WARTAMANDAILING.COM, Mandailing Natal — Perkara yang menjerat Nurman bin almarhum Madjasim warga Desa Simpang Tolang Julu, Kecamatan Kotanopan, kini menjadi sorotan tajam masyarakat di Mandailing Natal. Dimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Nurman disebut melakukan tindak pidana pencurian kayu ingul sebagaimana diatur dalam Pasal 363 jo 406 jo 55 KUHP.
Namun fakta persidangan justru memperlihatkan hal sebaliknya. Nurman memiliki surat kuasa resmi dari pemilik tanah untuk menjaga dan mengelola lahan tersebut sejak tahun 1998. Ironisnya, tindakan menebang kayu ingul di lahan yang dijaganya sendiri justru membuatnya dituduh mencuri.
Lebih jauh, tidak ada bukti bahwa Nurman pernah menerima sepeser pun uang dari hasil penjualan kayu ingul tersebut. Artinya, unsur “mengambil untuk dimiliki” yang menjadi inti dari tindak pidana pencurian, tidak pernah terbukti secara faktual.
Tim penasihat hukum, Sucipto, S.H., M.H. dan Indra Santian Budi Wibowo, S.H., menilai perkara ini tidak layak dinaikkan ke pidana, karena akar persoalan sesungguhnya adalah sengketa alas hak kepemilikan tanah yang seharusnya diuji terlebih dahulu melalui mekanisme perdata.
“Klien kami bukan pencuri. Ia menjaga tanah dan hasilnya berdasarkan amanah pemilik sah. Kalau alas hak diuji secara objektif, tidak mungkin perkara ini bisa duduk di pidana,” tegas Sucipto, S.H., M.H, saat dikonfirmasi di halaman kantor Pengadilan Negeri Madina, Selasa (21/10/2025).
Menurut Sucipto, kejanggalan tidak berhenti sampai disitu. Sebab, dalam dakwaan disebut adanya turut serta sebagaimana Pasal 55 KUHP, tetapi hanya Nurman yang dijadikan terdakwa. Sementara Mulyadi dkk, yang turut disebut dalam proses penyidikan, tidak pernah ditindaklanjuti.
Lebih aneh lagi, kata Lokot, salah satu pihak yang diduga turut serta dalam peristiwa tersebut, malah dijadikan saksi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara Nomor 111/Pid.B/2025/PN.Mdl. Langkah ini dinilai publik sebagai bentuk ketimpangan dan inkonsistensi penegakan hukum, serta pelanggaran terhadap asas equality before the law.
Banyak pihak menilai tindakan penyidik Polres Madina dan Jaksa Kejari Mandailing Natal terlalu terburu-buru tanpa melakukan kajian mendalam terhadap fakta hukum yang ada. Pertanyaan besar pun mencuat — apakah ini murni kekeliruan prosedur, atau memang ada kepentingan tertentu yang ingin perkara ini tetap hidup di jalur pidana?.
“Kami percaya Majelis Hakim yang mulia akan menegakkan keadilan yang sesungguhnya. Namun, pengawas internal Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung juga harus mencermati perkara seperti ini agar jabatan dan kewenangan tidak disalahgunakan, “ujar Indra Santian Budi Wibowo, S.H.
Kini publik menanti : apakah keadilan di Madina benar-benar berpihak pada kebenaran, atau justru tunduk pada kepentingan yang tidak kasat mata. (Has).
