WARTAMANDAILING.COM, Padang Lawas Utara – Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dilaksanakan sejumlah lembaga pelatihan di beberapa hotel di Medan dan diikuti segenap kepala dan perangkat desa dari Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) menjadi sorotan publik. Diduga pelaksanaan Bimtek secara serentak tersebut sarat korupsi.
Pelaksanaan Bimtek yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2024 ini dianggap menghambur-hamburkan keuangan negara. Kegiatan yang diikuti 386 desa se Kabupaten Paluta dengan jadwal yang sama, sangat berlebihan.
Gelaran Bimtek yang dilakukan setiap tahun menggunakan Dana Desa mencapai miliaran rupiah ini terkesan pembiaran, sehingga patut dicurigai sebagai ajang bisnis para pejabat yang berkedok kegiatan Bimtek desa.
Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Hati Rakyat (AMATIR) Tabagsel, Fachrur Rozi menegaskan kalau kegiatan Bimtek desa yang digelar dari tahun ke tahun ini janganlah dibiarkan, karena dalam pertanggungjawaban keuangannya diduga sarat permainan anggaran dan sarat konspirasi.
“Dugaan permainan anggaran dan konspirasi pada kegiatan Bimtek desa se Kabupaten Paluta ini, seperti kontribusi yang dibayarkan peserta terlalu berlebihan dan terkesan mengangkat tema yang berulang-ulang,” ungkap Rozi.
Rozi menuturkan, dalam surat undangan yang ditujukan kepada seluruh kepala desa se Kabupaten Paluta, disebutkan untuk biaya pelatihan dikenakan sebesar Rp10 juta per peserta dengan pelaksanaan yang serentak selama 5 hari 4 malam di hotel yang berbeda. Namun, tidak diketahui siapa saja peserta yang mengikuti kegiatan tersebut.
“Jika dikalkulasikan dari jumlah 386 desa dikali kan 4 pelatihan dengan biaya masing-masing sebesar Rp10 juta per peserta, maka seluruh biaya terkumpul mencapai Rp15 miliar lebih anggaran yang dibayarkan. Kuat dugaan kegiatan Bimtek ini dijadikan ajang bisnis yang sarat dengan korupsi,” beber Rozi.
AMATIR Tabagsel, kata dia, menilai kegiatan Bimtek yang menjadi buah bibir masyarakat ini tidak akan memberi dampak positif bagi desa. Sebab, diduga kuat hanya untuk kepentingan pihak tertentu demi mencari keuntungan.
Anehnya, tambah Rozi, kegiatan pelatihan yang mengundang seluruh kepala desa ini dilakukan oleh lembaga-lembaga yang pernah dan telah dilaporkan sejumlah elemen masyarakat untuk diperiksa aparat penegak hukum. Namun masih saja berlangsung hingga saat ini.
“Kami menduga kegiatan berkedok pelatihan kepala dan perangkat desa ini merupakan program titipan oknum instansi vertikal di Sumatera Utara dengan modus memanfaatkan lembaga pelatihan yang belum tentu menghadirkan narasumber yang memiliki kompetensi di bidangnya,” imbuhnya lagi.
Meski demikian, sambung Rozi, AMATIR Tabagsel siap mendukung langkah pencegahan yang dilakukan aparat penegak hukum untuk mengungkap dan memberantas tindak pidana korupsi khususnya pada penggunaan dana desa.
Disinyalir Ada Keterlibatan Oknum Instansi Vertikal
Koordinator Wilayah Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Tabagsel, Abdul Rahman Purba menduga kegiatan berkedok Bimtek desa yang dipesertai kepala desa dan perangkatnya saat ini disinyalir adanya keterlibatan oknum Institusi Vertikal.
Pria yang akrab disapa Purba ini menyebut, kuat diduga penyelewengan dana desa dengan penyalahgunaan wewenang pada kegiatan Bimtek desa se Kabupaten Paluta merupakan sarana korupsi berjamaah yang terstruktur, sistematis dan masif.
Menurut dia, pelaksanaan Bimtek desa selama ini telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Kerja Sama Desa dibidang Pemerintahan Desa.
Pasalnya, sebagian besar kepala desa selaku kuasa pengguna anggaran yang mengikuti pelatihan tersebut mengakui hanya diarahkan untuk mengikuti Bimtek dengan membayar biaya per kegiatan sebesar Rp10 juta.
“Sebagian kepala desa yang berangkat ke Medan untuk Bimtek terkesan terpaksa hadir seolah diintervensi oleh oknum pejabat negara. Sebab, tak satupun pihak lembaga pelatihan yang dikenal oleh kepala desa,” akui Purba yang sebelumnya telah menghubungi sejumlah peserta Bimtek.
Anehnya lagi, lanjut Purba, saat menghubungi nomor telepon yang dicatut dalam surat undangan salah satu lembaga pelatihan mengakui bahwa lembaga dimaksud dipinjam oleh oknum berkepentingan.
Amatan Purba, biaya kegiatan Bimtek ini juga diduga tidak merujuk pada aturan penetapan harga barang dan jasa, sehingga terindikasi praktik mark up. Biaya per pelatihan pun terkesan ditetapkan suka-suka oleh penyelenggara.
“Diduga mulus terselenggaranya kegiatan Bimtek ini juga sengaja didukung oleh oknum instansi vertikal yang dinilai lemah terhadap pengawasan keuangan negara,” ujarnya lagi.
Seyogyanya juga, pihak Dinas PMD, APIP dan Camat sebagai pembantu kepala daerah yang memiliki peran penting dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan serta pengelolaan dana desa tidak luput dalam dugaan ini.
Rentannya penyalahgunaan anggaran dana desa yang melibatkan oknum pejabat negara, tentunya dibutuhkan ketegasan dari pihak aparat penegak hukum. Dan untuk menyikapi persoalan ini, Purba berencana akan menggiring temuan ini ke tingkat pusat.
“Banyaknya keluhan masyarakat tentang kasus Bimtek ini, dalam waktu dekat kita akan surati dan suarakan kasus ini ke tingkat pusat,” pungkasnya. (Tim)