WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Semua perusahaan yang belum menyerahkan kebun plasma masyarakat tiga tahun sejak terbit PP nomor 26 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang pertanian hingga 2024, maka izin usaha perkebunan (IUP) atau hak guna usaha (HGU) perusahaan, demi hukum dapat dicabut. Sebagaimana ditetapkan pada pasal 12 dan pasal 26 PP tersebut.
Pernyataan ini disampaikan pengamat hukum, penasehat hukum dan pengacara Ridwan Rangkuti, SH, MH kepada Wartawan Rabu (22/3/2023).
Dijelaskannya, sesuai paragraf 6 tentang penetapan calon pekebun atau calon lahan, dalam 23 hingga pasal 26 Permentan nomor 18 tahun 2021 telah diatur mengenai identifikasi calon anggota plasma/pekebun dan lahan.
“Jika calon anggota plasma dan lahan sudah terindentifikasi, apabila lahan berada dalam satu wilayah kabupaten/kota maka bupati/walikota menetapkan anggota plasma dan jika lahan berada dalam lintas beberapa kabupaten/kota maka gubernur berwenang menetapkan calon anggota plasmanya,” jelasnya.
Dari dulu hingga sekarang, lanjut Ridwan Rangkuti, perusahaan bergerak dalam budi daya perkebunan kelapa sawit yang tanahnya berasal dari pembebasan tanah negara atau tanah ulayat desa atau masyarakat, wajib menyediakan dan membangun kebun untuk masyarakat sekitar atau kebun plasma 20 persen dari luasan lahan berasal dari tanah negara.
Dikatakan, kewajiban tersebut telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan seperti UU nomor 13 tahun 2010 tentang hortikultura UU Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, UU nomor 22 tahun 2019 tentang sistem budi daya pertanian berkelanjutan, UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
“Terakhir peraturan pemerintah (PP) nomor 26 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang pertanian sebagai peraturan pelaksana nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, kemudian oleh Menteri Pertanian mengeluarkan peraturan teknisnya sesuai dengan Permentan nomor 18 tahun 2021 tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar,” ujar Putra Madina Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Padang Sidempuan ini.
Malah, lanjut Ridwan, dalam PP nomor 26 tahun 2021, dengan tegas diatur sanksi bagi perusahaan perkebunan yang tidak membangun kebun masyarakat/plasma 20 persen dari luasan lahan yang sudah diterbitkan IUP-nya di atas lahan berasal dari tanah masyarakat/negara, perusahaan tersebut dapat dicabut IUP dan HGU nya.
Ridwan Rangkuti membeberkan, terkait kasus atau sengketa plasma di Kab. Mandailing Natal seperti kebun plasma PT.RPR, PTPN IV dan perusahaan perkebunan lainnya, langkah awal yang harus dilakukan oleh Pemkab Madina mengindentifikasi anggota plasma apakah sudah benar penduduk atau warga Madina berdomisili di wilayah kerja perusahaan tersebut.
Kemudian, lanjut dia, Bupati menerbitkan surat keputusan tentang anggota plasma dan menyerahkannya kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit serta mengingatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut paling lambat 2024 lahan kebun plasma masyarakat sudah harus diserahkan, jika tidak, Bupati atau Gubernur akan merekomendasikan pencabutan IUP atau HGU perusahaan. (Syahren)