WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Sengketa lahan antara masyarakat di kawasan Transmigrasi Kapas I dan Batahan IV, Kecamatan Batahan, dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Kebun Timur Mandailing Natal, kembali mencuat ke permukaan. Warga menilai perusahaan berlabel BUMN itu tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun.
Koordinator Lapangan (Korlap) pemilik lahan usaha 2 Kapas I, Muchtar Omta, mengungkapkan kepada sejumlah awak media bahwa potensi aksi unjuk rasa besar-besaran sangat mungkin terjadi apabila pemerintah daerah tidak segera turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.
“Kalau pemerintah tidak segera ambil langkah bijak, ini bisa jadi gelombang besar. Masyarakat sudah terlalu lama menunggu kepastian,” ujar Muchtar dalam rilis tertulis diterima redaksi, Kamis (6/11/2025).
Kasus Lama yang Tak Kunjung Tuntas
Sengketa lahan ini sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Bupati H. Dahlan Hasan Nasution pada periode 2014–2016. Kala itu, Dahlan berjanji akan menuntaskan persoalan dan menerbitkan sertifikat lahan di kawasan TSM Bukit Langit, saat berkunjung ke Desa Batahan I. Namun, hingga akhir masa jabatannya pada periode kedua (2016–2021), penyelesaian konflik lahan tersebut tak kunjung terealisasi.
Janji penyelesaian pun belum terealisasi hingga kepemimpinan Bupati M. Jafar Sukhairi Nasution yang berpasangan dengan Atika Azmi Utammi Nasution. Pada akhir 2022, pemerintah daerah bersama pihak perusahaan sempat melakukan identifikasi lahan yang diakui oleh pihak PTPN IV Kebun Timur Madina, yang diwakili oleh Noppan Herawan, pada 26 Januari 2023. Namun, hingga kini, hasilnya kembali “membeku”.
Kekhawatiran Konflik Horizontal
Muchtar menilai kondisi sosial di wilayah tersebut kian memanas dan dikhawatirkan dapat memicu konflik horizontal. Ia menuding PTPN IV telah melanggar batas waktu izin lokasi yang diberikan pemerintah, serta tidak menunaikan kewajibannya dalam program plasma profit sharing bagi masyarakat melalui koperasi.
“Koperasi Setia Abadi di Desa Batu Sondat dan Koperasi Pasar Baru Batahan sampai sekarang masih belum menerima lahan plasma yang dijanjikan,” tegasnya.
Desakan untuk Pemerintah dan Aparat Hukum
Lebih lanjut, Muchtar mendesak pemerintah daerah bersikap adil dan profesional dalam menangani kasus ini. Ia menilai, apabila perusahaan tetap abai, seharusnya izin lokasinya dicabut dan lahan dikembalikan untuk dikelola sebagai BUMD, guna menambah pendapatan daerah.
“Kalau mereka (perusahaan) tetap membandel, tarik saja izinnya. Jadikan BUMD supaya bisa menambah PAD Madina,” ujarnya.
Muchtar juga menyoroti posisi Kejaksaan Negeri Mandailing Natal yang diketahui menjadi kuasa hukum PTPN IV. Ia berharap lembaga tersebut bisa bersikap netral.
“Para pejabat, baik DPR, Bupati, maupun Kejaksaan jangan hanya jadi momok. Kejari Madina harus berdiri di tengah, bukan memihak,” pungkasnya.
Menurutnya, PTPN IV Kebun Timur Mandailing Natal harus bertanggung jawab atas kerugian masyarakat selama ini dan memenuhi kewajiban terhadap pemilik lahan di Desa Kapas I dan Batahan IV. (Has)



