WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Tidak ada kata menyerah bagi Mhd Ali Rangkuti (48), salah seorang penyandang difabel, penjual buah kelapa asal Desa Batang Gadis Julu, Kecamatan Panyabungan Barat, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) untuk mendulang rezeki dengan betor butut miliknya.
Saat menjawab pertanyaan awak media, Mhd Ali tampak gesit mengendarai betor yang bermuatan ratusan buah kelapa itu. Ia menuturkan, dirinya tetap semangat meskipun secara fisik ia tidak sempurna lagi.
Namun hal itu tidak akan mampu membuatnya patah arang untuk tetap mencari nafkah
“Saya sudah terbiasa kerja, saat ini penjualan sedikit menurun, karena memang buah kelapa berkurang dan pengepul di daerah ini juga sudah banyak,” ungkap Ali saat ditemui awak media di halaman rumahnya, Sabtu (18/6/2022).
Mhd Ali yang mengalami lumpuh kaki akibat kecelakaan kerja sepuluh tahun yang lalu itu menjelaskan, pengepul tambah banyak buah kelapa yang di dapat pun berkurang, jadi sangat berimbas bagi pedangang kecil seperti dirinya.
“Pengepul makin banyak di daerah ini, persaingan harga ketat, buah kelapa yang dibeli dari petani pun berkurang, jadi pendapatan pun juga ikut berkurang,” Ali kepada awak media.
Untungnya kata Ali, istrinya di rumah memiliki kerja sampingan. Meskipun hasilnya tak seberapa, sebut dia, itu sudah sangat membantu menutupi biaya kebutuhan makan keluarga.
“Dari harga jual kelapa, saya dapat untung Rp. 200 per butirnya. Pendapatan menurun saat ini, sekitar dua tahun lalu bisa habis 500-600 butir buah kelapa perhari, tapi sekarang ini paling 200-250 butir dapat dan itu terjual saja sudah sangat bersyukur,” ucapnya.
Meski jualannya sepi, Ali tidak berpangku tangan, menggunakan motor butut yang dimodifikasi beroda tiga. Ali berkeliling mencari pelanggan ke kampung-kampung.
“Siang hari keluar rumah, saya langsung mencari buah kelapa dari para petani, selanjutnya saya mencari pembeli. Kelapa yang laku dijual, terkadang pesanan langsung diantar ke pembeli dan ada juga pembeli yang jemput ke rumah,” imbuhnya lagi.
Ali tidak menjadikan kekurangan fisiknya menjadi alasan untuk berpangku tangan, dibalik kekurangan ada kelebihan dalam diri manusia, ia tetap semangat mencari nafkah untuk keluarganya.
“Hidup ini harus berjalan, takdir harus dijalani, bagi saya hidup harus semagat, bangkitlah, lakukan apa yang anda bisa dan anda punya, usahamu adalah nasipmu itu prinsip,” tegasnya.
Mhd Ali Rangkuti menjadi difabel setelah mengalami kecelakaan, jatuh dari ketinggian sekitar 12 meter saat kerja di pulau Batam pada tahun 2010. Kecelakaan itu membuat sebagian tulang disekujur tubuhnya patah.
“Saat itu kerja memanjat pakai tangga, tiba di ketinggian saya teringat sama anak dan istri di rumah. Saat itu entah kenapa, tiba tiba saya jatuh dan terpental ke tanah, lalu dirawat selama 7 bulan di rumah sakit Batam. Setahun kemudian, pulang kampung dan lanjut berobat jalan, hingga pada ahirnya pasrah duduk dikursi roda,” kata dia menceritakan.
Meski sempat terpuruk dan marah pada takdir, namun lama kelamaan, dia menyadari ada hikmah dibalik kakinya yang lumpuh.
“Dengan kondisi kaki yang tidak berpungsi lagi, saya malah merasa dikembalikan manusia seutuhnya, dibandingkan diwaktu dulu normal, dalam tanda kutip orang menganggap lemah, tidak ada artinya lagi,” sebutnya.
Kini, Ali mengatakan becak bermotor nya kerap kali mogok, padahal betor ini satu satunya sarana untuk mencari nafkah dan dia tidak ada biaya untuk membeli betor yang baru, apalagi betornya bukan betor biasa karena perlu dimodifikasi agar lebih mudah baginya mengendarai.
Sang istri, Nur jamiah menuturkan kisah malang suaminya karena motornya yang begitu payah. Kendala betor, kadang macet ditegah perjalanan, betor macet ngak ada orang, sempat jatuh, pulang sampai jam 10 malam baru kembali ke rumah, kemana si bapak tanyanya dan merasa was was?.
“Ternyata nungguin orang melewati jalan itu untuk minta tolong. Dengan bantuan warga suami saya baru tiba dirumah jam 10 malam,” ucapnya dengan nada sedih. (Syahren)