WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Kepolisian Resort (Polres) Tapanuli Selatan (Tapsel) atas dugaan kasus pemerasan dan penganiayaan terhadap pelapor, Paisal Siregar menjadi tanda tanya.
Sebab, sejumlah keterangan yang disebutkan dalam SP2HP tersebut, menurut korban (pelapor) dan saksi korban tidak sesuai atau berbeda dengan apa yang telah dialami mereka.
Tukma Wadi Hasibuan salah satu saksi korban, menyangkal kalau pengakuan terlapor atas nama Roganda Nainggolan benar bertemu dengan Paisal Siregar dan Tukma Hasibuan di kantin SMP Negeri 5 Simataniari dengan maksud pertemuan karena ada janji dengan Tukma Hasibuan dan membenarkan ada meminta uang sebesar Rp. 24 juta untuk ganti rugi atas pembayaran dari hasil penjualan judi Macau.
“Kami kesana bukan mau ganti rugi ke mereka, kami disuruh datang untuk mengambil hadiah yang sebelumnya diarahkan oknum Kades Aek Pardomuan untuk bertemu si Nainggolan. Kok malah kami yang disebutkan ganti rugi,” ungkap Tukma kepada wartawan, Rabu (2/6/2021).
Namun disayangkan, dalam SP2HP tersebut, Polisi tidak menerangkan kalau Roganda Nainggolan ada atau tidak melakukan pemukulan, penyekapan dan pemerasan. Sementara, kata Tukma, dirinya lah yang merasakan langsung adanya keterlibatan Roganda Nainggolan atas pemukulan, penyekapan dan pemerasan terhadap dirinya bersama korban (pelapor).
Diceritakan Tukma, bahwa awal kehadirannya di lokasi kejadian (kantin SMP N 5 Simataniari) adalah atas undangan oknum Kepala Desa Aek Pardomuan, Hotma Tua Ritonga dengan tujuan untuk menjemput hadiah atas penjualan judi togel jenis Macau. Setelah itu, oknum Kades menyuruh untuk bertemu dengan Roganda Nainggolan (terlapor).
“Yang meminta saya datang kesitu si Bandar (oknum Kades Aek Pardomuan), tiba disitu saya disuruh ketemu sama si Nainggolan, lalu saya telepon dan mereka minta saya datang ke kantin SMP N 5 Simataniari,” sambungnya.
Dikatakan Tukma, keterangan terlapor dalam SP2HP tersebut sangat tidak sesuai dengan apa yang mereka alami. Menurutnya, beberapa keterangan yang disebutkan para saksi ataupun terlapor berbeda pada saat kejadian.
“Intinya saya kesitu bukan karena terhutang, melainkan menjemput hadiah atau minus mereka. Logikakanlah bang, jika saya ataupun siapa saja yang berhutang, apa mungkin saya mau datang kesana dalam keadaan kosong (tidak bawak uang), paling tidak saya mengelak. Karena judulnya mau jemput hadiah, maka saya ajak teman saya untuk menjemputnya. Namun, sialnya malah saya dan teman saya yang disekap dan diminta tebusan uang untuk dibayar ke mereka sebesar Rp. 24 juta yang sebelumnya mereka minta Rp. 34 juta dan jika uang tersebut tidak ditransfer hingga jam 5 subuh, maka kami akan dibunuh,” papar Tukma.
Sementara itu, hasil pemeriksaan polisi kepada Sampe Tambunan dan Rahmat Sitepu yang juga terlapor menyebut, membenarkan ada bertemu dengan Tukma Hasibuan dan Paisal Siregar namun mengaku tidak ada melakukan perbuatan apapun.
Keterangan itu disangkal oleh korban/pelapor, Paisal Siregar. Sebab, menurutnya Rahmat Sitepu adalah orang yang berperan sebagai komando yang menyuruh mengikat dan meminta uang tebusan, sedangkan Sampe Tambunan adalah termasuk pelaku pemukulan terhadap dirinya.
“Si Rahmat Sitepu itu pemberi komando disitu, yang menjemput saya ke mobil ada tiga orang, si Nainggolan, si Tambunan dan Sikapidu itu, dari mobil hingga ke kantin mereka pukuli saya berulang kali,” beber Paisal.
Informasi yang dihimpun, dalam SP2HP nomor B/480/IV/2021/Reskrim tersebut menerangkan, bahwa pihak polisi telah mengirimkan surat undangan klarifikasi kepada Seriusman Gulo selaku pemilik rekening yang menerima uang tebusan yang dikirim pihak keluarga korban untuk hadir pada tanggal 6 Mei 2021 pukul 14.00 WIB.
Kemudian juga melakukan undangan klrafikasi terhadap Roberti Rio Simbolon, Perubahan Giawa, Sikapidu, Raja Siregar yang dijadwalkan hadir pada Selasa 4 Mei 2021.
Selain itu, dalam SP2HP dengan nomor B/148. b/IV/2021/Reskrim, pihak polisi disebutkan telah menggelar cek TKP yang berada di areal sekolah SMP 5 Simataniari dan berkesimpulan benar adanya kantin sekolah SMP N 5 serta ditemukan tali nilon berwarna kuning yang diduga sebagai alat pelaku untuk mengikat tangan korban. (Imran)