Curhatan Warga Pasar Singkuang l dan Kordinator KP SPI Tentang Konflik Plasma dan Kecerdikan PT Rendi

Kordinator KP SPI, Kamaruzzaman Daulay (poto depan) background Aksi Warga Pasar Singkuang di gerbang pintu PT Rendi Permata Raya, fhoto : Istimewa.
Kordinator KP SPI, Kamaruzzaman Daulay (poto depan) background Aksi Warga Pasar Singkuang di gerbang pintu PT Rendi Permata Raya, fhoto : Istimewa.

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Puluhan tahun lamanya perusahaan perkebunan kelapa sawit beroperasi di Kabupaten Mandailing Natal dengan memanfaatkan hak guna usaha (HGU). Namun, hingga kini, kewajiban mereka untuk membangun kebun plasma sebesar 20 persen dari total lahan yang dikuasai tidak kunjung terealisasi.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai hak masyarakat yang seharusnya dijamin oleh regulasi nasional.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 tahun 2021 mewajibkan setiap perusahaan perkebunan menyediakan kebun plasma minimal 20 persen dari HGU. Ketentuan tersebut juga diperkuat oleh undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.

Namun, faktanya dilapangan menunjukkan hal yang berbeda. Laporan masyarakat menyebut, hingga saat ini perusahaan PT Rendi Permata Raya belum menyalurkan plasma sepenuhnya. Parahnya lagi, PT. RPR bukan merealisasikan malah menjual lahan HGU ke KP SPI dengan dalih kerjasama kemitraan.

“Bayangkan betapa cerdik dan jahatnya perusahaan perkebunan itu kepada masyarakat Desa Pasar Singkuang l, “ujar Pengurus Koperasi HSB, Jumat (17/10/2025).

“Dan Ini bentuk pengkhianatan terhadap undang-undang dan ketidakadilan yang dibiarkan terlalu lama, ribuan hektare lahan dikuasai korporasi, sementara rakyat tidak mendapatkan apa-apa, “tutupnya.

Kemudian, salah satu kordinator Koperasi Produsen Siriom Permata Indah (KP.SPI) Kamaruzzaman Daulay, menuturkan kepada anggota KP HSB juga turut perihatin terkait konflik plasma masyarakat yang hingga kini belum direalisasikan oleh PT Rendi Permata Raya.

Bacaan Lainnya

Tuntutan masyarakat Desa Pasar Singkuang I soal plasma ke PT. RPR sebelumnya terus digelorakan lewat wadah Koperasi Perkebunan Hasil Sawit Bersama (KP.HSB), tuntutan hak itu legal karena seluruh anggota koperasi tersebut terverifikasi di dinas koperasi dan dinas Capil dengan jumlah keanggotaan peserta plasma lebih kurang 382 KK.

Pengurus dan anggota KP. HSB Desa Pasar Singkuang l terus mempertanyakan hak plasma masyarakat terhadap PT.RPR, namun tuntutan itu tidak dipenuhi perusahaan dan akhirnya aksi pun digelar berhari-hari dengan melibatkan seluruh warga, baik tua dan muda tetap bersemangat meski dibawah terik matahari dan hujan-hujanan, serta tidur malam dibawah tenda hingga sholat dan buka puasa bersama di tengah perkebunan kelapa sawit.

Tak berhenti sampai disitu, aksi itupun hingga berlanjut ke kantor Bupati Madina dan akhirnya pihak perusahaan mengaku siap memenuhi kewajiban plasma, tapi dengan tawaran plasma 100 ha dari dalam HGU sisanya di luar HGU.

“Itu kita tolak, karena itu tidak sesuai dengan prinsip dasar dan peraturan perundang-undangan, “sebut Kamaruzzaman kepada pengurus KP HSB yang diteruskan dalam rilis tertulis yang diterima awak media, Sabtu (18/10/2025).

Saat seluruh anggota Koperasi HSB bersama Warga Desa Pasar Singkuang l Aksi di Kantor DPRD Madina, (Dok KP HSB).

Lalu, kita terus melanjutkan aksi hingga pihak perusahaan menyepakati plasma 200 ha dari dalam HGU dan sisanya, “400 ha diluar HGU, kita tolak lagi karena itu juga belum sesuai, “ungkapnya.

Kemudian, seluruh masyarakat Desa Pasar Singkuang l sepakat membuat tawaran kepada perusahaan yang di tanda tangani pengurus KP. HSB dan Pemerintah Desa Pj. Kepala Desa tanggal 08 April 2023.

