Cuaca di pesisir Minangkabau begitu cerah. Sebuah kapal kayu dengan tiang-tiang layar yang kokoh bersandar di dermaga. Dengan kapal itulah Pangeran Indra Sutan dan pengikutnya akan berlayar mengarungi lautan memulai pengembaraan.
Pangeran Indra Sutan dan seluruh pengikut telah naik ke lambung kapal. Jangkar ditarik dan layar dikembangkan. Kapal pun bergerak meninggalkan dermaga, menyisir ombak kea rah utara.
Berminggu-minggu kapal berlayar mengarungi gelombang. Pangeran Indra Sutan mengamati sekaliling dan seperti melihat sesuatu.
“Lihat di depan sana. Saya melihat muara sungai. Kita menuju ke sana. Sungainya lebar, kapal ini bisa masuk dan kita ikuti aliran sungai itu,” perintah Pangeran Indra Sutan kepada juru mudi.
“Baik pangeran, perintah dilaksanakan. Kita susuri sungai itu,” kata juru mudi.
Kapal pun berbelok ke muara dan bergerak menyusuri aliran sungai kea rah hulu. Kapal tiba di sebuah tangkahan yang ramai penduduk bertransaksi hasil bumi dan mata dagangan kebutuhan warga sehari-hari. Ternyata tempat itu sebuah pasar perniagaan di tepi sungai. Belakangan diketahui, pengembaraan Pangeran Indra Sutan dan pengikutnya tiba di Kerajaan Ujung Gading masuk wilayah Pasaman sekarang.
Raja Ujung Gading bernama Datuk Imam menerima kedatangan Pangeran Indra Sutan dan rombongan sebagai tamu kehormatan. Mereka disambut dengan upacara resmi kerajaan sebagaimana lazimnya menerima tamu kenegaraan.
Diriwayatkan, Datuk Imam seorang raja yang masih muda, ramah dan bijaksana. Usianya pun kira-kira sebaya dengan Pangeran Indra Sutan. Pangeran Indra Sutan dan rombongan sangat dimuliakan oleh Datuk Imam. Mereka diizinkan tinggal beberapa hari di Kerajaan Ujung Gading.
Pertemanan Pangeran Indra Sutan dan Datuk Imam kian akrab. Selama beberapa hari tinggal di Kerajaan Ujung Gading membuat Pangeran Indra Sutan mengetahui kalau di Kerajaan Ujung Gading tengah terjadi kemelut pertentangan kelompok sosial tertentu dengan kerajaan. Sekali peristiwa Datuk Imam curhat pada Pangeran Indra Sutan.
“Tampaknya saya sudah kehabisan akal untuk mengatasi krisis yang terjadi di Ujung Gading. Saya tak tahu harus berbuat apa lagi,” kata Datuk Imam pada sahabatnya.
“Hamba ikut prihatin apa yang melanda Ujung Gading. Meski demikian saya tidak dapat berbuat banyak. Sabagai tamu tentunya saya tidak sepatutnya intervensi urusan persoalan kerajaan,” kata Pangeran Indra Sutan.
“Terimakasih atas perhatian Anda, saya paham,” sahut Datuk Imam.
“Meski dmikian, sebagai sahabat saya punya usul agar persoalan ini tidak membuat tekanan batin pada Yang Mulia Datuk Imam. Kebetulan saya dan pengikut hamba mengemban misi menemukan wilayah baru dan membangun kerajaan baru. Bila tidak keberatan, saya ingin mengajak Yang Mulia Datuk Imam ikut berpetualang bersama saya untuk mengurangi tekanan yang sedang tuan hadapi sekarang,” kata Pangeran Indra Sutan.
“Usul yang bagus, tapi kalau saya pergi bersama Anda apakah nanti saya tidak dianggap kurang bijaksana oleh rakyat. Saya pergi plesiran sementara negeri dalam keadaan berkonflik. Bagaimana menurut Anda, apa yang harus saya lakukan?”.
“Baiklah saya akan tunda perjalanan, menunggu Yang Mulai Datuk Imam sampai benar-benar siap untuk ikut bersama kami. Mudah-mudahan konflik kerajaan bisa cepat diatasi,” kata Pangeran Indra Sutan.