WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Peristiwa Kematian Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) di Proyek PLTA yang dikembangkan oleh PT.NSHE sampai sekarang masih jadi misteri.
Bagaimana tidak, sampai sekarang penyebab kematian Orangutan Tapanuli yang masih Anakan berjenis kelamin Jantan dengan usia 1 (Satu) tahun di lokasi koordinat kematian di Area Proyek PLTA N: 1° 29’ 31.4” E: 99° 06’ 01.9 belum ada titik terang yang dijelaskan oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Sumatera Utara (BBKSDA-SU).
Bukankah sudah dilakukan otopsi untuk uji lab demi mendapatkan hasil yang akurat terkait penyebab kematian Anakan Orangutan Tapanuli, begitu juga sudah dilakukan peninjauan oleh pihak BBKSDA-SU langsung ke lokasi tempat kejadian matinya Anakan Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis).
“Empat bulan sudah lamanya terhitung dari tanggal 4 Agustus 2024 matinya Anakan Pongo Tapanuliensis di Area Proyek PLTA, belum ada press release yang disampaikan oleh BBKSDA-SU, padahal kita tahu dan lihat bersama ketika dalam penanganan penyelamatan satwa selalu melakukan press release ketika yang diselamatkan berhasil, media akan memberitakan agar masyarakat mengetahuinya,” papar Primadona Rambe ke redaksi Warta Mandailing, Minggu (5/1/ 2025).
Kata dia, berbeda sekali dengan kali ini, BBKSDA-SU selaku otoritas penannggung jawab dan yang memiliki wewenang tidak sedikitpun memberikan klarifikasi atas kejadian kematian Anakan Orangutan Tapanuli, semua diam dan membisu. Ada apa dengan hal tersebut?
“Kenapa diam, sebutkan saja bagaimana kejadiannya, bagaimana bisa terjadi hal tersebut, apa hasil lab, bagaimana kondisi habitat orangutan khususnya dan keanekaragaman hayati yang berada di area proyek PLTA oleh PT. NSHE, biar semua bisa mengetahuinya secara transparan dan partisipatif,” ungkap Primadona Rambe yang merupakan anggota dari Forum Masyarakat Pegiat Konservasi Tabagsel (FMPKT).
Mirisnya lagi kata Perimadona Rambe, YOSL-OIC yang merupakan NGO’s yang bergerak di bidang Pelestarian dan Perlindungan Orangutan dengan nama tim Human Orangutan Conflict Respon Unit (HORCRU) pada tanggal 24 Agustus 2024 mengadakan kegiatan memperingati Hari Orangutan Internasional tepatnya di Hotel Torsibohi Sipirok Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.
Kematian Anakan Pongo Tapanuliensis hanya berselang 20 hari dari Perayaan Hari Orangutan Internasional tidak ada memberikan informasi terkait kematian tersebut.
Katanya YOSL-OIC adalah Orangutan Informasi Center, kok gak pernah di release kegiatan OU yang mati yang di tangani di Ekosistem Batangtoru, atau kuat dugaan sudah di Nina bobokan sama Corporate atau sebut saja saat ini PT. NSHE karena yang mati di area proyek mereka sehingga diam dan membisu.
Ditambah lagi memiliki Mou atau PKS dengan BBKSDA-SU / KLHK sehingga membuat YOSL-OIC tidak berkutik untuk angkat bicara terkait kejadian tersebut, hal yang sama juga dengan BBKSDA-SU kuat dugaan sudah mendapatkan suntikan dana dari PT. NSHE sehingga tidak mau memberikan keterangan apapun terkait kematian Orangutan tersebut.
“Forum Masyarakat Pegiat Konservasi Tabagsel pada hari Senin tanggal 16 Desember 2024 melakukan AKSI di depan Gedung Kantor BBKSDA-SU, dimana sangat miris hati kita melihat tanggapan dari Kepala BBKSDA-SU terkait aspirasi yang kami sampaikan,” kata Primadona.
