WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Sebagian warga desa di Indonesia sadar bahwa hutan adalah benteng terakhir yang memberi kehidupan bagi masyarakatnya, namun itu berbanding terbalik dengan Desa Singkuang ll, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Hutan Desa dijual oknum kades dan kroni kroninya.
Hal ini diungkapkan Jonson saat memberikan keterangan Pers kepada sejumlah wartawan di Hotel Abara Panyabungan beberapa hari yang lalu.
Lahan yang mengandung sejarah bagi masyarakat desa, membuat sebagian warga juga protes dengan diperjual belikannya hutan desa tersebut ke perusahaan perkebunan kelapa sawit.
“Hutan desa dijual ke perusahaan, apalagi yang harus digarap anak cucu nanti, dan mau makan apa masyarakat ini kelak,” ujar KM kepada Warta Mandailing, Kamis (6/4/2023)
Lanjut KM, luas lahan persawahan di desa kami dapat mencukupi kebutuhan pangan masyarakat desa, selain itu, lahan ini pun masih banyak yang belum digarap, seperti rawa-rawa, daratan sawah hutan desa yang masih perawan.
“Seandainya hutan desa itu dikelola dengan baik hasilnya pasti memuaskan, selain itu, kita sebagai orang tua wajib menjaga hutan desa dan sadar akan warisan yang ditinggalkan, ini malah diperjual belikan, miris, kita mewariskan kemiskinan untuk anak cucu kita,” jelas KM.
Sementara oknum kades Singkuang ll yang di konfirmasi Warta Mandailing lewat pesan whatsapp pribadinya, mempertanyakan jual beli lahan di daerahnya, apakah hutan desa itu dijual dengan adanya surat garap warga atau melalui musyawarah desa, hingga berita ini diterbitkan belum mendapat tanggapan.
Diberitakan sebelumnya, merasa dirugikan, warga Desa Singkuang ll protes diduga Kades jual hutan Desa dengan kroni kroninya. Warga Geram dan mendesak oknum kades setempat untuk bertanggung jawab atas penjualan tanah hutan desa ke perusahaan dengan luas lahan sekitar ratusan hektare.
“Lahan pertama dijual ke PT Rendi Pada Bulan Februari 2023. Sukses penjualan itu, lalu berikutnya pengukuran kembali lahan baru dan dijual lagi lahan ke PT SSS, ini di bulan Maret, ini ada bukti transfernya ada sama kami.”ujar Jonson saat menggelar konferensi pers di Hotel Abara, Selasa (4/4/2023)
Lanjut, Kata Jonson, sebagian Lahan dijual dengan atas nama pribadi istri kepala desa, atas nama perangkat desa dan kroni kroninya serta beberapa keluarganya.
“Di dokumen kami ada atas nama istrinya, sekretaris desa, dan selain itu, transfer atm atas nama pribadi langsung ke pribadi, sementara beberapa warga, atm dan rekening ditahan oknum kepala desa, alasannya, disitu ada biaya administrasi 2 juta per hektare belum terbayar,” ujarnya.
Dijelaskan, setelah dibayar biaya administrasi dengan nominal yang disebutkan tadi baru atm dan rekening diserahkan kembali ke warga yang menjual tanah.
Ketika ditanya, apakah warga sudah pernah mengklarifikasi hal ini ke oknum kades dan perusahaan, Jonson menjelaskan upaya sudah dilakukan dan kita mendapat jawaban dari perusahaan.
“Perusahaan membenarkan bahwa mereka beli lahan dari oknum kades dan beberapa warga lainnya,” ujar Jonson.
Menurut Jonson, yang lebih mengherankan lagi, tanah yang dijual itu kebanyakan tidak memiliki surat garap, harusnya hutan desa dijual melalui musyawarah dan hasil jualnya untuk kepentingan masyarakat desa, bukan malah memperkaya diri sendiri.
“Ini mainnya tunjuk dan cantumkan nama seseorang dan selesai, seharusnya, karena itu hutan desa baiknya dimusyawarahkan,” jelasnya.
Dengan diperjualbelikan nya hutan desa ke perusahaan tanpa melalui musyawarah desa, Jonson berharap inspektorat memprosesnya secara administratif, kemudian merekomendasikan bahwa disitu ada kejahatan yang mengandung pidana.
“Saya berharap oknum kades Singkuang ll di proses secara hukum, dan diminta kepada Bupati Madina untuk mencopot jabatannya, agar menjadi contoh kepada para kepala desa yang lain, dan menjadi efek jera,” tutupnya. (Syahren)