WARTAMANDAILING.COM, Padang Sidempuan – Seorang pejabat publik tidak layak dan sangat disayangkan jika sudah terbiasa memblokir nomor ponsel wartawan dan aktivis LSM baik di lingkungan pemerintahan vertikal maupun horizontal.
Apakah kebiasaan memblokir nomor ponsel bahkan nomor handphone yang memakai aplikasi whatsapp oleh wartawan dan aktivis LSM itu menjadi solusi bagi pejabat publik tersebut atau sudah menjadi tradisi bagi sejumlah oknum pejabat publik? Hal ini sangat menarik untuk diulas.
Salah seorang wartawan media online yang sering melakukan konfirmasi ataupun meminta klarifikasi ke sejumlah pejabat publik mengakui, saat menjalankan tugas sebagai insan pers, sering mendapati perlakuan yang menurutnya tidak beretika dengan sesuka hati memblokir nomor ponsel atau whatsapp para awak media.
“Seharusnya seorang pejabat publik apalagi yang menjalankan program memakai anggaran pemerintah, menurut saya harusnya terbuka kepada publik. Sebagai insan pers wajar kita menanyakan beberapa hal seputar kegiatan atau pekerjaan yang ia lakoni, itulah guna kita selaku sosial kontrol, bukan malah memblokir nomor HP nya. Bagi saya oknum pejabat seperti itu adalah seorang pengecut,” ungkapnya.
Ia menyebut perlakuan memblokir nomor ponsel kerap terjadi, tanpa mereka (oknum pejabat publik) sadari berdampak buruk bagi kinerja di instansi mereka. Padahal upaya konfirmasi yang dilakukan sesuai dengan tupoksi yang mereka jalankan.
“Seolah mereka alergi atau merasa bosan terhadap pertanyaan yang dikonfirmasi insan pers, sehingga dengan mudah memblokir nomor kontak, pesan atau whatsapp nya. Bagi saya, seorang abdi negara yang berwawasan seperti itu tidak profesional atau tidak bijak,” pungkasnya.
Hal serupa juga dialami salah seorang aktivis LSM, ia menilai secara pribadi, seorang oknum pejabat publik yang sudah kebiasaan suka memblokir nomor, hal itu menurutnya, disebabkan oknum tersebut ada kesalahan.
“Menurut analisa saya, pasti ada kesalahan yang tidak mau diganggu atau dikoreksi kinerja dan masalahnya. Tidak alasan memblokir nomor orang kalau tidak ada kesalahan, cukup tidak perlu menanggapi atau tidak menjawab jika tidak berkenan tanpa harus memblokir nomor orang,” tandas Syamsul yang juga salah seorang pimpinan LSM itu.
Tindakan memblokir nomor HP atau whatsapp salah seorang aktivis LSM ataupun wartawan menurut Syam terkesan apatisme, padahal dalam UU No. 14 Tahun 2008 telah diatur tentang keterbukaan Informasi publik yang didasari beberapa pertimbangan.
“Diantaranya, bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional dan hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik,” paparnya lagi.
Kemudian, lanjut Syam, bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik serta pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi.
“Sama halnya dengan teman-teman media, mereka melaksanakan profesinya juga berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yaitu pada pasal 4 ayat (3) yang bunyinya, pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” tutupnya.
Artinya, ucap Syam mengakhiri, insan pers tidak dapat dilarang untuk menyebarkan suatu berita atau informasi jika memang hal tersebut berguna untuk kepentingan publik.
Seyogyanya, setelah berita ini dirilis, semoga kebiasaan ataupun tradisi blokir nomor ponsel baik insan media maupun LSM tidak lagi terjadi. Prinsip seorang pejabat publik adalah terbuka kepada publik, profesional dan cerdas terhadap upaya konfirmasi atau klarifikasi yang diminta para pelaku media maupun aktivis LSM. (Nas)