WARTAMANDAILING.COM, Medan – Mahasiswa yang tergabung dalam wadah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Aktivis Mahasiswa Bersatu (AMB) Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) menggelar aksi di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Medan, Kamis (9/6/2022).
Dalam orasinya, DPP AMB Tabagsel mempertanyakan kepada pihak Kejatisu, sejauh mana penanganan laporan yang mereka layangkan pada surat bernomor: 121/D5/DPP-AMB/V/2022 tertanggal 27 Mei 2022 tentang pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepala Desa se Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) yang digelar di Hotel Garuda Plaza Medan dan dipanitiai Lembaga BSI terindikasi praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
“Kami datang ke depan kantor Kejatisu ini, ingin mengetahui dan menanyakan sejauh mana keseriusan pihak Kejatisu menangani laporan kami tentang pelaksanaan Bimtek Kepala Desa (Kades) se Kabupaten Paluta yang diduga bermasalah,” teriak Ismail Siregar dan Gani Hasibuan.
Selain itu, tegasnya lagi, AMB Tabagsel berharap kepada Kejatisu agar benar-benar serius menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya (Tupoksi) nya dengan menjunjung tinggi Satya Adi Wicaksana demi terwujudnya wilayah bebas korupsi.
“Sebagaimana visi dan misi Kejaksaan yang disampaikan Bapak Kejaksaan Agung RI,” tutupnya.
Satu jam menyampaikan orasinya, mewakili pihak Kejatisu dari jajaran Humas dan Kasi Penhum turun menemui para massa aksi. Dalam penjelasannya, mereka sudah membetuk tim untuk menangani dan mendalami kasus yang dilaporkan AMB Tabagsel tersebut. Dan perkembangannya, akan disampaikan nantinya kepada pelapor.
“Kita sudah bentuk tim dan kita sudah mendalami perkara ini, dan perkembangannya akan kami sampaikan segera,” pungkasnya sembari menyebut akan kembali lagi minggu depan.
Menanggapi aksi tersebut, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Obor Monitoring Citra Independen (OMCI) Perwakilan Sumut yang juga merupakan Ketua Lembaga Konsultan Pendamping Desa (LKPD) Sumut, Syamsul Bahri Harahap menegaskan tuntutan DPP AMB Tabagsel tidak sebatas memanggil pihak panitia Bimtek, yaitu Lembaga Buraga Sinergi Institut (BSI).
Selain meminta pihak Kejatisu agar serius menangani laporan DPP AMB Tabagsel, Syamsul juga membeberkan bahwa pelaksanaan Bimtek ditampung di APBDes, namun Bimtek tidak menjadi bagian dari hasil Musyawarah Desa (Musdes) yang dituangkan di dalam RKPDes. Lantas kepentingan siapa Bimtek ini dilaksanakan?.
“Apakah titipan Camat atau titipan Dinas PMD, atau mungkin saja ini tititpan penguasa daerah? Seandainya Bimtek ini bukanlah bagian dari RKPDes namun dituangkan di dalam APBDes tentu ada dugaan konspirasi yang dibangun panitia Bimtek dengan oknum pejabat yang berkepentingan ikut melirik ingin mencicipi aliran dana desa ini,” beber Syamsul.
“Kita ketahui bahwa peserta Bimtek 3 orang setiap desa dan anggarannya dibebankan pada setiap peserta, namun kenyataannya peserta cuma diberangkatkan 2 orang saja, akan tetapi wajib membayar 3 peserta. Lantas ini yang menjadi sorotan bagi kita. Yang namanya penumpang kan
setelah naik baru dibayar ongkos, ini yg tak ikut berangkat juga di wajibkan bayar ongkos,” tambahnya lagi.
Kemudian anggaran Bimtek yang dibebankan kepada setiap peserta ada yang menyerahkan kepada pihak panita disaat registrasi dan sebahagian ada yang setor ke oknum ASN di Kecamatan dan sebahagian juga ada yang mengirim melalui rekening, terutama bagi Plt Kades yang nota benenya diangkat dari pegawai kantor Camat, tanya Syamsul lagi, ada apa?
“Kita ketahui bahwa DD adalah tanggung jawab mutlak Kades di dalam penggunaan anggaran, tentu dalam hal ini seharusnya Kades lah yang berurusan kepada panitia pelaksana Bimtek, karna baik dari proposal yang diajukan ke desa sampai undangan panitia Bimtek itu adalah urusan desa terhadap panitia. Lantas kenapa oknum dari kecamatan mencampuri keuangan desa dan meminta agar biaya Bimtek disetorkan kepada oknum Kecamatan dan setelah itu ada arahan agar peserta Bimtek diberangkatkan 2 orang saja. Kalaulah arahan hanya dua orang, kenapa bayaran wajib di bayar tiga peserta,” ungkap pemerhati Desa ini.
Dilain hal, Syamsul juga menjelaskan bahwa semua setiap penggunaan anggaran bendahara desa wajib memotong pajak sesuai dengan PPH 21, namun hasil konfirmasi yang dilakukan terhadap Kades selama ada Bimtek tidak pernah pembayaran dana anggaran Bimtek dipotong pajak, terkecuali pelaksanaan sosialisasi.
“Tentu atas dasar ini juga, kami mendesak pihak Kejatisu segera memanggil panitia Bimtek dan memproses kemana pajak dikembalikan setelah peserta Bimtek menyetor biaya anggaran bintek. Apakah pihak Panitia mengembalikannya ke kantor Camat atau ke oknum dinas PMD yang ikut mengkawal acara Bimtek, sebab keterangan sejumlah Kades, tidak pernah menerima pajak dari biaya anggaran Bimtek yang dibayarkan,” pungkasnya
Syamsul menambahkan, ini persoalan serius yang menjadi tanggung jawab bersama, apalagi aparat penegak hukum, tentunya dalam hal ini pihak kejatisu yang sudah mendapatkan laporan terkait pelaksanaan Bimtek diduga bermasalah. Sangat diragukan pelaksanaan Bimtek ini diadakan terindikasi praktek KKN.
“Kami menghimbau kepada pemerintah daerah melalui Inspektorat Kabupaten Paluta, Camat, Ketua BPD selaku pemangku dan pemegang aturan agar mematuhi sebagaimana yang diamanahkan dalam aturan Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 tentang pengawasan dan pengelolaan anggaran Dana Desa (DD),” imbuhnya mengakhiri. (Nas)