Jepri Antoni: “Panitia Tidak Punya Pijakan Hukum Penyelesaian Persoalan Pilkades”

Mantan Ketua KPU Kabupaten Madina, Jepri Antoni, SH, MH (fhoto: Istimewa)

WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal – Regulasi teknis yang tidak lengkap dan sempurna dalam pemilihan kepala desa mengakibatkan berbagai persolan dihadapi panitia pemilihan sehingga tidak punya pijakan hukum untuk menyelesaikan persoalan yang timbul pada saat pemungutan dan penghitungan suara maupun penetapan hasil pemilihan.

Misalnya di Desa Huraba 1, banyaknya surat suara yang batal pada saat pemilihan kepala Desa beberapa hari yang lalu, hingga kini panitia bingung untuk mengambil keputusan dalam hal tersebut.

Demikian keterangan tertulis yang disampaikan Jepri Antoni SH.MH kepada Warta Mandailing Sabtu, (24/12/2022).

Menurut mantan ketua KPU Mandailing Natal (Madina) ini, semestinya pemerintah daerah mempersiapkan regulasi teknis yang matang sebagai dasar panitia untuk bekerja melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara, kerena dari semua kegiatan proses pemilihan itu baik legislatif, pilpres, pilkada maupun pilkades puncaknya ada di tempat pemungutan suara.

“Saya menduga kalau surat suara tidak sah sampai mencapai angka 286 suara bisa dipastikan telah terjadi kesalahan dan kekurang pahaman dalam menentukan suara sah dan tidak sah, sehingga suara masyarakat menjadi tak bernilai,” jelasnya.

Kesalahan teknis dimaksud bisa juga kekurang akuratan dalam disain dan bentuk lipatan surat suara sehingga terjadi coblos tembus karena surat suara tidak terbuka secara utuh pada saat pemilih memberikan suaranya di bilik suara.

“Pengalaman kita dalam menyelenggaraan berbagai iven pemilu, kejadian coblos tembus itu selalu terjadi, tetapi sebelumnya sudah diantisipasi dengan peraturan KPU, petunjuk teknis dan surat edaran sehingga personil tidak bingung dan coblos tembus dinyatakan sah sepanjang tidak menyentuh kolom pasangan calon yang lain,” tegasnya.

Read More

Ketika diminta pendapat untuk penyelesaian surat suara coblos tembus yang dibatalkan?.

Mantan komisioner KPU Madina dua periode ini mengatakan, bahwa pada prinsipnya proses pemilihan adalah implementasi rakyat dalam menyampaikan suaranya untuk memilih pemimpinnya, sehingga ada sanksi dalam undang-undang mana kala suara masyarakat itu di hilangkan atau jadi tak bernilai.

“Keluguan dan ke kurang pahaman masyarakat tidak bisa dijadikan pembenar atas kesalahan teknis tersebut, tetapi semestinya panitia yang harus mengantisipasinya dengan aturan yang jelas sehingga bisa menghadirkan keadilan yang proporsional,” ujarnya.

Menurut Jepri Antoni, demokrasi dalam konteks pemilihan kepala desa dapat dipahami sebagai pengakuan keaneka ragaman serta sikap politik partisipatif dari masyarakat dalam bingkai demokrasi pada tingkat desa.

Pemilihan kepala desa bukan rezim undang undang pemilu yang dapat diartikan bahwa pemilihan kepala desa bukan peristiwa pemilu yang diatur dalam undang undang no. 7 tahun 2017.

Kendati pemilihan kepala Desa bukan masuk rezim pemilu, substansi dari proses pemilihan kepala Desa itu hampir sama dengan pemilu, Tinggal lagi dari sisi penyelenggaraan kalau pemilu dilaksanakan oleh KPU sebagai Lembaga Independen dan Pemilihan kepala Desa dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Payung hukum pemilihan kepala Desa telah diatur dalam undang undang no.6 tahun 2014 dan Permendagri no. 72 tahun 2020. Secara garis besar, menurut Jepri Permendagri itu sudah mengatur rangkaian persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian proses pemilihan kepala Desa.

Tinggal lagi, jelasnya lagi, pemerintah daerah semestinya yang harus menjabarkan lebih lanjut dalam Perda dan membuat aturan secara teknis dalam bentuk peraturan Bupati untuk pemilihan dan pemungutan suara sebagai dasar panitia bekerja.

Peraturan Bupati Mandailing Natal no.62 tahun 2022 tentang petunjuk pelaksanaan pemilihan kepala Desa, menurutnya tidak mengatur hal hal krusial yang mungkin saja terjadi pada saat pemilihan seperti coblosan tembus.

Peraturan Bupati tidak mengatur secara jelas tentang kriteria surat suara sah dan surat suara tidak sah, padahal ini yang sangat penting dan selalu menjadi perdebatan.

“Sementara dalam permendagri pada pasal 40 ada diatur. Semestinya peraturan bupati harus mengacu kepada permendagri. Jalan penyelesaian untuk permasalah pada pemilihan kepala Desa di Madina, baik desa Huraba 1 maupun desa-desa yang lain, Bupati harus mengeluarkan surat edaran sebagai dasar untuk penyelesaian permasalahan yang ada,” tutupnya.(Syahren)