Hutang Pedagang Atas Pasar Baru Panyabungan Terbakar, Begini Penjelasan Praktisi Hukum

M. Amin Nasution, Praktisi Hukum. fhoto : Istimewa.
M. Amin Nasution, Praktisi Hukum. fhoto : Istimewa.

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Salah satu alasan Pasar Baru Panyabungan belum juga dioperasikan walaupun sudah beberapa bulan selesai dibangun, adalah karena sebagian pedagang masih punya hutang atas bangunan yang sudah terbakar.

Narasi ini mengundang keprihatinan mengingat begitu vitalnya fungsi pasar sebagai sarana untuk berputarnya roda perekonomian di Madina, demikian disampaikan praktisi hukum M. Amin Nasution dalam rilis tertulis yang diterima redaksi Wartamandailing, Kamis (30/5/2024)

“Skema hubungan hukum tentang pasar yang dikelola oleh Pemda pada umumnya adalah SEWA-BELI, dalam arti apabila cicilan yg dibayar oleh pedagang kepada Pemda telah mencapai jumlah yang disepakati, maka ketika itulah terjadi pembelian kios, namun sepanjang belum lunas, maka uang yang dibayarkan oleh pedagang kepada Pemda statusnya adalah uang sewa, “ujarnya.

Dijelaskan, bicara soal sewa, hal itu adalah bagian daripada perjanjian, dan perjanjian masih berlaku sepanjang objek yg diperjanjikan masih ada, dalam arti kedua belah pihak masih bisa menikmati kemanfaatan dari objek perjanjian.

Pasar baru panyabungan terbakar tahun 2018 dan sampai saat ini blm ada org/pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kebakaran tersebut, sehingga secara hukum kebakaran dimaksud bisa diklasifikasikan sebagai “force majeure” (bencana alam).

“Suatu objek perjanjian yang hilang/hangus karena ‘force majeure’ maka konsekuensi hukumnya adalah perjanjian/sewa sudah dianggap berakhir, karena kemanfaatan dari objek perjanjian tidak bisa lagi dinikmati, sehingga kewajiban pembayaran yang diperjanjikan mestinya juga berakhir demi hukum, “sebutnya.

Sebagai analogi ketika kita menyewa rumah milik orang lain dengan perjanjian Rp.12 juta selama satu tahun dan sewa dibayar tiap bulan Rp.1 juta, ketika perjanjian baru berjalan 6 bulan rumah yang disewa hangus atau terbakar seperti Pasar Baru Panyabungan. “maka secara hukum perjanjian tersebut sudah berakhir dan kewajiban pembayaran yang 6 bulan lagi juga tidak perlu dilunasi karena objek perjanjiannya sudah tidak ada, dan pihak penyewa juga tidak bisa lagi menikmati kemanfaatan yang disewanya”.

Read More

Sementara terjadinya kebakaran yang dianggap ‘force majeure’ tersebut ada kelalaian pemda yaitu tidak mengasuransikan pasar dimaksud, kalau diasuransikan maka semua kerugian harus diganti oleh pihak asuransi.

“Pertanyaan paling mendasar adalah apakah pedagang berkewajiban untuk membayar kelalaian dari pemda tersebut, sama sekali tidak ada dasar hukumnya, “tulisnya.

Kemudian saat ini sudah selesai dibangun bangunan pasar yang baru dengan dana APBN/APBD yang baru, secara hukum tidak ada korelasinya dengan kewajiban-kewajiban pedagang atas bangunan yang sudah terbakar dan sama sekali tidak ada juga ratio legis/dasar hukum mengaitkan pengoperasian pasar yang baru dibangun dengan persoalan-persoalan hutang pedagang, karena apabila persoalan-persoalan hutang yang dianggap oleh Pemda masih harus dilunasi oleh pedagang.

“kalau dibawa ke pengadilan pasti hutang dimaksud harus sudah dihapuskan, “ujarnya.

Sebab ada lagi pertanyaan berikutnya, apabila pedagang harus tetap melunasinya lalu masuknya ke rekening siapa ?? sebab pasar dibangun dari dana APBN/APBD, dan APBN/APBD adalah dana yang harus habis, tidak ada kewajiban untuk dikembalikan, yang ada hanya pertanggung jawaban pengalokasian dan pemanfaatannya benar apa tidak.

Oleh karena itu pasar baru yang sudah siap beroperasi tersebut harus segera dioperasikan tanpa perlu mengait- mengaitkannya dengan hutang pedagang, dan apabila Pemda msh menunda-nunda pengoperasiannya maka hal itu bisa dikualifikasikan sebagai a buse of power (penyalahgunaan kewenangan).

Oleh : M. Amin Nasution, Praktisi Hukum.