Dua Gigi Anak Dibawah Umur Copot Diduga Kena Banting Oknum Anggota PKD

Gambar kekerasan terhadap anak dibawah umur, fhoto : Ilustrasi.
Gambar kekerasan terhadap anak dibawah umur, fhoto : Ilustrasi.

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Oknum Anggota PKD Panwaslu Kelurahan Desa yang bertugas di Desa Simpang Talap, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal berinisial WR (29) dilaporkan ke Polres Madina atas dugaan penganiayaan terhadap dua orang anak dibawah umur.

Parahnya, korban pemukulan Anggota PKD itu terhadap dua anak dibawah umur yang dianiaya tersebut merupakan tetangga dari Anggota PKD yang diketahui warga Desa Simpang Talap itu baru pindah sekitar dua pekan ke Desa Hutabaringin. Korban diketahui berinisial RS (9) dan SM (5) warga Desa Hutabaringin, Kecamatan Ranto Baek, akibatnya, dua gigi depan SM copot setelah dibanting oleh WR.

Ayah korban, Ahmad Baki (33) mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Sabtu (19/10/2024) Ahmad Baki meyebut WR melakukan penganiayaan terhadap anaknya karena marah kepada dua dari empat anak yang bermain di halaman itu mengambil buah mangga di depan rumah yang baru ditempati WR tersebut.

“Awalnya SM anak saya dan 3 orang temannya bermain di halaman itu, anak saya memanjat dan satu temannya memetik mangga dengan galah, WR marah langsung menarik anak saya dari batang pohon mangga lalu membantingnya ke tanah sehingga dua gigi depan bagian atas copot dan hidung patah, “ujar Ahmad Baki, Minggu (24/11/2024).

Mendapat informasi dari keluarga di kampung anaknya dianiaya, Ahmad Baki yang saat itu berada di kebun sempat menghubungi WR lewat sambungan telepon, “sungguh tega kau melakukan seperti itu terhadap anakku, “cerita Baki.

Kemudian, pasca peristiwa itu, Ahmad Baki masih menunggu itikad baik terduga pelaku dan keluarganya untuk segera bertanggung jawab atas dugaan penganiayaan yang dilakukan WR terhadap RS (9) dan SM (5) anak yang masih dibawah itu.

Lalu kemudian pada tanggal 25 Oktober 2024, WR terduga pelaku yang didampingi keluarganya mengaku salah kepada kedua keluarga korban anak teraniaya dan meminta diselesaikan secara kekeluargaan.

Read More

Sejalan dengan mediasi itu, pihak terduga pelaku dan kedua keluarga anak korban penganiayaan sepakat berdamai dan membuat surat kesepakatan bersama dengan bunyi lima poin.

  1. Kepada kedua anak korban dilakukan ronsen dan biayanya dibebankan kepada WR.
  2. Biaya upa-upa dan paulak tondi dibebankan kepada WR sebesar 50 juta.
  3. Biaya upa-upa dan paulak tondi tersebut dibayarkan oleh WR kepada kedua orangtua korban paling lama hari Sabtu (2/11/2024).
  4. Sesuai petunjuk dokter bahwa kemungkinan RS (korban) bisa mengalami efek dari luka lebam di pinggang, maka dari itu WR bersedia menanggung biaya pengobatan jika ada efek dari luka lebam di pinggang RS anak dibawah umur tersebut.
  5. Apabila poin-poin tersebut tidak dipenuhi oleh WR dan keluarganya, maka kedua orangtua anak korban penganiayaan akan melaporkan masalah tersebut ke proses hukum yang berlaku.

Demikian surat kesepakatan ini dibuat dengan pikiran yang waras dan tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun dan untuk dipergunakan sepenuhnya.

Surat kesepakatan bersama itu ditandatangani oleh WR terduga pelaku. Ahmad Baki (33) ayah dari korban pertama SM (5). Somedriadi (40) ayah RS (9) korban kedua penganiayaan dan lima saksi. Kesepakatan bersama itu juga diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa Simpang Talap dan Kepala Desa Hutabaringin.

Setelah itu, karena tidak dihargai dan dipenuhi sesuai dengan hasil kesepakatan bersama, ayah kedua korban Ahmad Baki dan Somedriadi mendatangi SPKT Polres Madina dan membuat laporan polisi dengan nomor LP/B/313/Xl/2024/SPKT/Polres Madina / Polda Sumut tanggal 04 November 2024.

“Saya berharap masalah yang menimpa anak saya dan Somedriadi cepat diselidiki hingga terlapor bisa mendapatkan hukuman yang setimpal, “ujar Ahmad Baki. (Has).

Related posts