WARTAMANDAILING.COM, Padangsidimpuan – Tak jauh beda dengan lirik sebuah lagu yang dibawakan penyanyi legendaris Iwan Fals berjudul ‘Tugu Pancoran‘ yang mengisahkan perjuangan seorang anak kecil dalam mengejar cita dan kehidupan.
Hidup di dua sisi antara mencari nafkah sebagai penjajah koran dengan berpacu menggapai cita sekolah di pagi hari. Meski hujan dan makan menghadang tak membuat ciut nyali si Budi Kecil tuk pecahkan karang dengan jarinya yang lemah.
Kali ini kita menelusuri kisah si Kenzu bocah kecil ingusan berusia 5 tahun ini terpaksa banting stir meringankan beban orangtuanya dalam mencari nafkah di tengah pandemi covid-19 yang ganas ini.
Kenzu menenteng 10 bungkus kerupuk nasi berjalan menyusuri kampung demi kampung dan komplek perumahan dengan suara lantang tanpa beban malu , Kenzu meneriakkan “Keeeeee luuuu puuuukkkk”.
Terkadang ada orang yang cuek dan ada juga yang prihatin dengan membeli dagangan si bocah kecil ingusan tersebut.
”Lima libu satu bungkus, sepuluh libu dua bungkus,” jawab Kenzu dengan lidah keluh yang belum bisa menyebut huruf R saat seseorang menanyakan harga.
Kenzu bahkan bingung bagaimana menjawab jika pembeli menanyakan berapa harga membeli 3 atau 4 bungkus, karena Kenzu hanya sanggup menghapal harga satu bungkus dan dua bungkus yang diajarkan ibunya, sedangkan selebihnya dia tidak tahu.
Kenzu merupakan anak kedua dari ibunya yang sudah dua kali menikah. Sedangkan suami ibunya yang pertama telah meninggal dunia.
Akibat pandemi covid-19, kini mereka pulang kampung ke Kota Padangsidimpuan persisnya di desa Batunadua Jae, yang sebelumnya tinggal di Bengkulu.
Dalam situasi pandemi ini, ayahnya Hamid Harahap kembali merantau ke Pematang Siantar menjadi buruh bangunan, sedangkan Kenzu dan ibunya Ika Mawarni tinggal bersama neneknya yang sudah ujur.
Sudah hampir 1 bulan, ayahnya Kenzu tak kunjung mengirim belanja hidup dari rantau, demi bertahan hidup ibu dan Kenzu terpaksa ambil alih fungsi ayah yakni mencari nafkah.
Pagi hari Kenzu dan ibunya beranjak dari rumah menuju pabrik kerupuk di Tiang Bendera, desa Batunadua Jae. Kenzu ambil bagian 10 bungkus kerupuk nasi, sedangkan sisa 40 bungkus ditenteng ibunya yang sedang hamil tua.
Hari demi hari pun berlalu, jalan demi jalan diukur dengan jalan kaki, Kenzu tidak tampak canggung lagi kembali menyuarakan jualannya, “Keeeeee luuuuuuu puuuuukkk?.
Pagi hingga sore tak tersisa waktu baginya untuk bermain dan bercanda dengan teman seusianya, begitu bangun pagi yang ada di benak Kenzu hanya jualan kerupuk. Bahkan ibunya juga menyuruh agar Kenzu diam di rumah saja, namun Kenzu lebih memilih berjualan mungkin karena kasihan melihat ibunya yang sedang hamil tersebut.
Di perempatan jalan menuju komplek perumahan, Kenzu bahkan menyuruh ibunya istirahat saja karena Kenzu melihat ibunya sudah lelah kecapean.
“Ibu tunggu saja disini biar Kenzu aja yang keliling ya,” kata Kenzu diceritakan ibunya kepada penulis.
Sedikit bertanya kepada saudara-saudari ku yang kebetulan membaca kisah ini, bayangkan jika anak anda bernasib sama dengan Kenzu, tegahkah anda? Jawabnya tentu tidak , jika darah daging kita masa depannya terenggut oleh karena keterbatasan ekonomi.
Untuk itu, bagi saudara-saudariku yang kebetulan bernasib beruntung mari tumbuhkan rasa sosial di dalam relung hatimu yang paling dalam.
Jangan biarkan pandemi covid-19 ini merenggut masa depan anak-anak Indonesia, mari susun kekuatan melawan pandemi ini dengan mentaati protokol kesehatan dan saling membantu satu sama lain.
Dua hal melawan merebaknya pandemi covid-19, pertama memutus mata rantai virus covid-19 dengan selalu mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, yakni selalu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, mengurangi mobilitas umum dan menjauhi kerumunan.
Langkah kedua, memulihkan ekonomi yang terpuruk imbas pandemi covid-19 dengan cara saling membantu satu sama lain. Yang bernasib baik menolong mereka yang saat ini membutuhkan.
Jika saat pandemi ini saling membiarkan, maka alamat masa depan bangsa dan negara ini akan hancur dan bisa-bisa berakhir dengan nasib bangsa Afganistan yang kini dikuasai oleh Taliban.
Maukah anda negara dan bangsa anda bernasib sama dengan Afganistan? Tentu tidak, karena jika negara ini dikuasai oleh bangsa asing, maka segala keleluasan berekspresi, berekonomi, beragama dan adat akan dikendalikan bangsa asing.
Bayangkan jika tidak bersatu, anda yang merasa aman saat ini karena memiliki ekonomi yang mapan juga akan terimbas. Karena ekonomi anda hanya secuil di tengah lautan dibanding kekuatan penjajah yang akan menguasai negeri ini.
Ekonomi rakyat rapuh, maka negara juga ikut rapuh, sehingga negara gampang dikuasai oleh bangsa asing. Oleh karena itu, di penghujung tulisan ini, penulis sekali berharap mari bersatu melawan Corona dengan mengikuti protokol kesehatan dan saling membantu dalam pemulihan ekonomi bangsa. Akhirul kalam, penulis berucap Aamiin tuk saling membantu.