WARTAMANDAILING.COM, Medan – Subdit IV Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut melakukan penggrebekan praktik pijat plus-plus khusus Gay (homo seksual). Hal ini disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sumut, Kombes Pol Irwan Anwar saat siaran pers, Rabu (3/6/2020).
Dikatakan Irwan, dalam pengungkapan ini, sebanyak 11 orang diamankan, beserta sejumlah barang bukti, antara lain handphone, uang, dan alat kontrasepsi.
”Ada 11 orang yang diamankan semuanya laki-laki. Dimana 1 orang berinisial A adalah sebagai perekrut dan yang menyediakan tempat. Sedangkan lainnya adalah terapis,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Irwan menjelaskan, pengungkapan ini dilakukan pada Sabtu (31/5/20) kemarin, di Komplek Setia Budi II di Jalan Ringroad, Kecamatan Medan Sunggal.
Menurutnya, praktik pijat ini menjadi aneh, karena semua terapisnya adalah lelaki, kemudian yang menyiapkan juga laki-laki, dan dari hasil penyelidikan klien atau pasiennya juga semuanya laki-laki.
“Maka menjadi aneh kalau ada kondom dan alat kontrasepsi yang ditemukan di TKP. Untuk alat kontrasepsi yang diamankan, yang dibawa ke Polda Sumut adalah yang utuh, sementara yang sudah dipakai, diamankan personel sudah dibuang,” jelasnya.
Irwan menegaskan, yang pasti untuk kegiatan seperti ini, sifatnya memang tertutup dan terbatas. Ia menyebutkan, tentunya para pelaku sudah mempunyai jaringan, atau sel-sel komunikasi yang bisa mempertemukan antara mereka dengan para pengguna.
“Itu yang kami dalami, ada alat grup yang mereka gunakan. Dari hasil pemeriksaan kepada pelaku, (praktik ini) kurang lebih 2 tahun (sudah berjalan),” terangnya.
Dipaparkannya lagi, khusus untuk tersangka A, pihaknya akan mempersangkakan dengan UU No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang.
Dimana dalam pasal ini disebutkan, bahwa untuk merekrut menampung dan menerima orang untuk tujuan eksploitasi, atau pemanfaatan fisik dan seksual, dipidana seringan-ringannya 3 tahun, dan selama-lamanya 15 tahun, dengan denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.
“Selain itu bisa dijerat dengan pasal 296 KUHP yaitu menyebabkan atau memudahkan terjadinya perbuatan cabul,” pungkasnya.(wm/r)