WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Bersatu dari berbagai elemen beserta masyarakat petani di daerah kecamatan Angkola Timur, kabupaten Tapanuli Selatan akan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Bupati dan DPRD kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) pada Senin, 18 Maret 2024 esok.
Dalam surat pemberitahuan aksi yang ditujukan ke Polres Tapsel, Jumat (15/3/2024) dituangkan tuntutan massa, yakni meminta Bupati Tapsel agar selamatkan lahan pertanian dan perkebunan masyarakat yang ditumbang atau dirusak oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL) di wilayah kecamatan Angkola Timur.
Kemudian, mendesak DPRD kabupaten Tapsel agar melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan memanggil pihak pemerintah daerah beserta PT TPL untuk penyelesaian adanya dugaan tindakan pengrusakan perkebunan milik masyarakat yang dilakukan TPL.
Salah seorang praktisi hukum ternama di wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) menilai tindakan yang dilakukan pihak TPL adalah perbuatan anarkis. Sebab, menurutnya persoalan terkait lahan perkebunan ataupun pertanahan telah diatur dalam Undang-Undang Agraria dan Kehutanan.
“Tindakan anarkisme sepertinya halal di bumi Tabagsel ini sehingga perbuatan pengrusakan lahan perkebunan masyarakat yang dilakukan TPL terkesan mengabaikan aturan hukum yang ada,” ungkap Sumurung Sinaga kepada wartawan.
Pria yang dijuluki Pendekar Hukum di Tabagsel ini mengingatkan, persoalan tentang pertanahan telah jelas dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria pada pasal 5 jika pihak TPL beralasan kalau lahan yang dikelola adalah hutan negara sesuai izin yang berlaku.
“Secara hukum, supaya disebut kawasan hutan negara adalah yang sudah memenuhi ketentuan pasal 15 Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Proses pengukuhan kawasan hutan yang dimaksud di dalam aturan itulah yang belum dipenuhi pihak TPL,” bebernya lagi.
Dosen di fakultas hukum itu juga menegaskan, ketika kepentingan korporasi yang dihadapkan dengan kepentingan rakyat, seharusnya kepentingan rakyatlah yang dikedepankan. Apalagi lahan atau tanah tersebut telah dikelola rakyat sebelumnya.
“Selain pelanggaran hukum pidana, kita juga akan melakukan evaluasi dan gugatan terhadap izin yang katanya dimiliki TPL demi terwujudnya ketaatan hukum di negara kita tercinta ini,” pungkas Sumurung yang mengaku memiliki kuasa hukum dari salah satu warga pemilik lahan perkebunan di areal operasional TPL.
Informasi yang dihimpun, pihak pemerintah kabupaten Tapsel dengan manajemen PT TPL mengadakan rapat koordinasi di ruang rapat Bupati Tapsel setelah beberapa hari melakukan pengrusakan lahan kebun milik warga yang didugakan.
Delapan poin hasil atau kesimpulan yang dihasilkan dalam rapat koordinasi tersebut diantaranya, PT TPL mendapat izin PBPH seluas ± 167.912 Ha yang diberikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bernomor: SK.493/KPTS-II/1992 Jo.SK.1487/MenLHK/Setjen/HPL.0/12/2021 tertanggal 31 Desember 2021.
“Atas dasar izin tersebut, maka di kabupaten Tapsel, PT TPL mendapatkan izin seluas ± 13.265 Ha untuk diusahai,” poin kedua pada notulen rapat yang ditandatangani Asisten Pemerintahan dan Kesra Hamdan Zen, SH pada Kamis, 14 Maret 2024 kemarin.
Kemudian, PT TPL telah mendapatkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada tahun 2024 seluas 1.883 Ha yang didasarkan Rencana Kerja Usaha (RKU) yang disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“PT TPL sebelum pelaksanaan pembersihan lahan untuk ditanami eucalyptus telah diadakan sosialisasi kepada warga desa di areal operasional,” poin keempat dalam notulen rapat tersebut.
Nah, apakah sudah benar tindakan yang dilakukan PT TPL dan izin yang didapatkan telah memenuhi ketentuan sesuai aturan hukum atau legalitas kepemilikan tanah yang diperoleh warga tidak berkekuatan hukum?, Sangat menarik untuk diulas. (Nas)