Seribu Tahun Lalu

Kerajaan Panai disebut dalam prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Rajendra I alias Rajendra Utama Chola yang berkuasa di India Selatan pada 1012–1040. Prasasti Tanjore yang dibuat tahun 1030/1031 dan berbahasa Tamil menyebutkan Kerajaan Chola menyerang Kerajaan Sriwijaya pada 1023/1024.
Setelah Rajendracola I mengalahkan Sriwijaya, Panai pun jatuh ke tangannya. Dalam prasasti itu digambarkan Panai adalah kerajaan yang dialiri sungai-sungai.
Berita Tiongkok dari abad ke-9 menyebut nama Pu-ni atau Po-li. I-tsing yang lama tinggal di Sumatra mengatakan bahwa Po-li berlokasi di sebelah timur Barus ke arah pedalaman.
“Ini dikuatkan oleh Hsu Yun Ts’iao yang mengidentifikasikan Panai sebagai tinggalan Padang Lawas,” kata Sukawati.
Pada abad ke-14 berita tentang kerajaan Panai juga dimuat dalam Nagarakretagama. Naskah ini ditulis Mpu Prapanca pada masa pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit.
Kekuasaan yang membangun candi-candi di Padang Lawas kemungkinan besar sudah eksis sejak abad ke-11 atau 1.000 tahun lalu. Itu melihat pertanggalan pada Prasasti Batara Lokanantha, yakni tahun 1039.
“Ada temuan arca perunggu Lokanantha, di bagian lapiknya ada angka tahun 1039. Lalu juga angka tahun dalam Prasasti Tanjore 1031,” kata Sukawati.
Salah satu candinya, Biaro Si Joreng Belanga (Tandihat 1) dibangun pada abad ke-12. Temuan prasasti batu di sana berangka tahun 1101 Saka atau sama dengan tahun 1179.
Lalu ada arca Ganesha di Situs Porlak Dolok dekat Sungai Barumun. Angka tahun pada arca ini diinterpretasikan dari abad ke-13 (1245/1213).
Dari temuan keramik di Padang Lawas menunjukkan situs-situs di sana mungkin dipakai sejak abad ke-9 hingga ke-14. Dari situs Nagasaribu misalnya, didapatkan keramik dari Dinasti Song, khususnya abad 9-12. Dari Biaro Sipamutung ditemukan keramik Mesir, Suriah abad ke-10-11, Dinasti Song abad ke-10-13, dan Dinasti Yuan dari abad ke-13-14. Begitu pula di Mangaledang, terdapat temuan keramik Dinasti Song dan Dinasti Yuan.