“Dalam kesempatan ini kita membuang ego masing-masing dan akhirnya tercipta kesepakatan bersama plasma 300 ha didalam HGU dan 300 ha diluar HGU, tapi pihak perusahaan bersikukuh mau memberi lahan 200 ha dari dalam HGU, “ungkapnya.

Seiring waktu berjalan, masyarakat terus berharap adanya ketegasan dan keputusan pemerintah yang pro rakyat. Namun entah angin apa yang menghantui pemerintah sehingga mengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan yang sesungguhnya.

Kebijakan melalui surat pernyataan pemerintah Desa Pj. Kepala Desa kepada Pimpinan PT. Rendi Permata Raya Nomor : 141/101/KD.SKG.I/V/2023.

  1. Penyelesaian Pembangunan Kebun Kemitraan bagi Masyarakat Desa Pasar Singkuang I akan diambil alih dan akan diselesaikan oleh Pemerintah Desa Pasar Singkuang I.
  2. Pemerintah Desa Pasar Singkuang I setuju pembangunan kebun kemitraan bagi warga Desa Pasar Singkuang I seluas 200 Ha berada di dalam HGU PT. RPR yang ditanam dan menghasilkan. Dan sisanya diluar HGU PT. RPR dalam wilayah Kecamatan Muara Batang Gadis sehingga nantinya keseluruhan areal kebun kemitraan 20% dari areal yang dikuasi PT. RPR.

Kamaruzzaman menilai dari surat pernyataan Pemerintah Pj. Kepala Desa pada point pertama ada niat untuk mengambil alih kebijakan. Kemudian pada point kedua setuju mencari lahan di wilayah kecamatan Muara Batang Gadis.

“Sepengetahuan saya tidak ada lagi tanah atau lahan yang bisa dibebaskan di Kecamatan Muara Batang Gadis, dan kalau itu dipaksakan mencari lahan diluar Desa Pasar Singkuang l, saya nyakin kedepan akan menimbulkan Konflik Horizontal ditengah-tengah Masyarakat Desa, “ujarnya.

Warga Desa Pasar Singkuang l kala tidur bersama dibawah tenda di areal perkebunan kelapa sawit PT Rendi. (Dok KP HSB).

Parahnya lagi, untuk memuluskan langkah seperti bunyi surat pernyataan perintah Pj Kepala Desa, kemudian, keluar surat Perintah Sekda kepada Camat, Danramil 17 Natal, Kapolsek MBG, dan Pj. Kepala Desa Singkuang I Nomor : 095/0533/SP/2023 tanggal 26 Mei 2023. “Perintah pendataan ulang anggota koperasi selama dua hari, padahal data sudah ada dan sudah di verifikasi sebelumnya, “sebut Kamaruzzaman.

“Semua data peserta plasma PT Rendi berubah, termasuk beberapa orang yang ikut aksi disingkirkan, dan warga yang tidak tahu menahu sebelumnya dengan aksi malah dimasukkan jadi peserta plasma. Sementara warga lainnya yang sudah mendapat plasma dari perusahaan lain membentuk koperasi baru Siriom Permata Indah KP. SPI, “jelasnya.

Kemudian, warga Desa Pasar Singkuang l mulai terbelah, antar masyarakat tidak lagi kondusif. Dalam situasi ini Koperasi KP SPI pun secepat kilat terbentuk dan menjadi tandingan nyata Koperasi HSB yang sudah lama dibentuk. Tak ada lagi cerita kekompakan dan saling menghargai, sebab, anggota KP SPI mulai menjalankan peran untuk mempengaruhi para pendemo agar mau bergabung ke KP SPI dan menerima tawaran kebun Plasma 200 ha dari PT Rendi Permata Raya.

“Masyarakat terus dihasut, diajak dan ditakut-takuti, sebagian masyarakat pun mulai takut tidak dapat plasma karena atas perintah dari perintah yang datang. Akhirnya masyarakat yang sebelumnya tergabung dalam koperasi HSB itu tercerai berai, termasuk saya yang keluar, “sebut anggota KP SPI ini.

Pihak perusahaan pun semakin jumawa dengan kondisi itu karena telah berhasil memecah kekuatan dan kekompakan masyarakat Desa Pasar Singkuang l. Apalagi dengan keberpihakan anggota KP SPI kepada PT RPR menambah keyakinan perusahaan dan memudahkan mereka membuka kembali tawaran plasma sebagaimana rencana awal pihak perusahaan.