“Kepala BBKSDA-SU tidak berada di kantor dan sedang melakukan perjalanan dinas luar kota atau sedang melakukan kegiatan di luar kota kata pihak pegawai BBKSDA-SU yang di tunjuk dan di utus menerima kami melakukan AKSI di depan Gedung Kantor BBKSDA-SU,” terang dia.
“Tiga hari sebelum kita melakukan AKSI, surat sudah kita sampaikan ke Kantor BBKSDA-SU, namun Kepala BBKSDA-SU tidak mau menanggapinya dengan mengutus Pegawai BBKSDA-SU dengan jawaban akan disampaikan kepada Kepala BBKSDA-SU dan akan di Informasikan kepada “FMPKT” terkait jawaban dari BBKSDA-SU,” tambahnya lagi.
Presidium FMPKT, Faisal Rizal mengatakan, sampai sekarang Kepala BBKSDA-SU tidak memberikan keterangan hal apapun kepada mereka. Pihaknya akan terus mengejar kebenaran dan keadilan terkait kejadian tersebut sampai menemukan titik terangnya.
“Kita akan melakukan aksi yang lebih besar di depan Kantor BBKSDA-SU sampai berjilid-jilid bahkan kita akan melakukan aksi langsung di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta,” kata Faisal Rizal.
Saat berorasi di depan Kantor BBKSDA-SU, ini masih langkah awal yang dilakukan, pihaknya akan terus mencari titik terang dari kematian Anakan Orangutan Tapanuli tersebut dan akan melakukan aksi yang lebih besar lagi di depan Kantor BBKSDA-SU dan kantor KLHK.
Selain itu, seluruh NGO’s yang berkantor di sipirok yang melakukan kegiatan Pelestarian Dan Perlindungan Keanekaragaman Hayati hari dianggap semua mandul dan hanya sebagai lembaga suruhan pemerintah.
“NGO’s hari ini sudah berubah nama menjadi GO, bukan lagi LSM Lingkungan tapi Lembaga Anak Cucunya BBKSDA-SU, kita bayangkan keberadaan para NGO’s di Kawasan Ekosistem Batangtoru bukan malah semakin terjaga,” sebut FMPKT.
Akan tetapi, semakin parah dan hancur bahwa tidak mampu membawa dampak yang signifakan untuk penjagaan kawasan Ekosistem Batangtoru, Pembukaan Lahan Semakin Lebar, Ilegal Loging semakin merajalela, perburuan satwa tidak terbendung, perdagangan satwa terang-terangan, privat sektor bebas melakukan kegiatannya tanpa pengawasan yang jelas.
Para NGO’s semua hanya sebatas melakukan aktivitas projek semata, Salam Lestari yang dijargonkan hanya sebatas jargon belaka, yang terjadi adalah “MALAPETAKA”, hanya mementingkan kepentingan individu atau kelompoknya masing-masing.
Menurut FMPKT, pemberdayaan masyarakat hanyalah sebagai lubang masuk untuk melaksanakan aktivitas Project yang mereka jual dalam bentuk proposal kegiatan kepada Donor-Donor untuk mendapatkan DANA dengan dalih menjual konteks kemiskinan dan kehidupan disekitaran Kawasan untuk dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat membawa dampak positif sekaligus perlindungan Keanekaragaman Hayati.
Namun semua hanyalah pencitraan dan bohong belaka. Sebut saja, YOSL-OIC, COP, SRI, PRCF, Tahukah, YEL, yang berkantor di Kecamatan Sipirok, Ilegal Logging kerap terus terjadi di area aktivitas kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan, pengalih fungsi lahan pun terus terjadi, tapi mereka hanya menonton, diam dan membisu tidak bisa berbuat apa-apa, tepatnya di Desa Bulumario dan sekitarnya.
“Begitu juga Walhi Sumut dan Yayasan Konservasi Indonesia (YKI), tidak mau memberikan komentar atas Kematian Anakan Orangutan Tapanuli. Mereka semua diam dan membisu,” jelas FMPKT.
