WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) oleh para mafia semakin meresahkan di Desa Muara Bangko, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Ironisnya, lokasi ini hanya berjarak selemparan batu dari kantor Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Resort 8 Muara Bangko.
Dari Jembatan Aek Muara Bangko, pemandangan yang terpampang adalah sejumlah alat berat jenis ekskavator yang beroperasi tanpa hambatan. Absennya tindakan hukum menimbulkan tanda tanya besar: Siapa yang melindungi para pelaku PETI ini?
Maraknya pemberitaan media tentang praktik PETI yang merajalela serta minimnya tindakan hukum telah memicu kemarahan aktivis dan menjadi sorotan publik.
Stevenson Ompu Sunggu, aktivis dari Gabungan Pergerakan Tapanuli (GAPERTA), dengan tegas menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum (APH) yang menerima “upeti” dari aktivitas PETI di Kecamatan Ranto Baek.
“Kami miris melihat aktivitas PETI yang begitu terang-terangan di daerah itu. Hanya berjarak 2 km dari Jembatan Aek Muara Bangko, alat berat beroperasi tanpa rasa takut,” ungkap Steven saat melakukan investigasi pada Sabtu (4/10/2025).
Steven menambahkan bahwa penggunaan alat berat ini telah mencemari aliran sungai, terutama di dalam kawasan hutan TNBG yang seharusnya menjadi area terlarang. Aktivitas ilegal yang telah berlangsung lama ini belum juga mendapatkan penindakan hukum yang serius.
Pihak Balai TNBG diduga lemah dalam pengawasan, sehingga pengamanan dinilai perlu ditingkatkan dan diawasi langsung oleh Polda Sumatra Utara atau Mabes Polri.
Stevenson mendesak Kapolda Sumut untuk menjadikan isu ini sebagai perhatian utama. Praktik ilegal ini tidak hanya merugikan alam sekitar, tetapi juga merugikan keuangan negara karena sengaja menghindari pajak.
Dampak tambang emas ilegal di kawasan taman nasional sangat merusak, mencakup kerusakan lingkungan parah seperti hilangnya vegetasi, erosi, dan pencemaran air serta tanah oleh bahan-bahan kimia berbahaya.
“Secara ekologis, habitat satwa liar terganggu, dan risiko bencana alam seperti banjir serta tanah longsor meningkat drastis,” jelas Steven.
Selain itu, lanjutnya, aktivitas ini juga menyebabkan gangguan sosial bagi masyarakat adat, merusak kawasan ulayat dan situs budaya, serta menimbulkan kerugian ekonomi jangka panjang akibat kerusakan ekosistem yang sulit dipulihkan.
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Balai TNBG Agusman, S.P., M.Sc belum berhasil dihubungi untuk dimintai tanggapan. Demikian pula Kapolres Madina dan Kapolsek LinggaBayu yang dihubungi melalui pesan WhatsApp terkait dugaan PETI di Kecamatan Ranto Baek, belum memberikan keterangan resmi.
Oleh karena itu, penindakan serius dan tegas terhadap praktik ilegal ini sangat dinantikan. Masyarakat berharap Kapolda Sumut segera turun tangan menyelamatkan TNBG dari ancaman mafia PETI. (Nas)