WARTAMANDAILING.COM, Tapanuli Selatan – Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel), H Dolly Pasaribu, SPt MM, menyampaikan bahwa, pengelolaan ekosistem gambut secara berkelanjutan merupakan salah satu kunci penting dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB).
Tak hanya itu, pengelolaan gambut juga kunci penting dalam pembangunan rendah karbon (PRK) dan secara langsung dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Pihaknya mengaku akan mendukung penuh upaya restorasi gambut khususnya di Kabupaten Tapsel Sumatera utara (Sumut) pada umumnya.
“Kami berkomitmen laksanakan berbagai kegiatan perlindungan dan pengelolaan gambut di Tapsel bersama pihak terkait,” ungkap Bupati dalam sambutannya pada acara semiloka bertajuk “Mendorong Kebijakan dan Praktik Pengelolaan Gambut di Tapsel dan Sumut”, Selasa (20/4/2021) di Hall Emerald, Hotel Mega Permata, Kota Padangsidimpuan.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut, SPM Budi Susanti, yang hadir menyebutkan, pemerintah Nasional sudah mengeluarkan Permen LHK No.60/2019 terkait pedoman penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG) dan penetapan SK Men LHK No. 246/2020 tentang rencana perlindungan dan RPPEG Nasional secara rinci.
Untuk Sumut, kata Budi, sebanyak 26 dari total 27 kesatuan hidrologis gambut (KHG) sudah melakukan pemetaan inventarisasi karaktersitik gambut berskala 1:50.000. Ia juga menekankan pentingnya penyusunan RPPEG di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Pihaknya berharap penyusunan RPPEG di tingkat provinsi Sumut maupun Kabupaten Tapsel dapat disegerakan.
“Kami siap mendampingi dalam proses penyusunannya,” ujarnya.
Sesi diskusi semiloka itu juga hadirkan Kepala Bappeda Sumut, Hasmirizal Lubis. Dalam paparannya, Hasmirizal menyebut bahwa, saat ini Pemprov Sumut sedang menyusun rencana pembentukan forum pengelolaan dan perlindungan ekosistem gambut, yang bekerja sama dengan Conservation International dalam rangka pelestarian ekosistem gambut di Provinsi.
Ia menambahkan bahwa pada tahun 2022 akan dikembangkan 200 desa wisata. Yang mana potensi wisata gambut juga bisa turut dikembangkan. Ke depan, Sumut juga diharapkan dapat masuk ke dalam provinsi prioritas kegiatan restorasi gambut sesuai dengan Permen LHK No.8/2020 tentang penugasan sebagian urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
Adapun pembicara lainnya yakni, Nyoman Suryadiputra Senior yang merupakan Advisor Yayasan Lahan Basah/Wetlands International Indonesia menyampaikan bahwa program percontohan di Muara Manompas, Kabupaten Tapsel telah mengimplementasikan pendekatan 3 R yaitu rewetting (pembasahan kembali), revegetasi, dan revitalisasi mata pencaharian.
“Ada total 16 sekat kanal yang sudah dibangun bersama masyarakat dengan menggunakan batang pinang sebagai bahan kontruksi. Saat ini 250 Ha lahan yang sudah mendapat perlakuan pembasahan kembali tersebut sedang ditanami jelutung, pakkat, dan sagu sebagai spesies asli gambut yang bernilai ekonomi,” sebutnya.
Program itu, lanjut Nyoman, juga berikan pinjaman bersyarat untuk mendukung pengembangan alternatif mata pencaharian masyarakat setempat sekaligus mendorong partisipasi dalam upaya restorasi dan pengelolaan gambut secara berkelanjutan untuk 35 kelompok masyarakat. Di kesempatan itu, Nyoman memaparakan terkait inisiatif percontohan pengelolaan ekosistem gambut untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta pengurangan risiko bencana di Kelurahan Muara Manompas, Muara Batang Toru.
