WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal — Maraknya aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan publik.
Persoalan ini tidak hanya menyangkut aspek legalitas, tetapi juga menyisakan persoalan serius terkait kerusakan lingkungan hidup, keselamatan jiwa, dan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan.
Pengurus Besar Ikatan Mahasiswa Sumatera Utara (PB IMSU) menyampaikan keprihatinan mendalam serta mendesak tindakan konkret dari pemerintah.
Ketua Umum PB IMSU, Lingga Pangayumi Nasution, menyatakan bahwa berdasarkan temuan dan laporan masyarakat, aktivitas PETI tersebar di sedikitnya 12 dari 23 kecamatan di Mandailing Natal.
Kecamatan-kecamatan tersebut meliputi Huta Bargot, Naga Juang, Kotanopan, Muara Sipongi, Pakantan, Ulu Pungkut, Batang Natal, Lingga Bayu, Ranto Baek, Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis.
“Aktivitas pertambangan emas ilegal ini tidak hanya berlangsung secara masif, tetapi juga telah merambah kawasan pegunungan dan aliran sungai. Metode yang digunakan pun sangat membahayakan, baik bagi lingkungan maupun masyarakat, karena kerap melibatkan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri serta alat berat yang merusak ekosistem,” ungkap Lingga.
Dalam konteks geografis, wilayah Mandailing Natal memiliki topografi yang kompleks dan kaya akan potensi tambang.
Namun, ketidakteraturan tata kelola pertambangan justru menciptakan ruang bagi praktik ilegal yang tidak terkendali.
Bahkan, menurut PB IMSU, praktik tambang ilegal di kawasan pegunungan dilakukan dengan cara menggali terowongan secara sembarangan, yang dalam sejumlah kasus telah menyebabkan korban jiwa akibat runtuhnya lubang tambang.
PB IMSU menilai bahwa lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum turut memperparah persoalan PETI ini.
Oleh karena itu, organisasi mahasiswa tersebut mendesak pembentukan tim terpadu yang melibatkan unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, dan masyarakat sipil untuk melakukan penertiban menyeluruh.
“Negara tidak boleh absen dalam mengatur dan melindungi kekayaan alam yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Sudah saatnya pemerintah bertindak tegas, bukan hanya dengan pendekatan hukum, tetapi juga pendekatan struktural dan ekologis,” tegas Lingga.
Lebih lanjut, PB IMSU juga menyatakan komitmennya untuk menjadi bagian dari solusi. Mahasiswa siap berperan dalam agenda pendidikan publik, penyadartahuan masyarakat, serta advokasi lingkungan yang berpihak pada keberlanjutan.
“Kami bukan anti terhadap pertambangan, tetapi mendukung pengelolaan sumber daya alam yang legal, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan. Masa depan Mandailing Natal tidak boleh dikorbankan demi kepentingan ekonomi sesaat,” tutup Lingga. (Tim)