Kontradiksi: Kades vs Bareskrim Soal Asal Kayu Gelondongan Tapsel

WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Pernyataan Kepala Desa (Kades) Anggoli, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Oloan Pasaribu, terkait asal-usul kayu gelondongan yang menerjang Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), terkesan kontradiktif dengan hasil penelusuran dan penyelidikan Tim Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.

Di mana, Kades Anggoli, dalam unggahan akun media sosial Facebook @Barry Anto, menyatakan bahwa, mustahil jika ada yang menyatakan longsoran kayu gelondongan yang menerjang Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) hingga luluhlantak itu berasal dari PT Tri Bahtera Srikandi (TBS).

Menurutnya, sebagian masyarakatnya mem-plasma-kan lahannya atau meminta tolong ke PT TBS karena tidak sanggup mengelolanya. Namun, ia tak menyangkal, di beberapa titik lahan di PT TBS memang ada yang longsor. Tapi, menurut Oloan, yang ada di lokasi lahan PT TBS hanya mata air.

Mata air itu, kata dia, mengalir ke anak Sungai Aek Nahombar yang bergabung ke Sungai Muara Sibuntuon. Kemudian, di bawah lahan masyarakat yang di-plasma-kan ini, masih banyak lahan-lahan yang belum di-plasma-kan.

“(Maka), kalaupun ada longsoran sedikit, kayunya itu tertahan semua (tidak sampai ke Sungai Garoga),” kata Oloan.

Oloan menyebut, ada longsoran di Sungai Paronggangan yang masuk ke wilayah Kabupaten Tapsel, yang menurut perkiraan mereka, kemungkinan berdekatan dengan areal tambang emas Martabe (PT Agincourt Resources) tepatnya di Pit Ramba Joring.

Oloan mengaku pernah bertanya ke warga Desa Batu Horing, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapsel, di daerah mereka itu ada Sungai namanya Aek Bani yang turun ke Aek Paronggangan kemudian alirannya bersatu ke Aek Sibio-bio dan akhirnya menuju ke Aek Muara Sibuntuon hingga sampai ke Sungai Garoga 2 di Anggoli dan Garoga 1 di Desa Garoga.

Bacaan Lainnya

Bahkan, Oloan meminta pemerintah daerah setempat, agar tidak ‘omon-omon’, supaya tidak menjadi fitnah. Soal sumber kayu gelondongan yang menghantam Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapsel dan sekitarnya, Oloan minta agar mencermati bahwa, 100 Meter dari pemukiman penduduk atau tepatnya di daerah aliran Sungai (DAS) Garoga itu sudah ada longsoran besar.

Kemudian, menurut yang ia tahu, DAS Garoga di sebelah kanan itu sampai ke Sungai Paronggangan yang sampai ke Muara Sibuntuon yang berada satu jalur ke Desa Sibio-bio itu berada di wilayah Desa Garoga, Kabupaten Tapsel. Dan itu semua berada di areal kebun rakyat.

“(Kondisinya) kalau yang saya cermati saat mendampingi Tim dari Polda (Sumut), (titik) longsoran itu ada puluhan. Malah lebih banyak dari daerah aliran Sungai yang berbatas dengan kebun rakyat yang berada di Desa Garoga, Tapanuli Selatan. Yang longsorannya, jatuh langsung ke Sungai, itu di Tapanuli Selatan,” ucap Oloan.

Ia juga menegaskan bahwa, tidak ada kaitannya kayu gelondongan yang terbawa ke lokasi banjir dengan PT TBS. Artinya, mustahil kayu dari areal plasma PT TBS atau kebun PT Sago longsor ke areal lokasi banjir. Karena menurutnya, di areal PT TBS tidak ada anak Sungai, hanya mata air.

“Seberapa besar sih mata air bisa menghanyutkan gelondongan kayu? Kita kan ke lapangan. Kita cek. Biar jangan ‘omon-omon’. Kita lihat tadi di bawah (lahan PT TBS) nampak masih kebun murni. Pohon-pohon masih ada di situ, Pohon karet masih ada di bawah. (Jadi) bagaimana caranya kayu ini lewat? Saya bingung,” cetus Oloan.

“Kalau dibilang kayu itu, seperti statement (pernyataan) pemerintahan tetangga saya (Tapsel), semua gelondongan kayu itu datang dari PT TBS. Aneh kalau menurut saya,” tambah Oloan seraya menjelaskan bahwa, ada sekitar 18 Hektare lahan masyarakat yang meminta tolong ke PT TBS untuk lahannya dijadikan kebun sawit.

Namin di sisi lain, pada Rabu (10/12/2025) lalu, Dittipidter Bareskrim Polri memaparkan bahwa, berdasarkan citra satelit Kementerian Kehutanan (Kemenhut) ada 110 aktifitas penebangan kayu atau pembukaan lahan di hulu Sungai Aek Garoga yang diduga menjadi penyebab banjir bandang di Tapsel dan Tapteng.

“Ada 110 titik bukaan hutan dan baru 4 yang ditemukan langsung di lapangan. Berarti, ada 106 lagi yang kami telusuri,” tegas Direktur Dittipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mhd Irhamni dalam konferensi persnya di hadapan wartawan.

Irhamni yang didampingi Ahli Pengendali Ekosistem Kemenhut, Yandi Irawan Sutisna, juga membenarkan pembukaan hutan itu dilakukan perusaahan perkebunan kelapa sawit yang tak punya hak guna usaha (HGU) dan pertambangan illegal.

Penyidik Dittipidter Bareskrim Polri juga sudah beberapa Km menelusuri hulu Sungai Aek Garoga Tapsel dan Aek Anggoli Tapteng atau yang Penyidik Polisi sebut Aek Garoga 1 dan 2.

Belum jauh melakukan penelusuran atau sekitar 8 Kilometer (Km 8), sudah ditemui empat titik bukaan hutan antara lain oleh PT TBS dan PTP, perusahaan kelapa sawit yang tak punya HGU dan dalam prakteknya diduga melakukan pelanggaran hukum serta tindak pidana.

“Kita ambil 43 sampel kayu dari tumpukan sisa material banjir di jembatan Aek Garoga 1 dan 2. Kita telusuri sungai ke hulu, untuk mencari asal usulnya atau tunggulnya. Ternyata banyak penebangan, kita selidiki apakah legal atau illegal,” sambung Irhamni.

Irhamni melanjutkan, dari sampel kayu yang diambil, lebih banyak yang identik dengan tunggul kayu di Km 6 dan Km 8 atau kawasan yang ditebangi oleh PTP. Irhamni mengaku, penanganan kasusnya sudah naik status dari penyelidikan ke penyidikan.

“Sesuai dengan kewenangan yang diberikan ke kami, beberapa saksi termasuk Kepala Desa dan pihak perusahaan sudah dipanggil dan dimintai keterangan. Sebentar lagi akan kita tetapkan siapa tersangkanya,” tutup Irhamni menegaskan. (Tim)

Contoh Gambar di HTML