WARTAMANDAILING.COM, Baghdad – Sejumlah Warga Negara Indonesia di Iran mengatakan kondisi di negara itu masih kondusif, meski ada mahasiswa yang khawatir konflik Iran dan Amerika Serikat akan berdampak pada studinya.
Mereka mengatakan hal itu menyusul serangan Iran terhadap dua pangkalan udara AS di Irak (08/01/2020).
Fatimah Mustafawi Muhammadi, seorang mahasiswi S2 jurusan nanoteknologi di sebuah universitas di Tehran, mengatakan kegiatan perkuliahan berjalan normal.
Meski begitu, perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu mengatakan ia khawatir jika konflik itu meruncing dan mengganggu studinya.
“Tidak ada kekhawatiran khusus, hanya kekhawatiran individu saja. Misalnya, gimana sekolahnya, nggak bisa selesai atau gimana… Mudah-mudahan bisa selesai,” ujarnya.
Fatimah tengah kuliah di semester tiga dan hanya tinggal menyelesaikan tugas akhirnya.
Ia mengatakan WNI telah diminta untuk menyiapkan dokumen keimigrasian karena situasi siaga di negara itu.
“Langkah-langkahnya, salah satunya, mempersiapkan paspor dan fotokopi paspor dan (kami diminta) lebih waspada saja,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia sudah mempersiapkan langkah-langkah evakuasi WNI jika situasi semakin buruk.
“Ketika ada serangan balik (dari Amerika Serikat), itu sudah menjadi satu titik kita untuk evakuasi,” kata Duta Besar Indonesia untuk Iran, Octavino Alimudin.
Prioritaskan daerah perbatasan
Octavino mengatakan evakuasi akan diprioritaskan pada daerah perbatasan atau tempat peluncuran rudal. Ia mengatakan di perbatasan Irak dan Iran ada tiga orang WNI.
“Kita sudah cek, mereka sudah siap (jika dilakukan evakuasi)… Jadi kita cek satu-satu keberadaan mereka,” ujarnya.
Ia mengatakan pemerintah memantau keberadaan WNI melalui grup WhatsApp hingga telepon.
“Ada beberapa yang sudah kita imbau untuk segera siap-siap karena kita menghindari apabila serangan balik (Amerika Serikat) terjadi… di sekitar wilayah Kermanshah,” kata Octavino.
Pemerintah, ujarnya, telah membuat skenario evakuasi sedari tahun lalu dan mensosialisasikannya pada WNI.
Zaky Fatoni, yang tengah menempuh studi di sebuah universitas di Qom, kota dengan WNI terbanyak, mengonfirmasi hal itu.
Ia mengatakan sejak jauh-jauh hari, mereka telah diberitahu untuk waspada dan siap dievakuasi.
“Yang selama ini diimbau KBRI, kita mungkin ke Tehran karena posisinya Qom dan Tehran cukup dekat, hanya dua jam perjalanan ke KBRI,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan terdapat lebih dari satu juta WNI di kawasan yang kini berkonflik itu.
“Dari sejak kemarin peristiwa itu terjadi (penyerangan terhadap pangkalan AS), maka kita sudah melakukan koordinasi dengan para duta besar kita di luar untuk menyusun untuk antisipasi apabila eskalasi akan meningkat terus,” ujar Retno (08/01/2020).
Ia mengatakan crisis center pun telah dioperasikan untuk pengaduan para WNI yang kini berada di Iran maupun wilayah sekitarnya.
“Jadi tidak hanya di Tehran, Baghdad, tapi juga di wilayah-wilayah sekitarnya just in case WNI kita memerlukan bantuan,” ujarnya.
Retno menambahkan pemerintah Indonesia berharap pihak yang berkonflik saling menahan diri sehingga keadaan tidak memburuk dan menyebabkan dampak yang luas.
“Dampaknya pasti akan dirasakan baik oleh kawasan maupun oleh dunia, termasuk ekonomi dunia yang tanpa terjadinya eskalasi, sudah cukup tertekan saat ini.”
Diminta hindari kerumunan
Fatimah Mustafawi Muhammadi, mahasiswi S2 jurusan nanoteknologi di Tehran mengatakan WNI diminta untuk tidak mendekati area yang rawan, misalkan kerumunan massa.
Hal itu diminta, karena Fatimah, agar mereka tidak dijadikan target serangan.
Sebelumnya, selasa (07/01/2020), warga Iran berkumpul di jalan-jalan sejak pagi menjelang rencana pemakaman pasukan elite Quds, Jenderal Qasem Soleimani, yang tewas dalam serangan drone Amerika Serikat di Baghdad, Irak.
Lebih dari 50 orang meninggal dunia, sementara sekitar 200 orang terinjak-injak dalam prosesi yang dilakukan di Kerman, Iran selatan, tersebut.
Secara keseluruhan, jutaan warga di berbagai kota Iran diperkirakan turun ke jalan-jalan untuk mengikuti serangkaian prosesi pemakaman jenderal yang dianggap pahlawan itu.
Fatimah mengatakan beberapa WNI mengikuti prosesi itu, termasuk dirinya
“Saya berharap bisa bertemu pemimpin Iran, kan beliau Imam di salat jenazah. Saya belum pernah meliat beliau selama di sini, paling tidak bisa mendengar suaranya,” kata Fatimah.(wm/vivanews)