Pupus sudah perjuangan dan tekad bersama dalam tujuan untuk membangun kesejahteraan dan kedamaian di Desa Pasar Singkuang l. Kini peserta plasma yang tergabung dalam wadah “KP HSB bak kapal pecah yang dihantam badai buatan pemerintah dan perusahaan”.

Lanjut, Kamaruzzaman pada aksi di kantor DPRD dan Kantor Bupati Madina pernah keluar surat kesepakatan yang bunyinya Koperasi SPI untuk sementara menghentikan pendataan karena sudah ada tim terpadu untuk penyelesaian plasma.

“Namun hal itu tidak diindahkan KP SPI, anggotanya terus melakukan pendataan sehingga mendapatkan anggota 164 KK termasuk saya sendiri dalam data itu. Parahnya lagi, pengurus langsung MOU dengan pihak perusahaan tanpa ada pembahasan dengan anggota KP SPI. Pada kenyataannya kesepakatan itu sangat merugikan masyarakat karena telah melanggar peraturan perundang-undangan, “imbuhnya.

“Kami menyesal dan sangat menyayangkan kenapa harus dibentuk lagi koperasi baru padahal sudah ada KP. HSB yang langsung dipilih oleh masyarakat sebelumnya, “sebutnya.

“Seandainya Pemerintah saat itu betul-betul berpihak kepada masyarakat Desa Singkuang I khususnya pada KP. HSB, kami nyakin plasma itu sudah terealisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, “ujarnya.

Tapi pada faktanya akibat ego sebagian warga yang kala itu tidak sabar dan mulai mudah dihasut dan dipatahkan dengan teori adu domba ala penjajah yang sudah berpengalaman.

“Alangkah bodohnya kita semua mau di perbudak oleh perusahaan demi menutupi kesalahan yang seolah-olah mereka sudah merealisasikan kewajiban, padahal hanya menutupi kesalahan, faktanya kita lihat sekarang, pihak perusahaan belum mampu merealisasikan kewajiban plasma sepenuhnya kepada masyarakat Desa Pasar Singkuang l, “cetusnya.

Massa dari Warga Desa Pasar Singkuang l berunjuk rasa di kantor DPRD Madina. (Dok KP HSB).

Perusahaan kini, Lanjut Kamaruzzaman, beralasan mencari lahan dan hingga sekarang belum juga mendapatkan. Bodohnya lagi, kita diikut sertakan mencari lahan untuk menutupi kewajiban plasma PT RPR. Padahal semua lahan plasma itu seharusnya berada di dalam HGU perusahaan, tapi entah kenapa kita mau diperbudak perusahaan mencari lahan dan juga tak kalah lucunya kebijakan dan peraturan di Kabupaten Mandailing Natal ini.

“Saya peserta plasma merasa apa yang sudah berjalan hanya menguntungkan para pemangku kepentingan pengurus KP.SPI dan pihak lain, sementara anggota tidak merasakan kesejahteraan dan manfaat dengan adanya perusahaan itu, “sebutnya.

Selain itu, Kamaruzzaman pun merasa menyesal dan ingin menangis ketika melihat isi MoU yang ada pada Pasal 7 terkait Biaya-Biaya, Point 1 (Pertama) Pihak Pertama (KP SPI) wajib menanggung biaya-biaya.

  1. Biaya Investasi.
  2. Nilai Jual 200 (dua ratus) Ha lahan dalam HGU pihak kedua (PT. RPR) sebesar Rp.150.000.000 x 200 Ha = Rp. 30.000.000.000 (tiga puluh milyar rupiah).

Biaya investasi dengan pola nilai jual beli lahan dalam HGU 200 ha, KP SPI dicekik hutang Rp 30 milyar, bayangkan bila plasma 748 Ha itu nantinya terealisasi, tentu hutang ratusan milyar akan menjadi tanggungan penuh anggota dan bisa dipastikan sampai mati kami akan terlilit hutang.

“Akibat dari hutang KP.SPI yang terlalu besar kepada PT RPR banyak anggota mulai menjual plasma kepada orang lain, “tambahnya.

Kami berharap Bapak Bupati H. Saipullah Nasution pro masyarakat dan dapat bertindak tegas memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan.

Dan sudah sepatutnya Bapak Bupati mengeluarkan surat peringatan ke III sampai pencabutan IUP atau sanksi denda kepada perusahaan PT.RPR. (Has)

Contoh Gambar di HTML