Sedangkan mewakili Pemerintah Pusat, yakni dari perwakilan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) atau Kepala Sub Pokja Pengelolaan Ekosistem Gambut, Agung Rusdiyatmoko, mengakui pentingnya pendokumentasian prakti-praktik di lapangan dan disertakan dalam rencana pembangunan. Agung juga menyebutkan bahwa antusiasme dan partisipasi masyarakat perlu didorong lebih lanjut.
Senada dengan Agung, perwakilan dari Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Anna Amalia, menyampaikan bahwa pendampingan pemerintah daerah sangat penting untuk teruskan upaya yang telah dibangun dan diinternalisasikan sebagai bagian dari rencana pembangunan daerah.
Saat ini di tingkat nasional sudah dibentuk tim Koordinasi Strategis Pengelolaan Lahan Basah guna mendukung pencapaian TPB dan PRK. Selain itu, saat ini juga tengah disusun peta jalan pengelolaan lahan basah utamanya mangrove dan gambut yang nantinya diharapkan dapat menjadi pedoman pengelolaan lahan basah di Indonesia, untuk memperkuat sejumlah inisiatif pengelolaan yang sudah ada.
Sebagai informasi, berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) tahun 2018, Tapsel memiliki 6.051,80 Ha gambut yang sebagian besar berada di dataran rendah pesisir barat Sumatera. Sekitar 82% gambut berada di kawasan Area Penggunaan Lain (APL) dan sisanya ada di kawasan Hutan Produksi sebesar (16%) dan di Hutan Produksi Terbatas (2%).
Dari persentase itu, 70% dari keseluruhan gambut berada di kawasan konsesi yang sebagian besar ditanami sawit, sehingga pengaruhi kualitas dan jasa ekosistem gambut. Gambut merupakan ekosistem yang memiliki peran strategis bagi kehidupan manusia. Gambut berperan sebagai penyimpan dan penjamin ketersediaan air.
Gambut juga menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati, penyedia spesies asli gambut sebagai sumber pangan dan obat-obatan serta berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim yakni, penyimpan dan penyerap karbon. Pengelolaan gambut secara berkelanjutan berdampak signifikan pada upaya pengurangan risiko bencana dan peningkatan ketangguhan masyarakat, khususnya terhadap bencana karhutla gambut dan banjir.
Acara itu digelar secara daring-luring yang sedikitnya dihadiri 90 peserta secara live dan virtual. Semiloka ini bertujuan untuk mengindentifikasi program dan kegiatan yang relevan dengan perlindungan dan pengelolaan gambut berkelanjutan sebagai langkah awal kerja sama multipihak di Tapsel khususnya dan Sumut pada umumnya.
Terselenggaranya acara itu berkat kerjasama Dinas Lingkungan Hidup Tapsel, Yayasan Lahan Basah/Wetlands International Indonesia dan Conservation dengan dukungan dari program “Mitigasi, Adaptasi melalui Konservasi dan Kehidupan Berkelanjutan pada Ekosistem Gambut dan Mangrove Indonesia” (bagian dari International Climate Initiative).
Proyek International Climate Initiative-Peat and Mangrove Ecosystems (IKI-PME) mendukung pelestarian mangrove dan gambut sebagai ekosistem kaya karbon untuk mendukung target pengurangan emisi, melalui dukungan pengelolaan kawasan konservasi, restorasi, dan pengembangan alternatif mata pencaharian masyarakat pada ekosistem mangrove dan gambut .
Di Sumut, project dilaksanakan pada tahun 2019-2022 di Kelurahan Muara Manompas Kabupaten Tapsel. Acara semiloka seri ke-1 ini ditutup dengan diskusi kelompok terkait identifikasi kegiatan potensial dan rencana tindak lanjut sebagai dasar pembahasan dalam semiloka seri berikutnya .
Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan semiloka seri ke-2 dan ke-3 untuk menghasilkan kolaborasi jangka panjang dalam upaya pengelolaan gambut secara berkelanjutan di Tapanuli Selatan khususnya, dan Sumatera Utara pada umumnya. (r)