WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Beredar Video Call Sex (VCS) yang diduga diperankan seorang mirip oknum anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) hingga ramai diperbincangkan publik. Belum diketahui persis siapa dalang utama penyebar video asusila yang berdurasi 1 menit 2 detik itu.
Pewarta media ini turut serta mendapatkan video kiriman yang diduga seorang pemeran utama dalam rekaman video tersebut jelas mirip dengan oknum anggota DPRD Tapsel berinisial ES.
Dalam cupilkan rekaman video itu terlihat oknum dewan tersebut tampak asyik berbaring menikmati adegan si perempuan tanpa busana yang sedang melakukan masturbasi dengan tangan sebelah bergerak-gerak ke atas dan ke bawah sambil memegang alat vitalnya di depan kamera Hp.
Di sisi kanan atas tampak dalam rekaman VCS tersebut seorang perempuan tanpa busana. Perempuan itu terlihat berekspresi tidak senonoh.
Rekaman VCS yang diduga kuat dilakukan oknum dewan ini tentu sangat mencoreng lembaga DPRD. Jika benar pemeran pria dalam rekaman tersebut ialah ES, tentu juga memalukan ke 34 anggota dewan lainnya.
ES ketika dikonfirmasi lewat pesan aplikasi whatsapp nya tidak membantah namun tidak juga membenarkan kalau pemeran pria dalam video tersebut adalah dirinya. Ia hanya meminta pewarta untuk mengirim cuplikan video dimaksud kepadanya.
“Kirimkan saja bapak, gak mungkin saya jawab video yang gak saya lihat,” jelasnya singkat.
Hasil penelusuran media ini, rekaman video asusila tersebut bersumber dari seseorang yang dikabarkan telah dilaporkan ke penegak hukum dan telah menjalani hukuman penjara atas tuduhan pelanggaran UU ITE dan pemerasan.
Menurut pengakuan pelaku, alasan rekaman video dimaksud ia sebar karena ES dinilai curang setelah selesai menikmati VCS tersebut tidak komitmen untuk pembayaran usai adanya kesepakatan dengan pelaku.
Di waktu terpisah, menanggapi beredarnya rekaman VCS tersebut, salah seorang aktivis menuturkan, VCS termasuk perbuatan yang melanggar hukum yakni Undang-Undang (UU) Pornografi, UU ITE dan perubahannya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hingga melanggar Peraturan Daerah (Perda) baik bagi pelaku penyedia jasa maupun pengguna jasa VCS dimaksud.
“VCS yang dilakukan oleh penyedia jasa prostitusi telah melanggar Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi dan dapat dijerat dengan ancaman pidana berupa penjara dan denda. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 UU Pornografi yang menyebutkan bahwa setiap orang yang menyediakan jasa pornografi dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp 3 miliar,” papar Selli saat ditemui di salah satu kafe ternama di Padangsidimpuan, Senin (25/9/2023).
Perempuan yang memiliki gelar sarjana hukum itu juga menyebut, selain UU Pornografi, pelaku penyedia jasa VCS termasuk dalam kategori pelanggaran pasal 27 ayat (1) UU ITE sehingga dapat dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) UU ITE junto. UU 19/2016.
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar,” ungkapnya lagi.
Nah, bagi si pengguna jasa/konsumen layanan VCS, lanjut Selli, menurutnya hanya dapat diadukan oleh pasangan sahnya sebagaimana persoalan dan hukumannya diatur dalam pasal 284 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan.
“Selain dijerat KUHP, pelaku pengguna jasa VCS juga dapat dikenakan sanksi atas Perda, yakni Perda Kabupaten Tapsel,” pungkas perempuan bermarga Pane itu. (Tim)