WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Dua politisi vokal asal Mandailing Natal terlibat diskusi ‘panas’ di Panyabungan, Minggu (26/3/2023), yang mengungkap sejumlah hal mengejutkan.
Dalam pembahasan PT Rendi Permata Raya, mereka meminta Bupati Madina mengungkap dan membongkar dugaan ‘skandal agraria’ perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Dua politisi andal dinilai punya pengetahuan luas soal PT RPR, apalagi saat malang melintang menjabat di legislatif: Muhammad Irwansyah Lubis, SH (Ketua DPC PPP Madina, mantan anggota DPRD Madina) dan H As Imran Khaitami Daulay, SH (Ketua DPD Partai Ummat Madina, mantan Ketua DPRD Madina).
“Gini Bang, PT RPR, dulu kan IUP-nya 4.350 ha. Sementara inti yang di-HGU-kan 3.750 ha. Itu kan sisanya masih ada 600 ha yang tidak di-HGU-kan.”ujar Irwansyah memulai pembicaraan. Dia mengatakan, terbit IUP sampai jadi HGU di rentang 2005-2009.
Ketua DPC PPP Madina mempertanyakan kepada mantan Ketua DPRD Madina, “Itu sepengetahuan Abang, bagaimana ceritanya sisa yang 600 ha itu, sekarang siapa yang menguasai? Seharusnya dulu ini yang pas di-plotting untuk lahan plasma, dan dari awal sudah dibangun bersamaan dengan kebun inti, Bang.”
Ketua DPD Partai Ummat Madina menjawab,
itulah makanya, “Pak Bupati, kita harapkan punya keberanian untuk membongkar dugaan ‘skandal agraria’ diduga terjadi di tubuh PT RPR.”
Imran membeberkan, info luasan dan peruntukan inilah yang sejak dulu simpang siur. “Jadi, kalau untuk meluruskan masalah, sebaiknya bupati punya keberanian mengupas habis persoalan ini. Jangan mau dialihkan pembicaraan seolah membangun plasma di luar areal IUP adalah solusi terbaik,” tegasnya.
Imran mewanti-wanti, segera ukur ulang luasan kawasan IUP. Jika ternyata 3.750 ha yang tersedia, lanjut dia, silakan lakukan revisi IUP dan plot 20 persen untuk plasma.
“Hitung nilai perkiraan keuntungan peserta plasma, terhitung sejak inti mulai berproduksi,” tegasnya.
Tentang peserta plasma, lanjut Imran, dapat diinventarisasi lewat dokumen awal persetujuan pola inti-plasma.
“Masalahnya sekarang, yang dikuasai PT RPR hanya 3.750 ha dan itu semua sudah bersertifikat HGU atas nama perusahaan, Bang. Berarti memang dari awal, dari luas IUP yang 4.350 ha itu, nggak ada diplot untuk lahan plasma. Berarti, sisa 600 ha itu sekarang kira-kira di mana dan siapa yang kuasai ya, Bang. kalau dari awal di-plotting untuk lahan plasma seharusnya tidak perlu harus begini ceritanya,” sambung Irwansyah.
Menurut Imran, kita dorong saja bupati agar bergerak di rel IUP. Karena, lanjut dia, itu ranah negara/pemerintah. Nanti akan ketemu pada peta tentang siapa yang ‘nyangkol’ di 600 ha itu.
Soal dugaan ‘skandal agraria’, menurut Imran, boleh saja dipandang tidak penting untuk dibahas. Tapi selama tidak ada revisi terhadap luas izin diterbitkan, secara hukum administrasi akan tetap terdapat permasalahan. Dan hal itu menjadi ruang terbukanya berbagai dugaan.
“PT RPR juga perlu memberi penjelasan kepada publik kenapa selama ini tidak berkeberatan dengan isi IUP yang ia kantongi berbeda dengan hasil pengukuran di lokasi,” ujar Ketua DPD Partai Ummat Madina juga mantan Ketua DPRD Madina H. As Imran Khaitami Daulay, SH.
Sayangnya, Ir Eko Ashari, Administratur PT RPR, dikonfirmasi wartawan melalui percakapan whatsApp terkirim, Senin (27/3/2023), tapi hingga berita ini ditayangkan belum memberikan tanggapan. (Ril)