WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Pada Pilkada Kabupaten Mandailing Natal 2024 yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November nanti, kita mendapati sebuah pemandangan unik. Hingga saat ini, hanya satu pasangan calon yang kemungkinan akan maju dalam kontestasi ini, yaitu pasangan Harun Mustafa Nasution dan H. Muhammad Ichwan Husein Nasution. Namun, apa yang membuat kandidat tunggal ini menjadi satu-satunya pilihan? Masyarakat perlu memahami duduk perkara di balik proses ini, yang mencerminkan pentingnya ketegasan aturan dan kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu.
Pada 8 September 2024, KPK merilis bahwa masih ada 107 bakal calon kepala daerah yang belum memenuhi kelengkapan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), termasuk sejumlah bakal calon dari Mandailing Natal. Batas waktu tersebut adalah titik krusial yang menandakan apakah para calon ini benar-benar siap mengikuti aturan main pemilu.
KPK membuka layanan khusus hingga pukul 14.00 di hari itu, namun ketegasan waktu ini rupanya tidak sepenuhnya diindahkan. H. Saipullah Nasution, pesaing utama pasangan Harun–Husein, baru mendapatkan bukti Tanda Terima LHKPN pada 16 Oktober 2024, jauh setelah tenggat waktu yang disyaratkan.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024, Bukti Tanda Terima LHKPN yang yang diterima setelah tanggal batas waktu dianggap tidak sah untuk memenuhi syarat administrasi. Hal ini seharusnya menjadi alasan kuat bagi KPU Mandailing Natal untuk menilai bahwa pasangan Saipullah–Atika sebenarnya tidak layak lolos sebagai calon resmi. Di sini muncul pertanyaan besar: Mengapa KPU Mandailing Natal justru menetapkan pasangan tersebut sebagai peserta Pilkada?
Masyarakat berhak bertanya, apakah ada kelalaian dari pihak KPU setempat? Jika benar terjadi kelalaian, maka KPU perlu menggelar rapat pleno untuk memperbaiki keputusannya dan mencabut status keikutsertaan pasangan Saipullah–Atika. Langkah ini tak hanya menjadi wujud tegaknya aturan, namun juga upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap integritas Pilkada.
Ketua Tim Kampanye pasangan Harun Mustafa Nasution, Zuhri Musthafa Nasution, bahkan sudah melakukan klarifikasi langsung ke Gedung Merah Putih KPK pada 12 November 2024 untuk menanyakan keabsahan LHKPN Saipullah–Atika. Hasilnya jelas: dokumen LHKPN pasangan Saipullah–Atika yang baru diterima pada 16 Oktober tidak lagi sah sebagai syarat administrasi.
Kita perlu menyoroti bahwa aturan bukanlah formalitas belaka. Ketika suatu aturan dibuat, maka harus ada konsekuensi bagi pihak yang melanggarnya. Dalam konteks ini, jelas bahwa ketidakpatuhan terhadap aturan administrasi adalah alasan kuat untuk menyatakan pasangan Saipullah–Atika tidak memenuhi syarat sebagai peserta Pilkada. Hal ini membuka jalan bagi Pilkada Kabupaten Mandailing Natal 2024 untuk hanya diikuti oleh satu pasangan calon.
Bagi masyarakat, hal ini bisa jadi mengejutkan. Namun, keputusan ini bisa mencerminkan ketegasan yang dibutuhkan dalam sistem pemilihan yang bersih dan adil. Pilkada dengan satu pasangan calon bukan berarti bahwa masyarakat tidak punya pilihan. Justru, ini adalah langkah yang mempertegas bahwa hanya mereka yang benar-benar memenuhi syarat dan patuh pada aturan yang layak menjadi pemimpin.
Pada akhirnya, Pilkada Mandailing Natal 2024 akan menjadi cerminan sejauh mana aturan ditegakkan dan integritas dijaga dalam pemilihan daerah. Sebuah kesempatan bagi masyarakat untuk mendukung demokrasi yang sehat dan transparan—demokrasi yang tak ragu menetapkan bahwa kandidat tunggal yang patuh pada aturan lebih baik daripada banyak pilihan tanpa kepastian integritas.
Tulisan : Palit Hanapi Lubis
(Pengusaha Muda dan Penggiat Sosial)