Dijelaskan lagi, pekerjaan Proyek PLTA yang dikembangkan oleh PT. NSHE mulai dari Bantaran Sungai Huluala, Hombangan Bide, Hutaimbaru sampai ke Baju Jomba yang merupakan Habitat Satwa Kunci.
“Pongo Tapanuliensis, Harimau Sumatera terbesar di Kawasan Ekosistem Batangtoru yang hari ini patut kita pertanyakan kondisinya, kepada siapa lagi harus kita bertanya dan mengadu untuk mencari kebenaran tersebut,” tanya Primadona Rambe.
Seharusnya sebagai NGO’s yang merupakan Lembaga Non Pemerintah harus menjadi Againt Control dalam melihat Kinerja Pemerintah dari Luar, Ikut bersuara ketika ada kejadian yang sudah melanggar aturan dan Etika Ekologi.
Salah satunya Kematian Anakan Orangutan Tapanuli yang terjadi tanggal 4 Agustus 2024 ini sangat dekat dengan aktivitas keseharian yang dilakukan oleh para NGO’s / Lembaga.
“Tapi mereka juga ikut bungkam dan diam melihat kejadian tersebut, seolah tutup mata dan tidak tahu apa-apa. Kehadiran para NGO’s atas kegiatan dalam memperingati Hari Orangutan Internasional yang diadakan oleh YOSL-OIC menjadi Catatan Besar bagi kami,” tegas Primadona.
Mengingat history dulu saat lahirnya private sektor di kawasan Ekosistem Batangtoru, para Pentolan Lembaga tersebut ikut serta menyuarakan akan terjadinya kerusakan atau hancurnya habitat Orangutan Tapanuli yang harus dilindungi dan merupakan satwa kharismatik di Kawasan Ekosistem Batangtoru dan menjadi satwa kunci yang terancam punah karena populasinya sedikit yang tinggal kurang lebih 800 individu.
Ternyata melalui kejadian ini kita semakin paham, sebagai CSO Lokal kita tidak akan tinggal diam melihat kondisi tersebut, kita akan melakukan perlawanan kepada para pihak yang menjual kekayaan Ekosistem Batangtoru hanya untuk kepentingan individu atau kelompok tanpa memberikan dampak positif kepada masyarakat.
“Kita tidak pernah anti dengan orang asing, tapi kita juga tidak mau dijajah ditanah kita sendiri,” imbuhnya lagi.
FMPKT akan terus menggaungkan dan melakukan aksi sampai mendapatkan titik terang atas kejadian tersebut dari BBKSDA-SU dan tidak akan membiarkan PT. NSHE untuk melakukan perusakan biodiversity di area proyek secara semena-mena tanpa ada pengawasan yang jelas dari berbagai pihak.
“Sebagaimana kita ketahui, sesuai dengan informasi yang kita dapatkan dilapangan, bahwa kegiatan aktivitas di PT. NSHE sangat banyak yang kejanggalan, mulai dari penerimaan karyawan yang tidak jelas, system penggajian yang tidak transparan, tidak boleh melawan atau ribut serta demo ketika ada hak yang tidak diperoleh atau ada masalah yang dianggap merugikan para karyawan yang dibuktikan dengan membuat surat pernyataan yang memihak perusahaan tanpa ada pertimbangan.
“Safety kerja yang tidak jelas dibuktikan banyaknya yang kecelakaan kerja, dan masih banyak hal lainnya, bagaimana mungkin biodiversity bisa terjaga sementara SOP pekerjaan pun patut dipertanyakan,” kata Primadona Rambe.
Sebagai ungkapan penutup yang disampaikan kepada BBKSDA-SU dan NGO’s “Apa Guna Punya Ilmu Tinggi, Kalau Hanya untuk Mengibuli, Apa Guna Banyak baca Buku, Kalau Mulut Kau Bungkam Melulu” (Syair Pusi Wuji Tukul melawan Tirani”. (r/Nas)