Biaro-Biaro Padang Lawas dan Kerajaan Panai di Sumatra Utara

Penghubung Dua Pantai Sumatra

Guillot mengatakan, arkeolog R. Soekmono pernah mengamati sebagian batu candi di Padang Lawas dibawa dari pantai barat pulau Sumatra. Ketika beberapa candi dipugar, artefak yang ditemukan, yakni serpihan keramik dan kaca, persis sama dengan sebagian dari artefak yang ditemukan di Lobu Tua, Barus. 

Karenanya paling lambat abad ke-11 Padang Lawas sudah berhubungan dengan pantai barat. Ini juga mengingat di situs Padang Lawas yang luas terdapat peninggalan yang sezaman dengan Barus, termasuk Candi Sipamutung dari abad ke-11.   

“Dan cukup ramai orang yang melalui jalan ini sehingga lama-kelamaan tinggal benda-benda dan tempat ibadat saja yang membuktikan adanya suatu peradaban asing,” kata Guillot.

Sementara itu, dari Padang Lawas pun mudah untuk menelusuri Sungai Pane yang bermuara di Sungai Barumun sebelum mencapai pantai timur Sumatra dan bermuara di Selat Malaka.

“Sudah lama diperkirakan bahwa Padang Lawas terletak di tengah sebuah jalan yang menghubungkan kedua pantai Sumatra,” lanjut Guillot.

Letak Padang Lawas pun sangat strategis karena memiliki dua gerbang pelabuhan: Barus di barat dan Labuhan Bilik di timur. 

Keram Kevonian dalam “Suatu Catatan Perjalanan di Laut Cina dalam Bahasa Armenia” yang terbit di Lobu Tua Sejarah Awal Barus, menyebut Kerajaan Paṇai menjadi penting karena memiliki komoditas utama yang diperebutkan di pasar internasional. Barang itu diperdagangkan di pelabuhan bertaraf internasional yang terletak di pantai barat, Barus, maupun di timur, Labuhan Bilik.

Read More

Menurut Lisda Meyanti dalam “Prasasti Panai: Kajian Ulang tentang Lokasi Kerajaan Panai”, yang terbit di jurnal AMERTA,Vol. 37 No. 1, Juni 2019,kondisi itu memberi gambaran ramainya kawasan itu pada masanya. Kemungkinan pada masa lampau Padang Lawas lebih subur dibandingkan sekarang. Karenanya Kerajaan Panai sangat kaya akan hasil hutan, khususnya kapur barus dan ternak. Belum lagi hasil perut buminya seperti emas.

“Hanya masyarakat yang kaya dan makmurlah yang mampu membangun candi,” tulis Lisda.

Tulisan ini juga dimuat di www.historia.id

Related posts