Dalam pandangan Rusia, setiap serangan menggunakan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam AS, terlepas spesifikasi rudal itu memiliki hulu ledak rendah atau tidak, itu merupakan tindakan berbahaya dan tindakan destabilisasi.
Sehingga, Rusia akan melihat itu sebagai serangan nuklir dan akan memberikan balasan yang setimpal atas serangan tersebut.
“Mereka yang ingin berbicara tentang kemampuan nuklir Amerika harus menyadari bahwa di bawah doktrin militer Rusia, langkah-langkah seperti itu akan dianggap sebagai alasan untuk menanggapi dengan senjata nuklir oleh Rusia,” kata Maria.
AS dan Rusia kerap bersinggungan akhir-akhir ini. Unjuk kekuatan militer ditunjukkan keduanya di wilayah udara Laut Mediterania, dan wilayah Alaska. Jet-jet tempur Rusia selalu disebut berusaha masuk ke wilayah udara Amerika Utara, atau wilayah Komando Pertahanan Udara Amerika Utara (NORAD).
Yang terbaru, saat dua jet tempur Rusia, Sukhoi Su-35 Flanker-E disebut AS melakukan manuver berbahaya di dekat pesawat intai AS, P-8 Poseidon, tengah pekan lalu. Kemudian pada pekan kedua April lalu, pesawat siluman Angkatan Udara AS (US Air Force), menghadang dan mengusir pesawat intai Rusia.
F-22 Raptor yang dikerahkan NORAD, mengusir pesawat intai Rusia, Ilyushin Il-38 yang ketahuan keliaran di wilayaj udara Kepulauan Aleut, Alaska. Komandan NORAD, enderal Terrence O’Shaughnessy, saat itu juga mengeluarkan sikap tegas bakal selalu mengawasi wilayah udara AS dan Kanada.
“COVID-19 atau tidak, NORAD akan terus secara aktif mengawasi ancaman dan membela negara kami selama 24 sehari, 7 hari dalam sepekan, 365 hari dalam setahun,” ucap O’Shaugnessy dikutip Military Times.
Hingga berita ini diturunkan belum ada sikap lanjutan yang ditunjukkan kedua negara. Di satu sisi, AS diprediksi juga bakal mendapatkan reaksi keras dari salah satu seterunya, China. Akan tetapi, sampai saat ini China belum memberi respons terkait pernyataan kontroversi Jenderal Timothy Ray.
Sumber: VIVA.co.id