawaban serta klarifikasi dari Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Tapsel terkait surat panggilan pertama dan kedua yang diduga adanya persekongkolan dengan sengaja untuk tidak diberikan kepada Jovi.
Menanggapi aksi itu, Kapolres Tapsel AKBP Yasir Ahmadi mengatakan, penanganan perkara Jovi berdasarkan Laporan Polisi (LP) seorang korban inisial N yang juga merupakan PNS di Kejari Tapsel tertanggal 25 Mei 2024 dengan nomor 177/V/2024/SPKT / Polres Tapanuli Selatan/ Polda Sumatera Utara.
Kapolres menerangkan bahwa terlapor Jovi telah melanggar pasal 45 ayat 1 Jo. Pasal 27 ayat 1 dan/atau Pasal 45 ayat 4 Jo. Pasal 27a Undang-undang RI. No. 1 tahun 2024 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukum maksimal 6 tahun penjara.
“Korban merasa bahwa kehormatan dan harga dirinya hancur akibat postingan-postingan tersangka di media sosial mengenai dirinya. Bahkan, akibat hal ini, orang tua korban sakit dan ia gagal menikah,” papar AKBP Yasir di hadapan pendemo.
Nah, soal pemeriksaan dan pemanggilan, Kapolres menyebut telah melakukan sesuai mekanisme, di antaranya melakukan pemeriksaan terhadap saksi korban dan saksi ahli terkait ITE, ahli bahasa serta ahli pidana. Bahkan polisi juga telah berkoordinasi dengan pihak Kominfo.
Lalu, untuk pemanggilan, lanjut Kapolres, pihaknya telah berupaya dua kali melakukan pemanggilan terhadap tersangka, namun tidak dihadiri oleh yang bersangkutan (Jovi) sehingga dilakukan upaya penjemputan.
“Upaya mediasi antara korban dengan tersangka juga telah digelar namun tidak berhasil,” jelasnya lagi.
Kemudian soal izin, Kapolres mengatakan juga sudah mendapatkannya dari Kejaksaan Agung yang diterima pada tanggal 05 Juli 2024 lalu. Sehingga dilanjutkan proses tahap pemberkasan kemudian penahanan terhadap yang bersangkutan dan tahap pelimpahan berkas perkara ke Kejari Tapsel.
“Untuk menepis polemik yang beredar, maka kami buat press rilis yang memberitahukan bahwa kasus ini murni atas laporan dari korban yang merasa bahwa kehormatannya bahkan masa depannya sudah dihancurkan akibat postingan tersangka,” imbuhnya.
Kepala Kejari (Kajari) Tapsel, Siti Holija Harahap, pada kesempatan itu membenarkan bahwa korban dan terlapor merupakan bawahannya. Diakuinya, sebelumnya sudah mencoba memediasi dan mendamaikan kedua belah pihak.
Kajari juga mengatakan sebelumnya sudah berupaya menegur tersangka, namun tak mengindahkannya. Atas semua hal ini, dirinya merasa kecewa dan mengakui kalau peristiwa ini adalah kegagalannya dalam memimpin.
Kendati demikian, di hadapan massa ia menegaskan, kalau dalam perkara ini tidak ada intervensi darinya. Terkait kritikan, Kajari mengaku bahwa ia menerima kritikan yang sifatnya masukan. Namun, jika sudah menyerang kehormatan orang lain, menurutnya itu sudah tidak tepat.
“Saya selaku pimpinan juga kecewa atas peristiwa ini. Saya akui ini adalah kegagalan bagi saya dalam memimpin adik adik saya. Walau demikian, nanti di Kejaksaan pasti kita juga lakukan upaya Restorative Justice terhadap perkara ini,” ucap Kajari. (Nas)